Benarkah Stigma Negatif dari Masyarakat yang Ciptakan Residivis?

benuanta.co.id, TARAKAN – Stigma negatif melekat erat pada mantan narapidana, selain mendapatkan sanksi hukuman, sanksi moril dan sosial pun harus diterima yang menyebabkan mantan narapidana kembali melakukan perbuatannya, lantas bagaimana akademisi sosial menyikapi fenomena tersebut.

Residivis berdasarkan pendapat ahli hukum pidana, Yonkers bahwa residivis merupakan alasan untuk memperberat hukuman dan juga bisa memperingan hukuman.

Dalam kita Undang-undang hukum pidana (KUHP) ada dua macam residivis, menurut Sumidjo, 1985 yaitu, residivis umum yaitu mengulangi perbuatan pidana, meskipun perbuatan pidana tersebut tidak sejenis dengan perbuatan pidana terdahulu. Sementara residivis khusus yakni mengulangi perbuatan pidana segolongan dengan tindak pidana terdahulu.

Seorang mantan residivis kasus narkoba yang telah 3 kali mendekam dalam penjara, Jhon Pipet (Bukan nama sebenarnya) menjelaskan, bahwa sebelumnya ia merupakan seorang pemakai narkotika jenis sabu yang baru menggunakan barang haram tersebut sebanyak satu kali.

Berdasarkan pengakuannya, lantaran kepergok pihak kepolisian saat bertransaksi narkoba, ia bersama ketiga orang temannya dan satu orang pengedar sabu berhasil diamankan petugas kepolisian.

“Saya di Vonis hakim 4 tahun penjara, dan menjalankan hukuman hanya 2 tahun lebih di potong masa tahanan,” ucapnya di sebuah halaman pemukiman padat penduduk di pesisir Tarakan Tarakan Tengah.

Jhon mengatakan, saat keluar dari penjara ia merasakan bahwa lingkungan sekitarnya tidak baik-baik saja, sebagian tetangga maupun keluarga mulai memandang sinis, akibatnya ia mengurung diri dan berhenti memutuskan untuk tidak bersosialisasi dengan siapa pun.

“Kalau keluarga memandang remeh saya, apalagi masyarakat sekitar,” terangnya.

Lantaran tak kuasa menahan perlakuan tersebut akan dirinya, Jhon mencoba berkomunikasi dengan sejumlah pemakai yang ia kenali saat di dalam penjara dengan harapan mendapatkan rasa nyaman dan penerimaan dari komunitas tersebut.

“Saya bertemu satu persatu dengan mereka, ajaibnya sikap dan perhatian yang mereka berikan melebihi keluarga,” tuturnya.

Semakin dalam berada di lingkaran setan membuat Jhon terlibat dalam jaringan peredaran sabu-sabu, lantaran kepergok pihak kepolisian, Ia harus kembali lagi di dalam bilik dinginnya sel penjara selama 6 tahun penjara.

Baca Juga :  Penyidik: Eks Direktur RSUD Nunukan Beri Perintah dan Kebijakan ke Bendaharanya

Jhon mengaku, dalam penjara ia bergaul dan membaur dengan sejumlah pelaku kriminal mulai Bandar narkoba, perampok, pencuri, hingga narapidana anak.

Dari dalam bilik penjara ia mendapatkan sejumlah ilmu dan wawasan seputar dunia kriminal. Selain itu, para narapidana juga mendapatkan jaringan baru, hal tersebut guna menunjang pekerjaan-pekerjaan kriminal kelak bebas nanti.

“Itu sebabnya penjara di namakan sekolah, orang yang keluar dari penjara bukan semakin bodok namun semakin pintar karena belajar dengan ahlinya,” ujarnya.

Layaknya berhasil mengenyam pendidikan khusus, Jhon yang belum memiliki keluarga berniat untuk menerapkan ilmu yang ia peroleh dari dalam penjara dengan mencoba menjual sabu-sabu di sebuah lingkungan keras pesisir Kota Tarakan.

Kepada reporter benuanta.co.id, Jhon Pipet mengaku bahwa modal bisnis haramnya ia dapatkan dari modal kepercayaan bandar besar yang ia kenal dari dalam penjara.

Ia menjelaskan, tidak mudah mendapatkan rasa kepercayaan dari bandar besar yang tersohor, jika mengingkari janji, resiko besar tentu akan menimpa dirinya.

Kala itu ia mendapatkan sabu-sabu sebanyak 1 ball seberat 100 gram yang ia peroleh tanpa mengeluarkan uang sepeser pun. Lantaran bisnis haram tersebut terendus pihak kepolisian, Jhon kembali meringkuk di sel tahanan.

“Orang tua tidak pernah datang membesuk, tapi saya masih bisa menikmati makanan penjara dan bekerja kepada seorang bandar besar guna memenuhi kebutuhan selama di dalam penjara,” singkapnya.

Kepada reporter, Jhon mengungkapkan bahwa stigma narapidana yang tercap dalam dirinya membuat ia merasa “kecil” yang menyebabkan ia merasa rendah diri untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

“Keluarga dan teman semua menjauhi dan meremehkan saya, ”tuturnya.

Merasa mendapatkan wahyu dari sang pencipta, Jhon Pipet secara rutin mulai membina diri dengan cara rutin melaksanakan salat 5 dan bekerja sebagai petugas kebersihan di salah satu instansi pemerintahan yang berada di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.

Baca Juga :  BNNP Kaltara Dapati 10 Orang Positif Narkoba Usai Tes Urine di 4 Lokasi Rawan 

“Saya sudah bisa mendapatkan uang secara mandiri, artinya saya tidak minder lagi jika berhadapan dengan masyarakat,” pungkasnya.

Memandang kondisi tersebut Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Kaltara, Syaini M.I.P menjelaskan, saat pelaku kriminal menjalankan masa hukuman di penjara, para narapidana juga harus dibekali keterampilan sesuai bidang dan kemampuan yang diminati. Sehingga hal tersebut akan menjadi bekal kelak keluar dari penjara.

“Jadi, selepas dari penjara mereka bisa mendapatkan penghasilan tanpa harus melakukan tindakan kriminal lagi,” ucapnya..

Hal tersebut merupakan peran petugas Lembaga Permasyarakatan (L P) untuk memberikan bimbingan, edukasi kepada para narapidana agar keluar nanti dapat berguna dan bermanfaat bagi banyak orang.

Syaini menerangkan, hukuman penjara tidak cukup memberikan narapidana untuk menyesali perbuatannya jika dibekali dengan keterampilan. Sehingga, keluar penjara nanti para napi dapat mampu secara mandiri mengembangkan pengetahuan yang telah ia peroleh saat menjalani hukuman.

“Saat ia keluar penjara, mereka dapat menghasilkan uang dan tidak melakukan tindakan kriminal,” ungkapnya melalui panggilan telepon.

Selain itu, salah faktor yang membuat mantan narapidana kembali ke dunia kriminal lantaran mengalami penolakan dari lingkungan sekitarnya.

Memandang persoalan tersebut seharusnya masyarakat tidak mengucilkan dan menjauhi para mantan kriminal tersebut.

“Jangan dikucilkan, ajak mereka bersosialisasi dan libatkan mereka dalam kegiatan bersama masyarakat. Dengan itu mereka merasa bahwa dirinya di hargai dan diterima oleh masyarakat,” terangnya.

Atas penerimaan tersebut, mantan narapidana akan berpikir ulang jika mau melakukan kejahatan lantaran telah tanggung jawab moril dari masyarakat. Sebagai akademisi, Syaini mengajak agar masyarakat dapat merangkul dan memberikan kesempatan agar mantan napi dapat mengintrospeksi diri menjadi lebih baik.

Baca Juga :  Jual Hp Teman Tanpa Izin, Ngakunya untuk Biaya ke Tarakan dan Penuhi Kebutuhan Pribadi

“Jika mereka merasa di hargai, mereka akan berpikir ulang jika melakukan tindakan kriminal, satu sisi mereka tidak menginginkan kepercayaan dari masyarakat hilang,” singkatnya.

Syaini menilai, keluar masuk penjara merupakan perbuatan yang sudah pelaku menyadari dampak yang akan ia alami dan ia rasakan nantinya pasca keluar dari penjara.

Sisi lain, saat berada di dalam penjara, narapidana tidak memikirkan biaya makan dan tempat tinggal lantaran telah disediakan oleh negara.

Dosen Fisip ini membeberkan, manusia merupakan makhluk sosial bahwa dalam kehidupan bermasyarakat semuanya saling membutuhkan orang lain. Artinya, seorang mantan narapidana juga membutuhkan orang lain untuk membangun rasa percaya kepada dirinya dan orang lain.

“Mantan narapidana juga manusia, ketika mereka putus harapan lantaran dikucilkan, jalan satu-satunya mereka kembali ke penjara lantaran di tempat itu mereka tidak merasa di kucilkan lagi, bahkan hidupnya di tanggung oleh negara,” singkapnya.

Selain itu, semakin meningkatnya jumlah penduduk akan menambah jumlah angka kriminalitas si sebuah Kota. Guna meminimalisir angka kriminalitas, pemerintah terkait wajib memberikan fasilitas dan ruang kepada mantan kriminal untuk membuat keterampilan yang menghasilkan nilai ekonomis.

Selain itu, perlunya memberikan bimbingan dan pelatihan kepada warga yang tidak memiliki penghasilan agar ke depannya warga dapat berpikiran secara mandiri.

“Sekali lagi, ayo rangkul, berikan mereka kesempatan untuk melakukan evaluasi diri dan jangan di kucilkan. Sebagai manusia, baik itu narapidana maupun mantan narapidana memiliki hak yang sama dan berhak mendapatkan perlakukan yang sama sesuai yang diatur dalam Undang-undang 1945,” tutupnya.(*)

Reporter: Okta Balang

Editor: Ramli

TS Poll - Loading poll ...
Coming Soon
Calon Pemimpin Kaltara 2024-2029 Pilihanmu
{{ row.Answer_Title }} {{row.tsp_result_percent}} % {{row.Answer_Votes}} {{row.Answer_Votes}} ( {{row.tsp_result_percent}} % ) {{ tsp_result_no }}

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *