benuanta.co.id, BERAU – Layanan terapi oksigen hiperbarik yang hanya dua di Kalimantan Timur (Kaltim), salah satunya di Puskesmas Tanjung Batu, Kecamatan Pulau Derawan terpantau tidak berfungsi.
Pasalnya, sejak alat kesehatan tersebut didatangkan ke Puskesmas Tanjung Batu pada tahun 2015 hingga saat ini belum di operasikan secara maksimal.
Wakil Bupati Berau, Gamalis mengatakan fasilitas kesehatan yang sudah berumur delapan tahun sejak tahun 2015, melihat alat dengan kondisi sebaik ini menurutnya perlu dilakukan kalibrasi di luar tenaga teknis.
Selain itu, kata dia, diperlukan untuk mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) sebagai tenaga ahli yang akan mengiperasikan alat tersebut.
“Baik operatot maupun dokter yang ahli di bidang hiperbarik. Karena, alat ini bikan sembarangan. Sehingga diperlukan operator dan dokter yang memang dibidang ini,” ucapnya Kamis (10/8/2023).
Bahkan dalam waktu dekat pihaknya mengatakan juga bakal ada pelatihan untuk memperbaharui lisensi para tenaga ahli yang sudah kadaluarsa.
“Kami berharap alat kesehatan yang termasuk aset megah yang dimiliki Pemda ini dapat difungsikan kembali,” ujarnya.
Memang banyak tahapan yang perlu dilewati, mulai dari kalibrasi, memperbaharui lisensi operator hingga mengadakan pelatihan tenaga dokter di bidangnya masing-masing.
“Kalau dari dokter umum harus disekolahkan kembali khusus spesialis hiperbarik ini. Ketika itu ada, saya yakin dua tahun beroperasi lagi,” ungkapnya.
Memang sejauh ini, kata dia untuk SDM dokter yang dipersiapkan memang belum ada. Namun akan menseriusi kembali terkait aset Pemda.
Dirinya meminta kepada pihak Puskesmas agar melakukan pembenahan tempat penyimpanan alat kesehatan Hiperbarik tersebut.
“Barang semewah ini, masih ada kebocoran. Gorden saya kira juga perlu ada. Perlu ada pembenahan,” tuturnya.
Terpisah, Kepala Puskesmas Tanjung Batu, Supiansa berharap kepada Pemda untuk alat kesehatan Hiperbarik ini bisa dioperasikan semaksimal mungkin.
“Pemda perlu kerja ekstra untuk menyediakan SDM tenaga ahli dibidang Hiperbarik ini. Seperti menyekolahkan seorang dokter untuk menjadi tenaga ahli hiperbarik disini.
Karena kita pernah mencoba mencari tenaga diluar selain dari pada yang di sekolahkan ternyata sangat sulit, tenaga terbatas,” imbuhnya.
Sehingga hanya satu solusinya, bila Pemda ingin mengoperasikan kembali alat Hiperbarik tersebut, harus ada tenaga dokter yang disekolahkan dan ditugaskan melalui ikatan dinas agar mencegah tidak pindah dan betul untuk mengelola hiperbarik ini agar bisa beroperasi.
“Sebab, sejak alat kesehatan ini datang pada tahun 2015, sampai sekarang belum pernah dioperasikan,” jelasnya.
Selain karena tidak adanya tenaga ahli yang mengoperasikan, hal lain terkait karena belum adanya regulasi terkait ketentuan tarif yang dikenakan untuk fasilitas hiperbarik ini.
“Dulu memang terkendala Peraturan Daerah (Perda), tapi Januari nanti sudah ada regulasinya. Tinggal tenaga dokternya saja,” katanya.
Dirinya menyebut, ketentuan tarif tersebut bervariasi ada yang mencapai harga paling tinggi mencapai hingga Rp4 juta dan paling rendah Rp400-500 ribu untuk sekali masuk per orang sesuai denga tarif jamnya.
“Makanya kami butuh tenaga tidak hanya dua, minimal ada delapan karena sistem kerjanya bershift nantinya,” pungkasnya. (*)
Reporter: Georgie Silalahi
Editor: Yogi Wibawa