“Sewaktu kecil Gading juga suka sedih karena mainannya sering dirampas EG” Ferris, ayah kandung Arya Gading Ramadan.
SETAHUN lebih Arya Gading Ramadan pergi tanpa kabar meninggalkan kediaman orang tuanya di Jalan Juata Permai, pada April 2021 silam. Selama kepergian Gading, begitu sapaan akrabnya. Keluarga remaja 17 tahun itu saling bertanya keberadaan Gading.
Maklum, Wati dan Ferris orang tua kandung Gading telah berpisah. Selama hilang kurang lebih 605 hari dan akhirnya membawa kabar duka, Gading diketahui terakhir kali tinggal bersama ibunya. Tepatnya hari ketiga Ramadan, Gading pergi meninggalkan rumah dipenuhi rasa amarah lantaran dibumbui perselisihan dengan ibunya.
Gading yang memilih pergi dari rumah memutuskan tinggal di sebuah kandang ayam milik orang tuanya di Jalan Perumahan PNS Blok D. Lokasi ini juga menjadi tempat terakhir Gading sebelum tewas di tangan EG, sepupunya sendiri. Jasadnya pun ditemukan dengan kondisi tulang belulang yang tak lengkap.
Rabu 30 November 2022 siang, Ferris dihubungi pihak kepolisian dikejutkan adanya penemuan jasad anak semata wayangnya di kebun nanas. Seperti tersambar petir di siang bolong, Ferris yang mendapat kabar duka itu terpaku. Seketika air matanya bercucuran membasahi kedua pipinya. Rasa campur aduk juga tak terelakan. Gading yang selama ini hilang akhirnya ditemukan walaupun harus menelan kenyataan pahit dengan kondisi mengenaskan.
Tanggal 19 Desember 2022 seharusnya merupakan tanggal istimewa Gading. Ferris menceritakan, di tanggal itu putra tunggalnya seharusnya menginjak usia 19 tahun. Banyak kisah yang masih melekat di ingatan Ferris tentang anak kesayangannya itu.
Selama 14 tahun tinggal bersama ayahnya, Gading dikenal sebagai sosok yang pendiam dan perhatian terhadap sesama. Semasa hidupnya, Gading selalu menebarkan kebaikan kepada siapapun termasuk ayahnya sendiri.
“Tubuh saya inikan penuh tato, jadi saya suka keluar rumah tidak pakai baju. Gading selalu menasehati dan menegur apalagi kan banyak anak kecil di samping kiri kanan rumah yang bermain. Bagi dia mungkin tidak pantas saja dengan tubuh penuh tato ini saya perlihatkan ke anak-anak, padahal saya senang juga bermain dengan anak kecil,” kenangnya.
Walaupun Ferris dan Wati sudah tak tinggal satu rumah, Gading sering menyempatkan waktu menengok Ferris dan memastikan ayahnya itu baik-baik saja. Tak jarang ia juga membawakan berbagai makanan, bentuk perhatiannya pada Ferris.
Mengetahui nyawa anaknya direnggut EG, Ferris pun tak habis pikir. Pasalnya, Gading begitu dekat dengan keluarga EG. Tak jarang EG selalu meminta bantuan kepada putranya itu.
“Pernah juga EG menelpon anak saya, katanya ‘Gading tolong dulu belikan susu dan pampers untuk adekmu ini’ dan Gading itu selalu memberikan bantuan. Ibarat kata juga dulu sewaktu Gading kecil dia suka sedih karena mainannya sering dirampas EG,” ucapnya.
Menceritakan kenangan itu, Ferris sesekali terdiam dan menghela nafas panjang saat mengingat keseharian mendiang Gading. Tangannya gemetar, matanya yang sembab tak berkedip meratapi foto kecil Gading. Kembali terbesit ingatannya ketika memberi nama Arya Gading Ramadan. Bukan tanpa arti, penyematan nama Ramadan diambil karena Gading lahir di bulan Ramadan. Tak disangka juga, anaknya itu tutup usia tepat pada bulan Ramadan 2021 lalu.
Hingga Rabu (17/22), suasana rumah Feris masih tampak berduka. Sejak dikabarkan meninggal dunia, rumah Ferris setiap malamnya dipadati tetangga untuk melantunkan ayat suci Al-Quran, merapal doa untuk sosok yang dikenal baik hati. Terlihat pula satu set baju muslim yang merupakan milik Almarhum Gading terbungkus rapi pada sebuah plastik berwarna bening.
Sama seperti anak remaja lainnya, Gading menyukai permainan game online. Ia selalu memainkan game ini ketika bosan, atau sekadar ingin bersenang-senang. “Dia tidak pernah marah. Dia lebih bagus diam ketika marah. Apalagi kalau marah sama keluarga, dia tidak mau itu. Sosok perhatian Gading itu yang saya rindukan, apalagi dia tahu hubungan antara saya dan ibunya sudah berpisah,” tuturnya.
