benuanta.co.id, TARAKAN – Fenomena golongan putih (Golput) di pentas pemilihan umum (Pemilu) 2024 semakin menguat. Hal tersebut tentu dapat mengusik konsentrasi calon presiden, legislatif maupun eksekutif.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Kaltara, Irsyad Sudirman, M.A., M.I.P menilai, tren golongan putih pada pemilihan umum (Pemilu) 2024 akan menurun. Ia mengatakan jika sebaran golput tidak merata, namun terdapat kecendrungan akan menurun baik di pemilihan presiden (Pilpres), pemilihan legislatif (Pileg) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada).
“Penurunan tersebut cukup signifikan di pilpres, sedangkan di pileg dan pilkada hanya sedikit terjadi penurunan golput,” ucapnya.
Ia lantas membeberkan sejumlah faktor penyebabnya penurunan golput di ajang pertarungan Pemilu tahun 2024 di antaranya terjadi peningkatan kesadaran politik rakyat akibat berbagai isu tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Di antaranya semakin berangamnya pilihan dalam pilpres yang selama dekade hanya terdapat 2 pilihan, selain itu menguatnya isu perubahan yang menyentuh golongan milenial dan swing voter.
“Isu tersebut mencakup investasi asing, pulau rempang dan korupsi,” ungkapnya.
Sementara untuk Pileg disebabkan munculnya tokoh-tokoh baru yang mendapatkan kepercayaan masyarakan dan timbul kesadaran politik local tentang kesadaran identitas kedaerahan.
“Pada Pilkada, terbangunnya kesadaran politik lokal oleh generasi muda dan munculnya wacana baru tentang entitas daerah,” imbuhnya.
Irsyad menerangkan, isu yang berkaitan dengan nasionalisme mempengaruhi opini masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilu tahun 2024 mendatang. Pada era digitalisasi saat ini, sebuah isu dapat tersebar dengan cepat melalui flatfrom media sosial yang cenderung memunculkan rasa ingin tahu publik terhadap situasi yang terjadi secara aktual.
Terkait isu identitas keaderahan yang diperkirakan dapat menekan angka golput, Irsyad menyebut hal tersebut tergantung pada basis massanya karena komposisi penduduk Kaltara didominasi suku Bugis sebanyak 40 persen dan suku Jawa sebesar 35 persen.
Caleg dengan basis kesukuan juga cukup banyak sehingga dapat memecah suara masing-masing caleg berbasis suku. Namun terjadi perubahan pada caleg berbasis daerah yang memiliki komposisi penduduk sebesar 25 persen.
“Jika terjadi kesatuan suara bisa jadi celah berbasis suku daerah akan menang dan kecendrungan tersebut semakin menguat saat ini,” tuturnya.
Apalagi generasi milenial dan generasi Z merupakan pemilih terbanyak dan tentu menjadi incaran dalam pilpres, pileg maupun pilkada 2024 mendatang. Sebab mereka termasuk dalam kategori swing voter. Artinya pemilih yang mudah berubah pilihan setiap saat jika ada isu politik yang muncul.
Irsyad menegaskan, pemilih kategori swing voter tidak loyal pada satu pilihan maupun calon tertentu. Hematnya kelompok tersebut dengan sesukanya bisa berpindah pilihan jika tidak sesuai dengan sudut pandang kelompok tersebut.
“Kelompok ini tidak memiliki basis massa dan tidak memiliki tujuan tertentu,”tegasnya.
Untuk mendapatkan dukungan dari pemilih katagori swing voter, maka pendekatan personal dan pemaparan program harus realistis sesuai logika berfikir.
“Untuk mendapatkan suara dari kelompok tersebut maka lakukan hal yang paling masuk akal,” jelasnya.
Walaupun mulai banyak peserta pemilu 2024 yang mengusung tema milenial maupun Gen Z. Sayangnya bakal calon yang akan maju pada pemilu tidak dapat menangkap pesan maupun harapan yang diinginkan para generasi tersebut. Artinya para calon hanya menjual isu pendekatan namun minim dalam penerapan.
Melihat fenomena tersebut, Irsyad menjelaskan, keberadaan kelompok milenial, generasi z atau swing voters hanya mencapai angka 30 persen secara nasional dan hanya sekitar 5 hingga 8 persen di tingkat daerah. Secara hitungan matematis, suara kelompok tersebut tidak signifikan atau hanya sebagai penambah pundi-pundi suara bacalon yang berkompetisi di pemilu 2024.
“Ukuran nilai suara ini juga bagi para bacalon tidak merepresentasikan pentingnya suara mereka,” tutupnya. (*)
Reporter : Okta Balang
Editor: Yogi Wibawa