benuanta.co.id, MAKASSAR – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar membebaskan terdakwa Pelanggaran HAM berat Paniai, Papua, Mayor Inf. TNI (Purn) Isak Sattu dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Putusan Majelis Hakim yang diketuai Sutisna Sawati dibacakan Kamis (8/12/2022) kemarin.
“Menyatakan terdakwa Mayor Infanteri Purnawirawan Isak Sattu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat sesuai dakwaan
kesatu dan dakwaan kedua,” ucap majelis hakim dalam amar putusannya.
Dalam putusannya, Majelis Hakim memerintahkan memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat, serta martabatnya.
Terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum diberi waktu untuk menerima maupun mengajukan banding terhadap putusan tersebut.
Menanggapi putusan itu, Jaksa Penuntut Umu memilih untuk pikir – pikir.
Diketahui kasus pelanggaran HAM berdasarkan peristiwa di Paniai, Papua, 8 Desember 2014. Peristiwa itu bermula saat tiga orang pemuda Paniai diduga dianiaya sejumlah orang di Pondok Natal Bukit Tanah Merah, Kampung Ipakiye, Paniai.
Kejadian itu memicu unjuk rasa warga Paniai ke lapangan Karel Gobai di Paniai Timur tepat depan kantor Koramil 1705 Enarotal. Akibat unjuk rasa itu, terjadi penembakan yang mengakibatkan empat orang meninggal dan beberapa orang mengalami luka-luka.
Dalam kasus ini ditetapkan satu terdakwa, Mayor Inf. (Purn) Isak, perwira penghubung (Pabung) di Kodim Paniai saat kejadian.
Sebelumnya Jaksa menuntut hukuman penjara sepuluh tahun bagi terdakwa. Jaksa menuntut terdakwa dengan dakwaan melanggar Pasal 142 Ayat 1 huruf a dan huruf b juncto Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 UU nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Terdakwa juga dituntut dengan pelanggaran terhadap Pasal 42 ayat 1 huruf a dan huruf b, juncto Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h Pasal 40 undang-undang yang sama.
Namun Majelis Hakim menjatuhkan vonis bebas terhadap mantan perwira penghubung Kodim 1705/Paniai tersebut.
Sementara itu, Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Fatia Maulidiyanti menyatakan, dalam kasus ini Isak Sattu terkesan seperti kambing hitam. Pasalnya selama proses dari penyelidikan, persidangan hingga sidang putusan, hanya ada satu terdakwa tunggal yang kemudian dibebaskan.
“Ini terlihat bahwa tersangka atau terdakwa IS seperti kambing hitam. Yang penting bisa terselenggara pengadilan Paniai, dan pada akhirnya putusannya tidak maksimal juga, bebas,” kata Fatia kepada wartawan seusai memantau persidangan tersebut.
KontraS bersama jaringan pegiat HAM, kata Fatia, sudah berkali-kali memprotes penetapan hanya satu tersangka yang dijadikan terdakwa. Padahal pada prinsipnya, dalam kasus pelanggaran HAM berat mustahil hanya dilakukan oleh satu orang saja.
“Kita tahu bahwa dalam praktiknya itu ada beberapa pelaku yang jadi pelaku lapangan yang tidak diadili dalam proses sidang ini,” ungkap Fatia.(*)
Penulis: Akbar
Editor: Ramli