Angka Pernikahan Anak di Nunukan Cukup Tinggi

benuanta.co.id, NUNUKAN – Kabupaten Nunukan salah satu daerah di kawasan perbatasan yang termasuk dalam lokasi prioritas (Lokpri). Di mana pada pertengahan tahun 2022 sudah ada 30 kasus perkawinan anak, jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding 2021 yang masih terhitung belasan.

Kepala DSP3A Kabupaten Nunukan Hj. Farida Aryani, membenarkan pernikahan anak usia dini di Kabupaten Nunukan meningkat.

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
1586 votes

“Berita pernikahan anak usia dini memang cukup meningkat di Kabupaten Nunukan,” kata Farida, Rabu 1 Februari 2023.

Dari arahan Presiden Joko Widodo kepada KemenPPPA yang berisikan 5 arahan, yaitu yang pertama peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan. Kedua, peningkatan peran ibu dalam pendidikan anak. Ketiga, penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Keempat penurunan pekerja anak. Kelima, pencegahan perkawinan anak.

Baca Juga :  Cuti Lebaran Diperkirakan 29 Ribu Penumpang Mudik Naik Kapal PT PELNI

Hal itu menjadi point penting bagi DSP3A Kabupaten Nunukan permasalahanan perkawinan anak usia dini ini sangat riskan dan bagaimana nantinya masa depan bangsa.

DSP3A Nunukan juga sudah melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya perkawinan anak usia dini di Nunukan. Salah satunya adalah dengan melakukan pembentukan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) baik di tingkat desa/kelurahan maupun kecamatan. Kemudian pembentukan forum anak, baik di tingkat desa/kelurahan, kecamatan dan kabupaten, serta masih banyak upaya-upaya lainnya yang sudah berjalan.

Berdasarkan data remaja hamil di Nunukan pada tahun 2021 sebanyak 387 kasus, tahun 2022 sebanyak 331 kasus. Sedangkan jumlah persalinan remaja pada tahun 2021 sebanyak 253 kasus, dan tahun 2022 sebanyak 260 kasus.

Baca Juga :  Selama Januari-Maret, 46 Pekerja Migran Indonesia Kabur dari Malaysia lewat Krayan  

Tingginya angka perkawinan anak menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Di antaranya ibu yang berusia di bawah 18 tahun yaitu memiliki 35 persen hingga 55 persen resiko yang lebih tinggi untuk melahirkan bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dibandingkan dengan ibu yang berusia diatas 19 tahun.

Tak hanya itu, angka kematian bayi 60 persen lebih tinggi pada ibu yang masih berusia dibawah 18 tahun. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa anak dari ibu muda memiliki 28 persen resiko kematian di bawah 5 tahun yang lebih besar.

“Kejadian kesakitan dan kematian ini diakibatkan oleh nutrisi ibu yang kurang baik, fisik dan psikis ibu yang belum matang, kurangnya akses bermasyarakat dan akses pelayanan kesehatan reproduksi dan resiko tinggi akan penyakit infeksi,” ujarnya.

Baca Juga :  Bupati Laura Salurkan Bantuan Sembako ke Masyarakat Kurang Mampu

Sementara itu, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak, Bidang Pengasuhan dan Lingkungan KemenPPPA, Rohika Kurniadi Sari, mengatakan bahwa orang tua sangat berperan besar dalam pencegahan perkawinan anak usia dini.

Orang tua melalui keluarga memutus mata rantai dengan melakukan pencegahan perkawinan anak usia dini. Ada lima strategi nasional pencegahan perkawinan anak, yaitu lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak, optimalisasi kapasitas anak, aksesibiltas dan perluasan layanan, penguatan regulasi dan kelembagaan, penguatan koordinasi pemangku kepentingan.

“Jadi di sini peran keluarga terutama bagi kedua orang tua itu mencegah terjadinya perkawinan anak usia dini,” tandasnya. (*)

Reporter: Darmawan

Editor: Yogi Wibawa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *