Adik Menteri Pertanian HYL Tersangka Kasus Korupsi, Terancam 20 Tahun Penjara

benuanta.co.id, Makassar – Kejati Sulsel menetapkan adik kandung Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Haris Yasin Limpo (HYL) sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi di lingkup PDAM Makassar pada tahun 2016-2019.

Di mana HYL yang merupakan mantan Direktur Utama PDAM Makassar periode 2015-2019 diduga melakukan tindak pidana korupsi pembayaran tantiem dan bonus jasa produksi tahun 2017-2019, serta premi asuransi dwiguna jabatan wali kota dan wakil wali kota Makassar pada tahun 2016-2019.

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
1586 votes

Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara ditaksir mencapai Rp20.318.619.975. Dalam kasus ini HYL dijadikan tersangka bersama
mantan Direktur Keuangan PDAM Makassar Irawan Abadi, dan keduanya langsung ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Makassar.

Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sulsel Yudi Triadi mengatakan, dalam perkara ini penyidik menjerat kedua tersangka dengan Pasal 2 Ayat (1) Juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) k 1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

“Sesuai pasal-pasal yang ditetapkan, ancaman penjara 20 tahun,” kata Yudi kepada awak media ketika melakukan sesi konferensi pers, Selasa (11/4/2023).

Penetapan tersangka tersebut setelah penyidik mengantongi dua alat bukti. Di mana HYL dan Irawan Abadi ditetapkan tersangka berdasarkan pembagian laba PDAM pada tahun 2016 sampai 2019. Menurut aturan, pembagian laba seharusnya berdasarkan rapat direksi yang disetujui oleh dewan pengawas kemudian ditetapkan oleh wali kota. Namun pada kurun waktu tersebut, tidak pernah ada rapat pembahasan atau rapat direksi penetapan penggunaan dan pembagian laba.

Serta tidak dilakukan notulensi sehingga tidak terdapat risalah rapat, melainkan pengambilan keputusan oleh direksi hanya berdasar rapat per bidang.

” Jika tentang keuangan maka pembahasan tersebut hanya terdiri dari Direktur Utama dan Direktur Keuangan PDAM Kota Makassar,” jelas Yudi.

Meski PDAM Makassar mendapatkan laba, seharusnya perusahaan itu memperhatikan adanya kerugian. Dalam hal ini kerugian akumulasi sejak berdirinya perusahaan, sebelum mengusulkan untuk menggunakan laba. Tersangka Haris dan Irawan tidak mengindahkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2007 tentang Organ dan Kepegawaian PDAM, Peraturan Daerah Makassar Nomor 6 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017.

“(Tersangka) beranggapan bahwa pada tahun berjalan kegiatan yang diusahakan memperoleh laba. Sedangkan akumulasi kerugian bukan menjadi tanggung jawabnya, melainkan tanggung jawab direksi sebelumnya sehingga mereka berhak untuk mendapatkan untuk Pembayaran Tantiem dan Bonus/Jasa Produksi yang merupakan satu kesatuan dari Penggunaan Laba yang diusulkan,” kata Yudi.

Di sisi lain, terdapat Premi Asuransi Dwiguna Jabatan Bagi Walikota dan Wakil Walikota Makassar. Asuransi AJB Bumiputera diberikan berdasarkan perjanjian kerja sama PDAM Kota Makassar dengan Asuransi AJB Bumiputera.

Namun tersangka berpendapat lain tanpa memperhatikan aturan perundang-undangan bahwa Walikota dan Wakil Walikota sebagai pemilik modal ataupun KPM tidak dapat diberikan Asuransi tersebut oleh karena yang wajib diikutsertakan adalah Pegawai BUMD pada program jaminan kesehatan, jaminan hari tua dan jaminan sosial lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Sehingga pemberian asuransi jabatan bagi walikota dan Wakil Walikota tidak dibenarkan dengan dasar bahwa selaku pemilik perusahaan daerah pemberi kerja yang berkewajiban untuk memberikan jaminan kesehatan bukan sebagai penerima jaminan kesehatan,” pungkasnya.(*)

Penulis: Akbar

Editor: Ramli

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *