10 Tahun Masa Pembangunan PLTA, Bappeda Litbang akan Gelar Pertemuan dengan Pengelola

benuanta.co.id, BULUNGAN – Kantongi izin selama 10 tahun untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Sungai Kayan di Kecamatan Peso, PT Kayan Hydro Energy (KHE) hingga saat ini terpantau belum memperlihatkan progres yang berarti di lokasi pembangunan.

Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappeda Litbang), menggelar kegiatan duduk bersama dengan Akademisi dari Universitas Kaltara dan Yayasan Pionir Bulungan.

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
1592 votes

“Informasi terakhir yang kami terima dari rencana PLTA Kayan ini, PT KHE lakukan kerjasama dengan Sumitomo Corporation. Mereka ingin melakukan konstruksi di tahun 2023,” ucap Plt Kepala Bappeda dan Litbang Kaltara, Helmi kepada benuanta.co.id, kemarin

Tak berdiam diri dan ingin mendapatkan informasi lebih dari pengelola, Bappeda Litbang Kaltara dalam waktu dekat akan memanggil PT KHE. Pasalnya, izin yang telah diperoleh sejak tahun 2012 hingga saat ini untuk bukti pembangunan belum ada.

Baca Juga :  ASN Pemprov Diharapkan Tidak Curi Star di Libur Lebaran 

“Kita akan lakukan pertemuan dengan pihak investor untuk meminta keterangan mengenai keterlambatan dari rencana pembangunan PLTA Kayan ini,” tuturnya.

Hanya saja, saat pembangunan dirinya tidak ingin masyarakat yang bermukim di 2 desa yakni Long Pelban dan Long Lejuh yang nantinya ditenggelamkan, pindah ke lokasi baru dengan sendirinya, namun harus dipersiapkan dengan matang oleh pengelola.

“Sebelum melakukan pengerjaan konstruksi bendungan, tentu hal-hal yang berkaitan dengan masyarakat harus klir (usai) dulu. Utamanya yang berkaitan dengan relokasi pemukiman penduduk,” paparnya.

Sementara itu, Akademisi Universitas Kaltara, Irsyad Sudirman menuturkan, saat melihat rencana dari PT KHE, listrik yang akan dihasilkan nantinya mengakomodir seluruh Kalimantan, termasuk di dalamnya Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dan Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) atau biasa juga disebut Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Tanah Kuning Mangkupadi.

Namun dirinya masih menaruh pertanyaan besar, kebijakan izin pembangunan ini diperkirakan merupakan kepentingan nasional atau isu strategis.

Baca Juga :  Biro PBJ Kaltara Dorong Setiap OPD Gunakan E-Katalog

“Pastinya, kalau bicara soal Proyek Strategis Nasional (PSN), daerah juga harus berbicara mengenai apa keuntungan yang didapat daerah dari kegiatan ini. Serta apa dampak yang didapatkan oleh daerah,” terangnya.

Kemudian ulasan yang disampaikan Direktur Yayasan Pionir Bulungan, Doni Tiaka, dia mengatakan rencana PLTA Kayan yang telah memasuki usia 10 tahun namun belum ada progres yang betul-betul nyata dirasakan. Dirinya ingin ada evaluasi dari pemerintah daerah terkait keseriusan dari pihak investor.

“Masyarakat terdampak masih menunggu kepastian dari rencana ini. Tentu akan ada banyak dampak yang perlu menjadi atensi bersama, mulai faktor keamanan, ekonomi sampai sosial dan budaya,” ujarnya.

Dari sektor keamanan sendiri dalam pembangunan bendungan misalnya, dia ingin tahu seperti apa skemanya. Volume air yang akan ditampung dan potensi terjadinya kedangkalan di dalam bendungan itu seperti apa perhitungannya.

“Jangan sampai hal yang demikian justru tidak dilakukan kajian teknisnya sehingga terjadi hal yang tak diinginkan di kemudian hari,” paparnya.

Baca Juga :  SAKIP Pemprov Kaltara Ditargetkan Lebih Baik dari Tahun Sebelumnya

Begitu juga dampak terhadap budaya dari 2 desa ini, Doni Tiaka menjelaskan nantinya ada ribuan orang yang bekerja di PLTA, apakah hal tersebut tidak mengubah budaya orang yang ada.

“Termasuk soal studi Land Acquisition and Resetlement Action Plan (LARAP), apakah dari PT KHE sudah memastikan itu sudah sesuai atau tidak,” terangnya.

Lanjutnya, dalam pembangunan sudah seharusnya studi LARAP, yang merupakan rencana tindak penanganan dampak sosial ekonomi akibat pengadaan tanah dan pemukiman.

“Utamanya terkait dengan rencana relokasi pemukiman dua desa di hulu bendungan I PLTA Kayan, yakni Long Lejuh dan Long Pelban,” sebutnya.

Doni menambahkan, dari berbagai persoalan yang ditemukan dalam rentan 10 tahun itu, maka perlu dilakukan review analisis dampak lingkungan (Amdal) nya baik oleh pelaksana maupun dari pemerintah daerah. (*)

Reporter: Heri Muliadi

Editor: Matthew Gregori Nusa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *