Waspada! Virus Flu Babi Afrika Mulai Marak di Sulsel

benuanta.co.id, SULSEL – Virus flu babi atau virus African Swine Fever (ASF) mulai marak di Sulawesi Selatan. Beberapa waktu lalu publik dikejutkan dengan kematian ribuan ekor babi di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Berdasarkan data yang dihimpun, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Luwu Timur, mencatat dari   38.556 populasi babi,
ada sekitar 17.105 mati karena serangan virus African Swine Fever pada periode 12-15 Mei 2023.

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
1545 votes

Babi terserang virus tersebut tersebar di 11 kecamatan dan kematian terbesar di Kecamatan Tomoni Timur dengan 8.598 ekor dari populasi 12.054 ekor.

Namun rupanya, kasus babi terserang virus ASF di Luwu Timur bukan yang pertama di Sulsel.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan melaporkan secara resmi, bahwa kasus kematian ternak babi sudah terjadi akhir 2022 lalu.

Kasus kematian ternak babi dilaporkan, juga terjadi di Kabupaten Gowa dan Luwu Utara.

“Bulan Januari kami mendapatkan kematian babi di Pacellekang, Gowa yang dicurigai ASF. Tim Dinas Peternakan Kabupaten dan Balai Besar Veteriner Maros Kementerian Pertanian menginvestigasi dan hasilnya positif. Ternyata kematian ternak itu sebenarnya bermula dari akhir Desember 2022,” kata Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sulsel, Nurlina Saking melalui keterangannya yang dikutip, Rabu (17/5/2023).

Di Kabupaten Gowa didapatkan berdasarkan laporan masyarakat dengan tanda klinis diare hingga akhirnya mati dalam jumlah banyak. Saat investigasi pertama pada Januari 2023, jumlah kematian babi diperkirakan mencapai 4.000 ekor atau 0,1 persen dari total populasi 25.421 ekor.

Kemudian di Luwu Utara, informasi kematian ternak babi diperoleh dari Puskeswan setempat pada April 2023. Kematian babi ditemukan dengan tanda klinis tidak nafsu makan, demam, pendarahan di hidung dan telinga, sesak napas, feses encer berwarna coklat kehitaman hingga feses bercampur darah. Sebanyak 4.529 ekor mati atau 0,59 persen dari 75.500 ekor babi.

Nurlina Saking menjelaskan, angka kematian babi akibat ASF itu masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan yang diakibatkan oleh PMK. Hanya saja, dia tetap meminta para peternak waspada karena ASF tetap memiliki daya serang yang sangat cepat.

“Yang di Gowa itu bertahan yang babi-babi kecil. Mungkin daya maternal anti bodinya masih bagus sehingga dia masih bisa bertahan tapi imbauan sudah kita sampaikan,” kata Nurlina.

Selain ketiga kabupaten tersebut, Pemprov juga mulai meningkatkan antisipasi di Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara. Walaupun belum ada kasus babi mati karena ASF.

Hanya saja kewaspadaan di daerah tersebut perlu ditingkatkan mengingat kehidupan masyarakat setempat erat dengan babi layaknya hewan peliharaan biasa. Mengingat, jumlah populasi babi di Sulsel paling banyak tercatat di Toraja Utara.

Nurlina mengatakan bahwa penyakit ASF ini merupakan penyakit demam babi Afrika dan bukan flu babi seperti biasanya. ASF atau African Swine Fever merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dan dapat menulari babi, baik liar maupun domestik.

Kasus ASF, kata dia, sebenarnya telah dilaporkan terjadi di Indonesia pada akhir 2019 silam di Provinsi Sumatera Utara. Saat itu, Pemprov juga langsung memperketat lalu lintas babi ke Sulsel mengingat populasi babi yang cukup besar. Namun, hal itu ternyata tak dapat dihindari sehingga mau tidak mau pemerintah harus berupaya mencegah penularan lebih meluas.

Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sulsel, data populasi babi tersebar di 10 kabupaten yaitu Gowa  (25.421 ekor), Maros (3.274 ekor), Wajo (440 ekor), Pinrang (7.164 ekor), Tana Toraja (346.710 ekor), Palopo (869 ekor), Luwu (15.899 ekor), Luwu Utara (75.510 ekor), Luwu Timur (24.103 ekor), dan Toraja Utara (24.103 ekor). Dengan demikian, total populasi babi di Sulsel mencapai 952.067 ekor.

Di awal Februari 2023, Pemprov Sulsel telah mengimbau 10 kabupaten yang memiliki populasi babi agar waspada dengan lalu lintas babi. Nurlina mengatkan bahwa hingga saat ini Pemprov tidak menutup lalu lintas daging babi dari luar Provinsi, namun pemkab berhak menutup lalu lintas daging babi antar kabupaten jika memang ingin.

“Kami tidak menerima atau memasukkan melaluilintaskan babi khususnya dari Gowa. Rupanya sepertinya ada yang masuk daging babi karena kan sudah sakit dan mati. Mungkin ada daging babi yang berpindah dari Luwu Timur ke Luwu Utara,” imbuh Nurlina.(*)

Penulis: Akbar

Editor: Ramli

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *