Ahli Sebut Tindakan Bom Ikan WNA Malaysia Suatu Kejahatan

benuanta.co.id, TARAKAN – Sidang perkara dugaan destructive fishing dari Warga Negara Asing (WNA) asal Malaysia kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tarakan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli pada Kamis, 19 Oktober 2023. Ahli yang dihadirkan merupakan ahli perikanan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara).

Selama jalannya persidangan, ketiga terdakwa Otong bin Baltaufa, Julistin bin Otong dan Sulaiman bin Jumari turut mendengarkan langsung keterangan saksi yang dihadirkan melalui zoom meeting.

Jaksa Penuntut Umum (JPU), Komang Aprizal mengatakan ahli yang dihadirkan ialah Kepala Dinas DKP Kaltara, Rukhi Syayahdin. Berdasarkan keterangannya, perbuatan ketiga terdakwa yang menggunakan peledak saat mencari ikan di perairan Indonesia merupakan suatu pelanggaran yang serius. Tindakan ketiganya masuk dalam unsur kejahatan yang dapat merusak ekosistem laut baik ikan dan terumbu karang.

Baca Juga :  Laka Truk di Gunung Amal, Polisi Simpulkan Pengemudi Lalai

“Kemudian ahli juga menjelaskan dampaknya. Selain ekosistem tentu ekonomi yang berdampak pada kelangsungan kehidupan nelayan Indonesia,” katanya saat ditemui usai sidang, Kamis (19/10/2023).

Ketiga WNA itu juga melanggar Pasal 84 Ayat 1 Undang-undang Perikanan dengan ancaman pidana 6 tahun denda Rp 1 miliar. Komang melanjutkan, sempat menanyakan juga kepada ahli menyoal status kerjasama negara Indonesia dengan negara luar jika terdapat WNA yang melakukan pelanggaran di perairan Indonesia.

Baca Juga :  PPPK Tarakan Akhirnya Lega Pemerintah Percepat Pengangkatan

“Nanti DKP Kaltara akan cari apakah sudah ada perjanjian dari Indonesia dan Malaysia soal pemidanaannya,” sambung Komang.

Jika merujuk Pasal 102 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU No.31 Tahun 2004 tentang perikanan ketiganya tidak dilakukan penahanan lantaran status WNAnya. Namun, jaksa tetap membutuhkan kebenaran dasar perjanjian itu guna menjadi pertimbangan saat penjatuhan tuntutan.

“Karena undang-undang itu meratifikasi Unclos ya. Undang-undang internasional. Jadi tidak seperti pidana lainnya, misal narkotika. Kalau perikanan itu harus ada perjanjian terlebih dahulu,” tambahnya.

Baca Juga :  Terkendala Anggaran, Sinkronisasi Data BPJS PBI di Tarakan Masih Manual

Menurutnya, persoalan ini banyak terjadi di Indonesia. Terutama di perairan Natuna yang banyak WNA asal Vietnam melakukan tindakan serupa.

“Ya tetap mereka diminta uang jaminan untuk dideportasi. Kapalnya akan dirampas untuk negara,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, perkara ini bermula dari ketiga terdakwa diamankan oleh petugas Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tarakan pada 25 Agustus 2023 lalu di perairan Kaltara.

Saat itu petugas mengamankan barang bukti yang digunakan terdakwa melakukan kegiatan penangkapan ikan yang diduga menggunakan bahan peledak. (*)

Reporter: Endah Agustina

Editor: Nicky Saputra

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *