Harga Daging Sapi Diprediksi Berikan Pukulan Ganda Menjelang Nataru

benuanta.co.id, TARAKAN – Persoalan stok sapi akibat Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Kalimantan Utara (Kaltara) khususnya di wilayah dengan penduduk terbanyak yakni Kota Tarakan, menjadi suatu isu yang fundamental. Terdapat dampak jangka pendek hingga panjang yang akan terjadi, jika stok sapi di Kaltara masih tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pengamat Ekonomi Kaltara sekaligus Dosen Ekonomi di Universitas Borneo Tarakan (UBT), Dr. Margiyono mengatakan kondisi PMK bersifat lokalistik, dalam artian tidak semua daerah ternak sapinya memiliki atau terjangkit virus tersebut.

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
1589 votes

“Kota Tarakan masih aman dari PMK, tetapi sangat berpengaruh kepada kondisi perekonomiannya,” ujarnya, Rabu (23/11/2022).

Baca Juga :  MUI Minta Aparat Tak Ragu Tindak THM yang Nekat Buka Selama Ramadan

Untuk diketahui, Kota Tarakan yang berstatus zona hijau telah menghentikan pengiriman stok sapi dari luar daerah, yakni suplai dari Gorontalo, Sulawesi Selatan dan Toli-toli lantaran daerah pengirim tersebut dikategorikan sebagai zona kuning atau memiliki potensi PMK.

“Yang jelas, akibat PMK, terdapat beberapa kemungkinan dampak ekonomi jangka pendek hingga panjang yang akan terjadi di Kaltara,” tuturnya.

Dijelaskan Margiyono, dampak pertama atau dampak jangka pendek dari PMK adalah, terputusnya suplai daging sapi dari luar daerah, lalu mengakibatkan suplai atau stok daging sapi di Kaltara menurun dan menyebabkan peningkatan harga daging sapi.

Selain itu, akibat meningkatnya harga daging sapi, otomatis turut berdampak bagi kebutuhan subtitusi atau alternatifnya. Contohnya dalam acara atau kegiatan besar, masyarakat akan berpikir rasional dengan mengganti daging sapi dengan daging lain yang harganya lebih murah, bahkan juga akan berpengaruh pada meningkatnya permintaan daging sapi ilegal.

Baca Juga :  Provinsi Kaltara Tunda Kenaikan Tarif PBBKB

Kemudian, dampak jangka menengah dari PMK yakni, harga daging dan harga pengganti daging akan meningkat, dampaknya akan menuju ke peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau meningkatnya inflasi di Kaltara.

“Terutama, sebentar sudah mendekati momen Natal dan Tahun Baru (Nataru), kondisi ini akan memberikan dua pukulan harga berturut-turut. Pukulan yang pertama, suplai daging yang tidak bisa memenuhi kebutuhan dan meningkatnya permintaan daging saat Nataru. Tentunya akan menyebabkan harga yang menjulang fantastis,” jelasnya.

Jika harga daging sapi sudah terlampau tinggi dan pemerintah setempat khususnya Pemerintahan Provinsi Kaltara tidak bisa mengatasi hal tersebut, dampak ekonomi yang terakhir atau dampak jangka panjang dari PMK, salah satunya yaitu inflasi tahunan yang meningkat drastic.

Baca Juga :  Safari Ramadan, Wakil Gubernur Yansen TP Sambut Baik Kedatangan Pangdam VI/Mulawarman

“Dampak jangka panjang lainnya akibat inflasi meningkat, maka upah minimum di Kaltara juga akan meningkat, sehingga pengusaha akan terkena dampak. Upah minimum yang meningkat akan berpengaruh terhadap restrukturisasi di perusahaan, dan akhirnya berpotensi pada meningkatnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan jumlah pengangguran,” sebutnya.

Margiyono berharap, pemerintah dalam hal ini Pemprov Kaltara dapat meningkatkan produksi sapi lokal di Kaltara, kemudian melaksanakan vaksinasi agar sapi-sapi lokal terhindar dari PMK.

Pemerintah harus bisa belajar dari daerah lain yang memproduksi mandiri kebutuhannya, sehingga pertumbuhan ekonomi mulai terjaga. Jika dijalankan seperti ini, Kaltara bisa menikmati margin ekonomi (profit)-nya sendiri.

“Intinya produksi lokal ditingkatkan, kestabilan harga terjaga dan ekonomi akan tumbuh,” tutupnya. (*)

Editor: Matthew Gregori Nusa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *