benuanta.co.id, TARAKAN – Pekerja merupakan aset berharga perusahaan yang wajib dijaga. Namun, masih banyak perusahaan tidak memprioritaskan jaminan keselamatan para pekerja dan melakukan penunggakan iuran BPJS Ketenagakerjaan.
Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan Cabang Tarakan pada bulan Juni tahun 2023. Terdapat 849 jumlah badan usaha mikro yang memiki nilai tunggakan hingga mencapai Rp 8 miliar.
Lalu ada 10 badan usaha penunggak iuran terbesar di Kalimantan Utara (Kaltara). Di antaranya PT Intracawood Manufacturing, PT Sebaung Sawit Plantation, PT Palem Segar Lestari, PT Sucofindo Episi Unit Tarakan dan Sesayap, PT Bukit Borneo Sejahtera, Koperasi TKBM Karya Tarakan, Koperasi TKBM Pulau Bunyu, CV Karya Jaya Indah, Cv Makmur Baru Jaya serta PT Nusantara Wana Karya.
Kepala Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Tarakan, Wahyu Diannur menjelaskan terdapat 849 jumlah perusahaan yang menunggak dalam membayar iuran BPJS dengan total keseluruhan mencapai Rp 8 miliar. Salah satunya PT Intraca yang melakukan penunggakan senilai Rp 4,2 miliar.
Perusahaan yang melakukan penunggakan iuran BPJS akan berdampak terhadap manfaat yang akan diberikan kepada pekerja.
Pihaknya juga tidak bisa menyalurkan santunan meninggal dunia. Termasuk tidak bisa melakukan pelayanan di rumah sakit jika terjadi kecelakaan terhadap pekerja, dan pencairan jaminan hari tua. Saat dicairkan para pekerja tidak bisa mencairkan saldonya secara utuh lantaran iuran menunggak menyebabkan segala hal menjadi terhambat.
“Kami menyarankan akan pihak perusahaan agar memprioritaskan hak para pekerja,” ucap pria berkacamata ini saat berada di ruanganya, Kamis (20/7/2023).
Ihwal pungutan iuran yang dibayarkan perusahaan untuk satu karyawan, Wahyu menuturkan hal tersebut tergantung gaji yang diterima oleh karyawan. Dalam ketiga program tersebut seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan kematian BPJS Ketenagakerjaan telah melakukan pemotongan sebesar 6,24 persen dari total gaji para pekerja.
“Yang dipotong dari gaji para pekerja sebesar 3 persen, sisanya pihak perusahaan yang tanggung. Masing-masing pekerja memiliki potongan yang berbeda karena setiap perusahan memiliki presentasi resiko kecelakaan kerja yang tidak sama dengan perusahaan lainnya. Dalam hal tersebut ditentukan oleh lembaga buruh internasional,” bebernya.
Sedangkan instansi pemerintah jika terjadi tunggakan iuran ini tak begitu berpengaruh karena bersumber APBD. Namun akan menjadi masalah jika perusahan swasta melakukan penunggakan. Penunggakan iuran dari perusahaan swasta selama ini disebabkan faktor keuangan dan kelalaian.
“Uangnya ada nih, tapi secara sengaja iuran tersebut tidak dibayarkan sehingga menjadi piutang,” jelasnya.
Perusahaan yang melakukan tunggakan akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar 2 persen dari pokok iuran. Seperti kasus tunggakan pada PT Intraca. Hal tersebut sudah masuk ke dalam ranah Kejaksaan karena tunggakannya sudah lewat dari 6 bulan.
Untuk sanksi adminitratif perusahaan yang menunggak bisa mendapatkan teguran dari bidang pengawasan pemeriksaan BPJS Ketenagakerjaan serta mendapat denda dari total penunggakan. Selebihnya untuk denda diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 44 pasal 22.
Dalam per bulan 2 persen akan diakumulasi hingga bulan berikutnya. Untuk sanksi pidana dijelaskan dalam UU 24 bahwa ancaman pidananya selama 4 tahun penjara dengan sanksi denda sebesar Rp 1 miliar.
“Sanksi pidana tersebut masuk ke dalam ranah penggelapan, di mana unsur yang memenuhi unsur pidana itu adalah ketika perusahaan menungak iuran. Namun tetap memotong iuran porsi setoran karyawan karena ada gaji namun tidak disetorkan kepada BPJS tenagakerja,’’ ujarnya.
Kasus serupa, lanjut Wahyu, pernah terjadi di Kalimantan Barat. Iuran dari pekerja dipotong setiap bulannya namun tidak disetorkan kepada BPJS Ketenagakerjaan sehingga ada dugaan penggelapan dana yang disanksikan dengan hukuman pidana.
Sebagai perpanjangan tangan pemerintah yang memberikan manfaat kesejahteraan kepada masyarakat maupun pekerja. Tugas BPJS Ketenagakerjaan menjadi terhambat akibat tunggakan yang dihasilkan oleh para perusahaan tersebut. Sementara, perusahaan yang melakukan tunggakan tentunya mendapatkan sejumlah sanksi berupa sanksi administrasi maupun pidana.
“Perusahaan seharusnya menganggap seluruh pekerjanya adalah aset, ketika si pekerja tidak di bayarkan secara layak oleh manajemen perusahaan, maka para pekerja bisa melakukan mogok kerja yang dampaknya akan merugikan perusahan itu sendiri,” ungkapnya.
Guna mendapatkan solusi dari permasalahan tersebut, pihaknya telah melakukan sejumlah pendekatan kepada instansi dengan mitra dengan cara mengingatkan di setiap bulannya. Termasuk melakukan pemberitahuan tunggakan berupa Surat Panggilan (SP 1) hingga SP 3 kepada perusahaan yang melanggar.
“Jika tidak diindahkan, maka perusahan tersebut akan dipanggil oleh kejaksaan. Kejaksaan bersama perusahaan akan menetapkan komitmen tentang waktu pelunasan tunggakan tersebut. Jika SP 1 tidak dijalankan oleh perusahaan maka akan dilakukan SP 2 dengan menagih komimen perusahaan dalam melakukan pembayaran iuran,” tuturnya.
Wahyu kembali menegaskan, BPJS Ketenagakerjaan hanya instrument pengelolaan uang para pekerja. Ketika perusahaan tersebut tidak membayar iuran maka secara otomatis dana pengelolaan tersebut tidak masuk sehingga merugikan para pekerja. (*)
Reporter: Okta Balang
Editor: Yogi Wibawa