Terlengkap Soal Pajak PAP, Bapenda Kaltara Adopsi Aturan Bapenda Sulsel

benuanta.co.id, BULUNGAN – Potensi pajak di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) sangat banyak, salah satu yang difokuskan oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Kaltara adalah pengelolaan dan pemanfaatan air permukaan. Di mana air permukaan ini potensi pajaknya sangat besar.

Agar memiliki regulasi yang baik, Bapenda Kaltara pun melakukan kunjungan ke Bapenda Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel). Pasalnya Bapenda Sulsel miliki peraturan daerah yang kompleks tentang pajak air permukaan (PAP).

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
2114 votes

Kepala Bapenda Kaltara Dr. Tomy Labo mengatakan latar belakang pihaknya berkunjung ke Bapenda Sulsel setelah rapat Asosiasi Pengelola Pendapatan Daerah se-Indonesia (APPDI), dimana sebelumnya Bapenda Sulsel memaparkan bagaimana mengoptimalisasi pajak air permukaan.

“Oleh karena itu, kami melihat peraturan Gubernur Sulsel, disana ada temuan menarik. Pasalnya didalam Pergub kita baru 3 hal yang kita atur, yakni NPAP namanya atau nilai perolehan air permukaan untuk perusahaan, NPAP untuk PDAM dan NPAP untuk PLN,” ucap Tomy, Kamis, 25 Mei 2023.

Sedangkan yang ditemukan dan dikelola Bapenda Sulsel terbagi atas 7 sektor. Di antaranya pajak Water Levy yang hanya Pemprov Sulsel yang mengelolanya. Kata dia, Kaltara memiliki PLTA yang berbeda jika di Sulsel permandian umum dilakukan penarikan pajak, sedang Kaltara belum.

“Hanya bedanya disana ada permandian umum yaitu tempat wisata yang alami maupun buatan tetap dipungut PAP-nya,” tuturnya.

Lanjutnya, pihaknya melihat di Kaltara ada beberapa potensi, sebelum pergub di Kaltara belum mengatur itu makanya Bapenda Kaltara melakukan studi banding kesana terkait aturannya.

Tomy menjelaskan karena mengacu pada aturan yang diatas yaitu Permen PUPR Nomor 15 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penghitungan Besaran Nilai Perolehan Air Permukaan, itu tidak mengatur tentang permandian umum maupun water levy ataupun perhitungan perkebunan kelapa sawit dan pertanian.

“Sebagai gambaran di Sulsel per 30 April 2023 realisasi air permukaan (AP) nya sudah Rp 93 miliar sedangkan di Kaltara baru Rp 185 juta. Berdasarkan kunjungan kita kesana, sumbangsih terbesar PAP di Bapenda Sulsel adalah water levy. Ini karenakan mereka menggunakan perhitungan dari Megawatt yang digunakan,” terangnya.

“Kalau kami di PLN berapa limit air yang masuk sebagai penggerak turbin. Sedangkan di Sulsel itu menghitung adalah output kelistrikannya, jadi per MW yang dihasilkan water levy dan beberapa rumus lainnya maka keluarlah PAP-nya. Inilah salah satu celah mereka menerima pajak sehingga kita bisa terapkan di Kaltara,” jelasnya.

Sama halnya dengan PLTA mau PLTMG di Sulsel tetap menggunakan output dari sisi KWh bukan dari inputan penggunaan atau pemakaian airnya. Ternyata ini tidak bertentangan dengan aturan di atas, namun celahnya ada di Kementerian PUPR.

“Makanya kita bersurat kepada Kementerian PUPR bidang SDA untuk menggunakan NPAP berdasarkan KWh, kami mendapatkan jawaban boleh maka kita akan atur lewat pergub. Pergub ini terbentuk ada fasilitasi ke Kemendagri, dimana tidak mempermasalahkan hal tersebut maka disahkanlah pergub tersebut,” katanya.

Masih Tomy, ia menyebut potensi PAP di Kaltara adalah dengan hadirnya PLTA Mentarang dan juga KIPI, untuk itu di PLTA Mentarang pihaknya akan menggunakan KWh.

“Saat ini kita lagi penyusunan perda tapi pergubnya belum, pergubnya akan kita benchmarking terhadap Pergub yang ada di Sulsel,” pungkasnya. (adv)

Reporter: Heri Muliadi

Editor: Yogi Wibawa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *