benuanta.co.id, NUNUKAN – Sebagian masyarakat di wilayah pedesaan Kabupaten Nunukan, masih menganggap pernikahan dini sebagai budaya turun temurun. Namun sisi lainnya pernikahan dini juga turut menyumbang meningkatnya stunting pada anak.
Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), usai menikah yang ideal yakni 21 tahun bagi perempuan dan usia 25 tahun bagi laki-laki. Pernikahan anak di bawah umur 18 tahun wajib dicegah karena rawan dan punya dampak sosial dan psikologis.
Perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun berpotensi keguguran, anak dan ibu rentan terhadap penyakit, kualitas anak yang dilahirkan rendah, gizi buruk dan putus Sekolah.
Camat Sambakung Atulai, Agus Arief Darmawan, menyampaikan hal itu menjadi tantangan tersendiri lantaran sebagian masyarakat menganggap sebagai budaya pernikahan dini di Kecamatan Sembakung Atulai sebagai budaya.
Namun seiring dengan perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi, pemahaman masyarakat terkait hal tersebut perlahan mulai ditinggalkan.
“Dari dewan adat sendiri sudah membalikkan aturan tersebut, bagi masyarakat berani melakukan pernikahan dini usia di bawah umur akan dikenakan denda berupa uang dikisaran Rp 5 juta,” kata Agus Arief Darmawan kepada benuanta.co.id, Ahad (12/2/2023).
“Pernikahan dini ada saja dijumpai ditengah-tengah masyarakat walaupun minim, namun hal itu terjadi karena hamil terlebih dahulu (kecelakaan, red) sehingga mau tidak mau harus dinikahkan,” tambahnya.
Dia juga menyebutkan kecelakaan ini diluar dari pada kendali, ada beberapa faktor yang bisa menjadi penyebabnya yakni kurangnya pengawasan orang tua, faktor lingkungan, dan lainnya.
Alasan masyarakat masih mempercayai pernikahan dini adalah karena anak yang sudah dijodohkan, dan agar tidak jauh dari orang tua maupun faktor lainnya. (*)
Reporter: Damawan
Editor: Yogi Wibawa