benuanta.co.id, Bulungan – Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) dapati masih adanya warga yang melanggar zona terkait penanaman rumput laut, kebanyakan terjadi di Kabupaten Nunukan dan Kota Tarakan. Dampaknya mengganggu alur pelayaran baik speedboat maupun feri.
Kepala DKP Kaltara, Rukhi Syayahdin mengatakan, pelanggaran zona tanam hingga mengganggu alur pelayaran itu sangat banyak terjadi di Kaltara. Untuk itu pihaknya tengah menginventarisir permasalahan tersebut.
“Budidaya rumput laut ini meningkat sangat banyak, sementara kita masih sangat terbatas soal SDM,” ucapnya kepada benuanta.co.id, Kamis 21 September 2023.
Kata dia, sebelum beralih di Provinsi Kaltara, maka pengawasan dan perizinan dilakukan pemerintah kabupaten kota. Namun setelah adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 kewenangannya beralih ke provinsi ada sedikit kesulitan melakukan pengawasan karena objeknya berada di Tarakan dan Nunukan.
“Tapi tidak lama berubah lagi karena adanya Undang-Undang Cipta Kerja maka perizinan bukan lagi di provinsi tapi di pusat,” bebernya.
Lanjutnya, dengan banyaknya aturan yang dirasakan cukup sulit. Belum lagi pengusaha rumput laut atau masyarakat pun tidak ingin tahu soal aturan tersebut.
“Mereka selalu bahas masalah perut, jadi dia akan pasang dimana saja. Inilah yang jadi masalah,” paparnya.
Masalah zona tanam yang dilanggar juga dirasakan oleh kapal feri pelayanan Sei Menggaris dengan Nunukan. Dimana sejak Januari 2023 sampai sekarang tidak bisa terlayani dengan baik lantaran adanya penanaman rumput laut yang menutupi jalur pelayaran.
“Kita sampai turun 4 kali untuk mengatasi masalah ini, KM Manta itu tidak bisa masuk. Lalu kedua kita temukan saat tidak ada petugas, maka warga akan memasang lagi. Untuk itu ketika air mati, kita akan melakukan pengawasan,” terangnya.
Tak hanya kapal feri, speedboat yang biasanya melalui jalur yang baik sekarang terganggu bahkan sudah masuk ke wilayah laut yang dalam.
“Kalau naik speed ke Nunukan biasanya lewat kiri sekarang tidak bisa, makanya lewat Tanjung Aus lanjut mutar ke Binusan dan Sungai Fatimah baru ke pelabuhan. Kalau dulu masih bisa lewat kanan,” ujar Rukhi.
Mengatasi masalah tersebut, pihaknya saat ini tengah mengatur regulasi yang sudah ditetapkan di pusat. Tak hanya itu pihaknya juga tengah melakukan merger dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) baik laut dan darat.
“Kita kerjasama dengan teman-teman Dinas PUPR Perkim Kaltara,” pungkasnya.(*)
Reporter: Heri Muliadi
Editor: Ramli