Pentas Jual Beli Sabu di Dalam Gang

Perasaanya seakan tidak tenang sejak para remaja sering menggunakan halaman rumahnya sebagai tempat transaksi sabu, beberapa tahun terakhir. Perasaan itu semakin menjadi – jadi ketika warga dan anak usia 4 hingga 6 tahun sering melihat transaksi sabu di sekitar kediamannya. Bahkan, ia sampai putus asa dan ingin menjual rumahnya untuk terhindar dari aktivitas lingkungan yang negatif.

Generasi penerus kota ini perlahan tapi pasti akan dirusak dengan keberadaan narkotika. Bukannya sibuk dengan pelajaran di bangku sekolah, sejumlah anak usia belasan tahun di Jalan Aki Balak RT 20, Kelurahan Karang Anyar Pantai, Kecamatan Tarakan Barat malah asik menjajakan sabu di depan rumah warga.

Peredaran sabu di Kota Tarakan tak bisa dipandang sebelah mata. Kini, berjualan sabu bukan lagi hal yang menakutkan bagi sebagian kalangan. Cara berjualannya pun mulai terbuka. Layaknya berjuala barang legal, anak belasan tahun di Gang Borneo, Jalan Aki Balak wara-wiri mendatangi pembeli kristal mematikan itu. Tak ada wajah cemas. Suara mereka lantang menawarkan. Bahkan, beberapa pelanggan terlihat santai saat membeli sabu. Transaksinya pun di pinggir jalan di dalam gang, kadang juga sambil duduk – duduk di depan rumah warga.

Para penjual sabu ini sudah tahu siapa pelanggan dan bukan. Interaksi pelanggan dan penjual seperti sudah saling kenal, tahu keadaan aman dan tidak. Hal itu tak lain karena didukung kondisi sekitar yang terkesan tak mempermasalahkan aktivitas itu. Kebanyakan, pedagang sabu usia belasan ini sudah putus sekolah. Ada juga usia puluhan, mereka masih muda – muda. Perawakannya sepantaran anak SMA atau lebih cocoknya duduk di bangku kuliah.

Berita terkait :

Setelah penggerbekan judi pakyu oleh Polres Tarakan pada Selasa, 29 Mei 2023 lalu. Benuanta.co.id melakukan penelusuran di beberapa gang di Jalan Aki Balak yang terkenal dengan peredaran sabu dan perjudiannya. Informasi terkait keberadaan perjudian dan peredaran sabu ini datang dari beberapa warga yang resah dengan aktivitas para pemuda di gang – gang itu. Bahkan, warga seakan sudah tak mau memberikan teguran lagi. Bukannya berkurang, makin hari malah makin gencar melakukan peredaran narkoba.

30 menit berlalu, seorang wanita berjilbab datang dengan motor metic langsung menuju ke arah remaja yang sedang berdiri di pinggir gang. Interaksi mereka singkat. Lalu, wanita yang mengenakan pakaian serba hitam dan menggunakan masker itu pergi membawa bungkusan kecil berisi sabu. Tak lama berselang, datang dua pria berboncengan. Suaranya lantang, menyampaikan soal transaksi sabu dibayar melalui e-banking.

Setidaknya ada 5 hingga 8 orang yang datang silih berganti membeli sabu. Terdapat tiga orang di lokasi tersebut saling berbagi tugas, ada yang melakukan transaksi, ada yang menjaga dan menyimpan sabu, ada pula yang berperan menjaga keamanan melalui Handy Talkie (HT).

Peredaran barang haram di dalam gang ini seakan lirih menusuk dada ketika melihat keberadaan anak – anak usia 4 tahun di sekitar para remaja sedang melakukan transaksi sabu. Beberapa anak kecil yang sedang asik bermain di atas semenisasi gang saling melempar canda. Kepolosan anak – anak ini tak bisa ditampik. Mereka bahkan tak sungkan menyampaikan informasi apa yang mereka dapatkan dari lingkungan rumahnya.

“Bapakmu dipenjara. Ada fotonya,” sebut salah seorang anak saat bermain.

Nggak. Bapakku masuk tambak,” sahut seorang anak lainnya dengan lirih.