Sahabat Ungkap Sosok Pendiam Gading
Serangkaian kenangan juga diungkapkan teman semasa kecil Gading. Putri Juliana tak menyangka jika sahabatnya itu lebih dulu pulang ke Yang Maha Kuasa, dengan cara tragis. Belum lagi ketika mendengar kabar Gading ditemukan di sebuah kebun dengan kondisi jasad menyisakan tulang belulang. Tangisnya kembali pecah saat mengantarkan Gading di tempat peristirahatan terakhir pada 3 Desember 2022 lalu. Putri kecewa, raut wajahnya seakan marah akan perlakuan EG yang menurutnya keji.
“Orangnya pendiam, tidak banyak bicara, menghormati orang tua juga, teman juga dihormatinya. Gading itu tidak mudah ikut pergaulan bebas, apalagi kalau ada temannya merokok saat sekolah ia diam saja, cuma melihat. Saya juga terakhir ketemu waktu SMP. Saya tidak menyangka apalagi anaknya pendiam,” tandasnya.
Detik-detik Nyawa Gading Dirampas
Kasat Reskrim Polres Tarakan, IPTU Muhammad Aldi mengungkapkan ED sempat mengaku membunuh seseorang kepada salah satu orang. Namun belum diketahui nyawa siapa yang dirampasnya.
“Informasi saat itu yang kami dapat hanya isu, dan setelah terdapat informasi ini kami melakukan penyelidikan kita periksa saksi di tempat yang berbeda-beda. Ada yang di Pulau Tibi, ada di Sajau dan Bulungan. Gunanya untuk dapat informasi di tahun 2021 itu,” ungkapnya dihadapan awak media, Jumat (2/12/2022).
Dari pengakuan ED yang nekat membunuh itu menjadi dasar kuat penyidik bahwa orang yang dimaksud adalah Gading. Polisi pun langsung melakukan tindak lanjut berupa mencari titik penguburan jasad Gading.
Kecurigaan polisi kembali menguat ketika EG memberikan pengakuan berbelit-belit kepada penyidik. Awalnya ia menyampaikan telah membuang jasad Gading ke laut hingga menenggelamkannya di sebuah parit.
“Sampai tiga hari baru bisa kita temukan, dari hasil pemeriksaan BAP, kondisi terakhir EG sudah menyampaikan secara utuh kejadian 2021, perkara ini juga yang utamanya (faktor) ekonomi,” lanjutnya.
Sebelum meregang nyawa, Gading lebih dulu diculik tersangka. Berdasarkan pengakuan EG, ia tega melakukan penculikan lantaran terdesak uang operasional usaha kepiting milik orang tuanya telah habis digunakan untuk judi online dan game.
“Saat itu biasanya korban ke pondok jam 6 pagi namun ia datang lebih cepat yakni jam 5 pagi. EG sama istrinya mengikat korban di sebuah kursi dengan tali seadanya, kemudian ada juga tali rafia yang baru dibeli dan kembali memperkuat ikatan Gading di kursi tersebut,” urainya.
Setelah mengikat, ED dan istrinya meninggalkan korban untuk pergi ke wilayah kota. ED yang saat itu sendiri memanggil MD dan membuat video intimidasi ditujukan ke orang tua Gading untuk meminta tebusan senilai Rp 200 juta.
Setelah video dibuat, Gading memberontak dengan berteriak. Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Gading merasa tak terima, karena selama ini selalu peduli dengan keluarga EG yang terkendala perekonomian.
Saat korban memberontak, EG yang gelap mata langsung menusuk paha Gading untuk diam. Merasa terancam karena takut kejadian ini akan dimonitor oleh pihak kepolisian akhirnya terjadi diskusi antara EG dan MD untuk menghabisi nyawa korban.
Dalam BAP, pembunuhan diawali pencekikan menggunakan kabel kemudian kedua tersangka saling menarik dari kiri dan kanan, sebelum memastikan korban meninggal, EG sempat mendekap korban dan menusuk bagian dada korban,” bebernya.
Setelah yakin Gading tak bernyawa barulah dibalut dengan terpal dan kain kemudian dibawa ke kebun nanas. Pemilihan lokasi penguburan ini dikarenakan tanahnya yang lembut serta mudah untuk dicangkul. Saat itu MD menggali dengan kedalaman kurang lebih 50 centimeter, setelahnya korban ditimbun dengan tanah dan ditinggal.
Demi menghilangkan jejak, kedua tersangka membersihkan darah yang bersimbah di pondok lokasi tempat korban dihabisi. Saat itu Gading juga membawa tas yang berisi laptop dan juga 1 unit motor, namun kedua tersangka membuang tas tersebut serta meninggalkan motor dengan kunci yang masih tergantung.
Keseluruhan barang bukti saat ini belum sepenuhnya berada di tangan penyidik, seperti bukti video intimidasi dan badik yang diduga digunakan untuk menikam AGR.
“Kabel untuk mengikat leher korban ditemukan di area pondok, sementara tali rafia itu ada di dalam tanah sewaktu digali. Tulang belulangnya ada yang kurang di tangan bagian kiri, kalau keterangan saksi daerah tersebut sering digali anjing,” tuturnya. (*)
Reporter: Endah Agustina
Editor: Yogi Wibawa