benuanta.co.id, TARAKAN – Pernikahan usia dini tidak dapat terelakkan lantaran adanya turut campur orang tua untuk menikahkan anaknya. Hukuman pidana bisa mengancam seseorang yang melakukan pemaksaan perkawinan.
Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Tarakan, Rinny Faulina menjelaskan bahwa kasus pernikahan dini di Kota Tarakan cukup tinggi.
Ia menuturkan, salah satu Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) DP3APPKB mengeluarkan surat rekomendasi yang dirujuk dari pengadilan agama atas permintaan orang tua yang ingin menikahkan anaknya.
Kami tidak keluarkan surat rekomendasi namun kami arahkan kepada orang tua untuk melakukan asesmen ke psikolog. Hasil tersebut nantinya dibawa ke Pengadilan Agama. Setuju atau tidaknya merupakan kewenangan dari Pengadilan Agama. Sebaliknya, pihaknya melakukan bimbingan kepada orang tua dan menanyakan alasan orang tua agar tidak menikahkan anaknya.
‘’Jika orang tua memaksa, kami akan arahkan anak ke psikoloh untuk dilakukan penilaian. Nanti psikolog akan melakukan analisa terhadap kondisi mental dan pemikiran si anak,’’ ucap Rinny saat berada di lantai II Kantor Gabungan Dinas (Gadis) pada Rabu (2/8/2023).
Jika psikolog tidak merekomendasikan hal tersebut, dan orang tua tetap memaksa. Maka orang tua akan menikahkan anaknya secara sirri. Padahal, DP3APPKB telah memberikan pemahaman dampak dari pernikahan dini seperti kesiapan mental, kesiapan reproduksi bahkan masa depan dari si anak.
Rinny mengungkapkan, orang tua dari si anak bisa dikenakan tindak pidana atas pemaksaan perkawinan. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual.
‘’Setiap orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain atau menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun atau pidana denda paling banyak Rp 200 juta,’’ terang Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).
Rinny menambahkan, saat orang tua mengantarkan anaknya ke KUA, pihak tersebut mengarahkan ke Pengadilan Agama, dari pengadilan mengarahkan ke DP3APPKB. Terkecuali orang tua melakukan pernikahan sirih dan hal tersebut tidak akan terdata dan diketahui oleh pemerintah.
‘’Jika Ketua RT mengetahui hal tersebut dipastikan mereka akan melakukan konsultasi ke kami,’’ ungkapnya.
Dalam kasus Married by accident (MBA) atau pernikahan yang terpaksa lantaran sudah hamil, hal tersebut masuk dalam pengecualian dan tetap dilakukan konseling terhadap calon pengantin. Sejauh ini pihaknya belum menemukan kasus pernikahan karena terpaksa. Hal tersebut tidak terdata. Sejauh ini, nikah muda tersebut dilandasi oleh alasan suka sama suka.
Rinny mengungkapkan alasan penyebab terjadinya pernikahan muda di antaranya, orang tua takut jika anaknya bertindak lebih jauh di luar pantauan orang tua. Selain itu, si anak tidak mau melanjutkan sekolah. Sisi lain lantaran orang tua tidak sanggup membiayai si anak.
Selain itu, pernikahan usia dini juga menimbulkan dampak psikologis maupun kesehatan reproduksi dan kesehatan si bayi kelak. Secara psikologi kondisi mental pasangan tersebut masih labil. Dikhawatirkan akan terjadi KDRT. Selain itu, dari segi kesehatan pada reproduksi si perempuan anak yang dilahirkan dari ibu yang belum siap secara reproduksi dan mental akan berimbas pada stunting pada anak.
‘’Itu sebabnya kami melarang pernikahan dini,’’ tegasnya.
Sebagai langkah penjegahan, pihaknya rutin melakukan penyuluhan ke masyarakat dan remaja dengan melakukan edukasi kesekolah dengan mengangkat teman yaitu pernikahan dini.
‘’Yang kami gaungkan untuk mengedukasi dan mengajak agar para siswa dapat menjadi pelopor kepada temannya untuk tidak melakukan pernikahan dini,’’tutupnya. (*)
Reporter: Okta Balang
Editor: Nicky Saputra