Keberadaan para pengedar – pengedar sabu itu justru akan ditiru para anak yang hampir setiap harinya melihat aktivitas transaksi sabu. Beberapa warga sekitar pun tak setuju dengan adanya perdagangan terlarang ini. Selain lingkungannya menjadi tak sehat lagi, warga yang mengetahui pun merasa sudah sangat resah bahkan ada yang mau menjual rumahnya karena khawatir terdampak aktivitas negatif.

Charly bukan nama sebenarnya, mengaku aktivitas peredaran sabu di dalam gangnya ini sudah berlangsung beberapa tahun belakangan. Kerap kali dirinya meminta beberapa remaja tak melayani pembeli sabu di dekat rumahnya, namun bukannya mematuhi para pengedar ini malah berjualan tak jauh dari teras rumahnya.

“Saya tidak setuju dengan aktivitas yang mereka lakukan, penjual terkadang warga sekitar, terkadang juga warga dari luar begitupun juga pembeli narkoba diketahui warga luar,” ucapnya.

Charly mengisahkan, para penjual tak jarang duduk di teras rumahnya. Hal tersebut membuat pemilik rumah menjadi geram. Selain itu, calon pembeli sabu sering menganggap rumah miliknya sebagai tempat berjualan sabu. Saking geramnya, ia berniat untuk menjual rumahnya lantaran kediamannya kerap didatangi para calon penjual sabu.

“Pernah saya sampaikan kepada mereka (penjual sabu) saya tidak ikut campur urusan kalian, tapi tolong hargai saya sebagai pemilik rumah. Selain itu, sering pembeli sabu mengetok pintu rumah karena menganggap saya sebagai penjual sabu-sabu. Kejadian tersebut sering terjadi, malam maupun pagi, sering orang datang ke sini tanya-tanya. Kalau pagi dan siang mereka di bawah pohon mangga, jika malam mereka geser ke depan,” terangnya.

Penggunaan HT oleh sebagian pengedar pun tak ditampik Charly. Diam – diam, Charly sering mengamati para pengedar ini saat menggunakan HT. Tak lain untuk bertukar informasi agar transaksi tetap aman di dalam gang, lalu dari luar gang ada yang berperan mengamati setiap kendaraan yang masuk. Kata Charly, bila ada pihak yang mencurigakan masuk ke dalam gang maka para pengedar sudah kabur lebih dulu. Warga sekitar, menurutnya sudah terbiasa dengan pelaku – pelaku yang ditangkap lalu dibebaskan lagi. Asumsi warga karena bandar tempat para pelaku kerja memiliki jaringan yang kuat, sehingga pengedar yang ditangkap bisa bebas berjualan kembali. Ia dan warga sekitar hingga kini belum mengetahui siapa bandar yang mempekerjakan para remaja tersebut.

Meski belum pernah melapor atas keresahan tersebut ke RT, namun ia dan warga sekitar percaya RT dari beberapa gang sudah mengetahui aktivitas terlarang itu. Buktinya, para pengedar bisa silih berganti berjualan di dalam gang meski beberapa pengedar bukan warga setempat. Seakan sengaja memelihara lingkungan peredaran sabu di Kota Tarakan, kata Charly beberapa pria yang ditengarai sebagai petugas penegak hukum datang mengambil setoran. Tujuannya tak lain agar aktivitas peredaran sabu di lingkungan itu tetap terjaga dan aman.

“Sejauh ini mereka tidak pernah memberikan saya sogokan. Sekalipun mereka kasih saya uang, saya akan tolak. Saya khawatirkan, semisal terjadi pengerebekan dan baku tembak, ditakutkan peluru bisa nyasar ke anak-anak maupun ke rumah warga, saya tidak punya daya. Terkadang setiap hari petugas masuk ke dalam gang ambil uang setoran, terkadang Rp200 ribu dan dapat rokok. Terkadang, pelaku tiba-tiba lari ke belakang jika mendapatkan informasi ada petugas ataupun orang asing yang masuk di dalam wilayah tersebut. Saya berharap aparat dapat serius menangani permasalahan di lingkungan kami,” tutupnya. (*)

Editor : Redaksi benuanta.co.id

TS Poll - Loading poll ...
Coming Soon
Calon Pemimpin Kaltara 2024-2029 Pilihanmu
{{ row.Answer_Title }} {{row.tsp_result_percent}} % {{row.Answer_Votes}} {{row.Answer_Votes}} ( {{row.tsp_result_percent}} % ) {{ tsp_result_no }}

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *