Bawa Gadis Pakistan Masuk Indonesia Secara Ilegal, Dua WNA Dituntut 6 Tahun Penjara

benuanta.co.id, NUNUKAN – Terdakwa perkara pelanggaran keimigrasian, yang merupakan Warga Negara Asing (WNA) asal Paksitan yakni Hanif Ur Rahman (36) dituntut pidana penjara 6 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Nunukan di Pengadilan Negeri (PN) Nunukan pada Rabu (27/9/2023) lalu.

Dalam tuntutannya, JPU Kejari Nunukan, Adi Setya Desta Landya mengatakan berdasarkan fakta-fakta persidangan dari keterangan saksi-saksi dan petunjuk, terdakwa Hanif terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pidana.

Termasuk turut serta melakukan perbuatan yang bertujuan mencari keuntungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk diri sendiri atau untuk orang lain dengan membawa seseorang atau kelompok orang, baik secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi, atau memerintahkan orang lain untuk membawa seseorang atau kelompok orang. Baik secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi, yang tidak memiliki hak secara sah untuk memasuki wilayah Indonesia atau keluar dari wilayah Indonesia dan atau masuk wilayah negara lain.

Terdakwa tidak memiliki hak untuk memasuki wilayah tersebut secara sah, baik dengan menggunakan dokumen sah maupun dokumen palsu, atau tanpa menggunakan dokumen Perjalanan, baik melalui pemeriksaan imigrasi maupun tidak dan dengan sengaja turut serta melarikan diri dari ruang detensi imigrasi.

Hal ini sesuai aturan dalam Pasal 120 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana dan Pasal 134 huruf b Undang-undang RI Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana dalam Surat Dakwaan Kumulatif Penuntut Umum.

Baca Juga :  Puluhan Pemuda di Desa Bambangan Ikuti Pelatihan Jurnalistik

“Dengan ini menuntut dijatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Hanif ditambah dengan pidana denda sebesar Rp 600 juta, subsidiar 6 bulan kurungan,” kata Desta dalam tuntutannya.

Diungkapkannya, selama pemeriksaan perkara tidak ditemukan adanya alasan pemaaf atau pembenar yang dapat membebaskan atau melepaskan terdakwa dari tuntutan hukuman.

Adapun hal-hal yang dijadikan pertimbangan oleh JPU dalam mengajukan tuntutan pidana yakni hal-hal yang memberatkan. Perbuatan terdakwa Hanif mengakibatkan seorang anak yang merupakan saksi korban AS (16) mengalami trauma. Selain itu, terdakwa berbelit dalam memberikan keterangannya.

Sedangkan untuk hal-hal yang meringankan yakni terdakwa berlaku sopan di dalam persidangan dan menyesali perbuatannya serta terdakwa belum pernah dihukum.

Sementara itu, terdakwa Rahmat Ali (23) WNA keturunan Pakistan asal Malaysia yang berperan membantu melancarkan aksi pelanggaran Keimigrasian yang dilakukan oleh terdakwa Hanif membawa korban AS masuk secara ilegal ke Indonesia dituntut pidana penjara 5 tahun.

Dibeberkannya, dalam persidangan berdasarkan keterangan saksi korban AS, mengaku mengenal terdakwa Hanif saat di Pakistan. Diketahui terdakwa merupakan supir yang selalu menjemput dan mengantar AS menuju sekolah.

Saat itu, korban AS bersama dengan ibu dan kakaknya bertemu dengan terdakwa di pinggir jalan di Pakistan pada (7/1/2023) lalu. Kemudian pergi menuju rumah terdakwa, namun saat itu hanya AS yang turun dan masuk ke rumah. Sedangkan ibu dan saudaranya hanya menunggu di mobil. Terdakwa juga memberikan minuman yang membuat korban AS tidak sadarkan diri.

Baca Juga :  Korban Kebakaran di Desa Aji Kuning Sebatik Terima Bantuan dari Kecamatan

“Korban disuruh untuk ikut dengan terdakwa ke Malaysia, ia juga diancam jika menolak maka korban, ibu dan saudaranya akan dibunuh oleh terdakwa. Lantaran ancaman tersebut, korban akhirnya ikut dengan terdakwa,” ungkapnya.

Kemudian, dari keterangan saksi Rosli yang merupakan sepupu dari ibu kandung korban AS menerangkan, AS, ibunya dan saudara AS telah menghilang sejak (8/1/2023) lalu di Paksitan.

Saksi Rosli mengetahui keberadaan AS berada di Indonesia setalah adanya informasi dari temannya yang dihubungi oleh pihak Keimigrasian Nunukan.

“Saksi juga menerangkan, bahwa keluarganya di Paksitan telah menemukan jasad ibu dan saudara AS yang berada di bawah basement rumah milik terdakwa, yang mana untuk kasus tersebut masih dalam investigasi oleh polisi di Pakistan,” jelasnya.

Sebagaimana diwartakan sebelumnya, Hanif dan Rahmat diamankan oleh personel Inteldakim Imigrasi Nunukan saat tengah bersama korban AS yang merupakan remaja putri asal Pakistan yang masih di bawah umur di sebuah kamar hotel di Nunukan pada (18/1/2023) lalu.

Mulanya Kantor Imigrasi Nunukan mendapatkan informasi dari pemilik hotel terkait adanya keberadaan WNA. Saat diperiksa, Hanif menyampaikan jika ia tengah bersama dengan calon istrinya dan datang bersama WNI atas nama Rahmat yang saat itu datang dengan menunjukkan KTP domisili Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Namun Rahmat diduga kuat bukan WNI melainkan WNA dan pernah memiliki pasport negara Paksitan dan diduga masuk ke Nunukan secara ilegal.

Baca Juga :  Keruk Embung Dianggap Solusi Jangka Pendek Atasi Krisis Air Bersih di Nunukan

Dari hasil penyelidikan Imigrasi Nunukan, Hanif mengaku berangkat dari Pakistan ke Nunukan dengan melalui jalur legal dengan mengantongi dokumen keimigrasian yang lengkap, serta memiliki ijin tinggal yang dijamin oleh istrinya yang merupakan WNI di Kota Malang, Jawa Timur.

Sementara, A tidak memiliki dokumen keimigrasian sama sekali dan mengaku masuk ke Nunukan melalui jalur ilegal dari Tawau, Malaysia, yang mana kedatangan A ke Indonesia atas perintah dari Hanif dan dibantu oleh Rahmat.

Tak hanya itu, selama proses penahan di ruang detensi imigrasi Nunukan, kedua Terdawa sempat melarikan diri, bahkan terdakwa Hanif yang sampai dua kali melarikan diri dari ruang detensi Imigrasi Nunukan. Dari fakta persidangan, diketahui jika terdakwa Hanif merupakan otak atas aksi kabur dari ruang detensi. (*)

Reporter: Novita A.K

Editor: Yogi Wibawa

Calon Pemimpin Kaltara 2024-2029 Pilihanmu
823 votes

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *