benuanta.co.id, TARAKAN – Sidang perkara dugaan destructive fishing memasuki agenda mendengarkan saksi yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tarakan. Ketiga terdakwa yang merupakan Warga Negara Asing (WNA) asal Malaysia, di antaranya Otong bin Baltaufa, Julistin bin Otong dan Sulaiman bin Jumari turut dihadirkan di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Tarakan pada Senin, 17 Oktober 2023.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Komang Aprizal mengatakan saksi yang dihadirkan dari penangkap yakni saksi Vinsa yang merupakan Analis Pengawas Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tarakan dan saksi Jumadi, petugas PSDKP Tarakan.
Dari keterangan saksi penangkap, didapati fakta persidangan awal mula penangkapan ketiga WNA pada 25 Agustus 2023 lalu.
“Dari keterangan saksi tersebut menjelaskan bahwa di proses penangkapan para terdakwa berawal dari laporan masyarakat setempat. Berapa kali WNA Malaysia melakukan penangkapan ikan di perairan Indonesia dengan alat bom,” bebernya.
Ia melanjutkan penangkapan ketiganya tak hanya didasari pelanggaran batas teritorial, melainkan ketiganya menggunakan bahan peledak saat menangkap ikan. Hal tersebut pun tentu mengganggu ekosistem dan kelangsungan kehidupan sumber daya hayati di dalam laut.
“Awalnya terdakwa ini berangkat dari Semporna, Malaysia menuju Perairan Indonesia sudah mempersiapkan seluruh alat bom ikan yang mana Otong selaku nakhoda dan dua ABK-nya langsung melakukan pengeboman ikan,” lanjut Komang.
Dari penangkapan ketiganya, sempat terjadi drama kejar-kejaran selama 10 menit yang akhirnya tiga WNA itu terpaksa harus menyerah. Petugas juga menemukan 3 ekor ikan dengan berat 60 kilogram di atas perahu milik ketiga terdakwa.
Dari fakta persidangan, ketiga terdakwa juga terbukti melakukan bom ikan, lantaran berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dari petugas PSDKP, ikan tersebut memiliki ciri-ciri tak wajar, diantaranya di bagian kelopak mata ikan dan salah satu organ ikan yang tambak meletus disertai darah yang mengalir.
“Saksi penangkap yang kita hadirkan sudah dibenarkan dan nanti kami hadirkan ahli perikanan di hari Kamis. Nanti ketiga terdakwa saling bersaksi,” imbuh Komang.
Mengingat ketiga terdakwa adalah WNA, pihaknya mengaku tak ada kesulitan. Hanya saja berdasarkan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU No.31 Tahun 2004 tentang perikanan, ketiga terdakwa tak dilakukan penahanan.
“Karena ketentuan internasional apabila negara tersebut belum memiliki perjanjian dengan Indonesia, lalu WNA nya melakukan penangkapan ikan maka tidak ada penahanan,” tuturnya.
Dia melanjutkan, dari ketiga terdakwa terdapat satu yang memiliki pendengaran yang kurang yakni atas nama Otong. Namun hal tersebut pun tak menjadi kendala, lantaran majelis hakim meminta salah satu terdakwa untuk menyampaikan pokok-pokok materi selama jalannya sidang.
“Dan itu dibenarkan oleh terdakwa Otong. Kita mengejar, karena perkara perikanan diberikan waktu 30 hari penahanan yang selama itu perkara sudah harus diputus,” pungkasnya. (*)
Reporter: Endah Agustina
Editor: Nicky Saputra