Psikolog Nilai Ada Perubahan Pola Pikir Anak di Bawah Umur Berjualan

benuanta.co.id, TARAKAN – Fenomena anak di bawah umur berjualan di Kota Tarakan menjadi salah satu permasalahan sosial. Terlebih anak-anak ini berjualan hingga larut malam. Tentu, keamanan di jalan menjadi resiko yang tinggi bagi anak-anak tersebut.

Dari pandangan psikolog, anak-anak tersebut akan mendapatkan dampak yang buruk dari segi mental. Diyakini anak-anak itu akan mengalami traumatik dan kepercayaan diri yang kurang.

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
1539 votes

“Perubahan pola pikir juga yang seharusnya belajar di sekolah tapi karena tuntutan mereka jadi lebih cepat dewasa. Serta perubahan perilaku ya kita tidak tahu apa yang dialami dari keluarga atau lingkungan di luar sana,” jelas Psikolog, Hj. Cici Ismuniar, M.Psi kepada benuanta.co.id, Ahad (19/2/2023).

Baca Juga :  Ini Saran Ombudsman Koreksi Layanan Mudik di Pelabuhan Malundung Tarakan

Disinggung soal kewajaran, menurutnya anak-anak ini sudah merasakan mendapatkan uang dari hasil jerih payah sendiri. Justru ini sangat tidak baik karena lebih memprioritaskan mencari penghasilan dibandingkan bersekolah.

“Karena jumlah anak yang jualan itu bukan sedikit lagi. Cukup banyak juga yang saya lihat,” tuturnya.

Dari segi perilaku sendiri anak-anak juga memiliki pola pikir bahwa orang yang didatangi nya harus membeli dagangannya. Hal ini terkesan memaksa karena pola pikir untuk mendapatkan uang tersebut.

“Kalau usia-usia segitu ya harusnya memikirkan belajar. Tapi karena lingkungan meminta mereka bekerja ya mau tidak mau mereka lebih dewasa dari anak yang seusia nya. Mereka pasti memikirkan target kalau jualan harus habis,” lanjut Cici.

Baca Juga :  Lima Angkutan Laut di Pelabuhan Malundung Sudah Uji Kelaikan  

Target yang dipikirkan oleh anak tersebut ialah jualan yang harus habis. Jika tidak akan mendapatkan punishment. Berdasarkan pengalamannya, punishment yang biasa diberikan ialah jam kerja yang lebih hingga tidak bisa bersekolah.

Terlebih dalam kasus ini, orang tua juga berperan aktif dalam meminta anak untuk berjualan. Inipun juga dapat menjadi beban anak-anak dalam kesehariannya.

“Tertekan untuk membiayai keluarga juga kan. Itu anak bisa menjadi extrovert. Walaupun happy di jalanan tapi sebenarnya ada ke khawatiran hukuman tadi,” beber wanita yang juga Pendiri Biro Psikologi Baloy Rakajasa Kaltara.

Dalam hal ini peran pemerintah seharusnya dapat menindak tegas atau dapat memberikan fasilitas seperti kembali bersekolah. Mengingat anak-anak merupakan generasi bangsa.

Baca Juga :  DKP Kaltara Tes Kandungan Formalin pada Ikan di Tiga Pasar Tradisional Tarakan

“Harus dimotivasi untuk bisa sekolah. Jangan sampai motivasinya rendah untuk sekolah lagi. Orang tuanya juga harus diintervensi, ada apa gitu. Kalau soal ekonomi, ekonomi yang seperti apa,” urai Cici.

Sebagai Psikolog ia sangat tertarik dengan permasalahan eksploitasi kesejahteraan anak. Ia juga mengapresiasi pendataan dari pemerintah terkait masyarakat yang kurang mampu, sehingga dapat memberikan bantuan sosial.

“Pemerintah sudah sangat baik. Ada juga orang tuanya jadi tukang parkir tapi anaknya yang meminta uang ke pengendara. Itu juga salah satu eksploitasi anak. Bisa dituntut secara hukum dengan hukuman mempekerjakan anak di bawah umur itu tidak boleh,” tandasnya. (*)

Reporter: Endah Agustina

Editor: Yogi Wibawa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *