benuanta.co.id, TARAKAN – Kota Tarakan baru-baru ini meraih penghargaan Kota Layak Anak (KLA) kategori pratama. Namun pada kenyataannya masih banyak ditemukan kasus pelecehan seksual, keterlibatan anak dalam penyalahgunaan narkoba yang belum tuntas.
Ketua Komunitas Ikatan Pemuda Nusantara Bersatu (IPNB) Tia menjelaskan, sebagai komunitas yang turun langsung di tengah persoalan anak. Ia menilai Kota Tarakan belum layak mendapatkan predikat Kota Layak Anak (KLA) lantaran masih banyak anak-anak yang belum mendapatkan haknya sebagai seorang anak.
Saat ini, IPNB sedang fokus menangani sejumlah anak yang ditinggal oleh orang tuanya. Ia menganggap pemerintah menutup mata dan telinga dalam menyikapi persoalan tersebut. Tia menceritakan kondisi ketujuh anak yang hidup selama bertahun-tahun dalam kondisi yang memprihatinkan.
Diketahui, mendiang ibu dari sejumlah anak tersebut telah meninggal dunia. Sementara ayahnya kini sedang berurusan dengan pihak yang berwajib. Ketujuh anak tersebut hidup dalam rumah yang tidak layak huni lantaran sekeliling rumah dipenuhi tumpukan sampah. Mirisnya, saat hujan mereka harus mencari tempat berlindung lantaran sejumlah atap rumah yang dihuni banyak berlubang.
“Kondisi ini harus segera ditangani, mirisnya pemerintah belum mengulurkan tangannya. Akhirnya kami berinisiatif untuk melakukan renovasi rumah mereka,’’ ucap Tia..
Berdasarkan laporan Dinas Sosial Kota Tarakan bahwa bantuan untuk ketujuh anak tersebut telah dicabut oleh pemerintah dengan alasan yang tidak masuk akal. Tia kecewa atas perlakuan pemerintah terhadap sejumlah anak tersebut.
“Dinas Sosial Kota Tarakan mengatakan bantuan tersebut telah dicabut oleh pemerintah pusat. Namun, saat saya mencoba konfirmasi kepada kementerian sosial, jawaban yang diberikan sangat mencengangkan. Pemerintah pusat mengaku tidak pernah mencabut bantuan tersebut,’’ ungkap Tia.
Tia merincikan sejumlah keperluan yang dibutuhkan oleh sejumlah anak tersebut seperti baju sekolah, biaya sekolah. Uang baju untuk satu anak dikenakan harga Rp 650 ribu. Dalam hal ini, ia mempertanyakan peran pemerintah.
Dalam Undang-undang perlindungan anak disebutkan jika pemerintah berperan untuk menjaga, melindungi bahkan menghidupi ke tujuh anak tersebut.
Menanggapi persoalan ini, pihaknya telah melaporkan kondisi tersebut ke sejumlah pihak terkait, namun tidak ada hasil dari laporan tersebut.
‘’Dinas terkait pernah menjanjikan untuk memberikan baju sekolah. Saat H-1 sebelum masuk sekolah. baju yang dijanjikan pemerintah ternyata tidak ada dengan alasan tidak memiliki anggaran,’’ ujar Tia.
Tia menjelaskan jika komunitas IPNB telah berdiri sejak 10 tahun yang lalu. Ada ratusan jumlah anak yang sudah tertolong dari kegiatan komunitasnya seperti anak putus sekolah, anak sakit bahkan orang yang tidak mampu.
Untuk masyarakat yang tidak mampu, ia sangat berharap kepada pemerintah maupun pihak terkait seperti RT, Kelurahan dapat adil dalam menentukan siapa yang layak menerima manfaat bantuan dari pemerintah. Ia meminta agar pemberian bantuan tersebut dapat tepat sasaran.
Lebih dalam, terdapat sejumlah anak yang terlibat dalam penggunaan dan peredaran narkotika jenis sabu lantaran hidup dan bergaul di kampung narkoba.
Bukan itu saja, sejumlah ranah kekerasan pada anak pernah ditemui oleh pihaknya seperti kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang tua kandung, penganiayaan terhadap anak, pernikahan diri lantaran dipaksa oleh orang tua bahkan eksploitasi ekonomi pada anak.
‘’Fakta yang telah kami sebutkan menjadi sangkal kami mengapa Kota Tarakan mendapatkan katagori pratama KLA 2023. Penghargaan tersebut tidak menjawab kenyataan yang tengah terjadi,’’ terang Tia saat didampingi komunitas IPNB, Senin (25/7/2023).
Kini, Tia tengah diperhadapkan dengan sejuta masalah menyangkut anak. Dengan penuh harap peran pemerintah untuk terjun langsung ke lapangan guna menyelamatkan para generasi emas. Komunitas IPNB berkomitmen dalam menuntaskan permasalahan anak di Kota Tarakan. Pihaknya pun bersedia melakukan kolaborasi dengan pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan.
Berbeda dari sebelumnya, Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Tarakan Rinny Faulina mengakui jika pihaknya masih memiliki sejumlah kekurangan.
Kekurangan yang dimaksud adalah masih adanya pedagang asongan anak, selain itu masih ada iklan rokok yang terpampang di sepanjang jalan.
Ihwal penilaian KLA, bukanlah hanya peran dari DP3APPKB semata melainkan tugas seluruh OPD di Kota Tarakan. Banyak indikator dalam penilaian KLA karena masing-masing OPD juga terlibat dalam penilaian KLA.
“Seperti contoh penilaian KLA dalam klaster kesehatan merupakan tugas dari Dinas Kesehatan Kota Tarakan yang berperan menjaga kesehatan anak mulai dalam kandungan hingga berumur 12 tahun,” ucap Rinny.
Pada tahun 2022 pihaknya menargetkan Kota Tarakan meraih katagori madya. Namun, hal tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Dengan terbentuknya Peraturan Daerah (Perda) tentang kota layak anak seluruh pihak Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dapat menjalankan nilai yang tertuang dalam Perda tersebut.
Rinny mengatakan, jika Komunitas IPNB terlibat sebagai pemerhati anak, ia mengajak komunitas tersebut untuk turut serta dalam menertibkan pedagang asongan anak.
Guna meningkatkan kategori KLA, pihaknya berencana melakukan evaluasi bersama gugus tugas sambil menunggu hasil dari penilaian panitia.
Rinny bersedia melakukan audiensi dengan komunitas IPBN, ia berharap dengan pertemuan tersebut diharapkan masing-masing pihak dapat memperbaiki dan membenahi permasalahan seputar anak di Kota Tarakan.
‘’Silakan sampaikan data tersebut kepada kami agar kita bisa sama-sama melakukan perbaikan bersama. Kami tidak menutup diri terhadap kritikan, malahan hal tersebut dibutuhkan dalam perbaikan kinerja kami,’’ tutupnya.(*)
Reporter: Okta Balang
Editor: Ramli