benuanta.co.id, NUNUKAN – Maraknya penyelundupan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) secara ilegal ke Malaysia dengan melalui jalur tikus di Kabupaten Nunukan. Ini terbukti dari ratusan CPMI yang digagalkan masuk ke Malaysia oleh Aparat Penegak Hukum (APH) di bersama Badan Pelindungan dan Pelayanan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kaltara.
Kepala BP3MI Kaltara, Kombes Pol F Jaya Ginting menyampaikan, berdasarkan data, sepanjang tahun 2022, setidaknya 746 orang CPMI ilegal digagalkan masuk ke Malaysia.
“Tentunya capaian ini merupakan hasil sinergitas dari berbagai pihak,” kata Kombes Pol F Jaya Ginting kepada benuanta.co.id, Kamis (26/1/2023).
Disampaikannya, berdasarkan data yang dirilis oleh BP3MI Kaltara, penggagalan terbesar terjadi pada Februari 2022 lalu, di mana sebanyak 317 orang berhasil digagalkan masuk ke Malaysia secara ilegal melalui jalur-jalur tikus.
Ginting menyampaikan, sinergitas yang dijalin dilakukan bersama dengan aparat Kodim 0911/Nunukan, Lanal Nunukan, Polres Nunukan, Satgas Marinir dan Satgas Pamtas RI-Malaysia.
Yang mana, pencegahan tersebut dilakukan dengan langkah observasi dan orientasi di sejumlah garis perbatasan yang kerap dilalui CPMI ilegal.
Dijelaskannya, tim gabungan selalu melakukan sweeping di Sebatik, kemudian dari Seimenggaris dilanjutkan hingga Sebuku.
“Selain itu, observasi dan orientasi yang kita lakukan di Lumbis Pansiangan tepatnya pintu masuk PLBN,” ucapnya.
Sementara itu, untuk wilayah Krayan, Ginting menyampaikan jika tim gabungan melaksanakan survei untuk potensi ancaman dan kemungkinan terjadi PMI non prosedural di wilayah daratan tinggi tersebut.
“Tentunya kita berharap dengan kita melakukan hal tersebut dapat melakukan pencegahan dan bisa memutus niat pelaku baik calo maupun CPMI untuk masuk secara ilegal ke Malaysia,” ungkapnya.
Tidak hanya melakukan pencegahan terhadap CPMI, langkah tegas juga dilakukan oleh aparat dalam hal ini Pihak Kepolisian terhadap cukong atau calo yang membawa PMI melalui jalur ilegal.
Ginting menegaskan pihaknya akan terus melakukan pencegahan dari hulu ke hilir.
Sehingga ia berharap, pencegahan tidak hanya dilakukan di hilir saja, tapi harus di lakukan di hulu atau di daerah asal para CPMI ini berasal, sehingga semua pihak harus bergandeng tangan untuk melakukan pencegahan dengan memberikan edukasi.
“Ini sesuai dengan Undang-undang (UU) nomor 18/2017 nomor 40, 41 dan 42 tentang perlindungan PMI yang mana ditegaskan pemda memiliki peran untuk mengidentifikasi warganya. Dan untuk provinsi memiliki 11 kewajiban, kemudian kabupaten kota dan desa ada sembilan kewajiban, sehingga inilah yang dinamakan pencegahan dari hulu ke hilir,” pungkasnya.(*)
Reporter: Novita A.K
Editor: Ramli