Ketua MPR Dukung Pemprov Sulsel Ambil Alih Pengelolaan Tambang Nikel dari PT Vale

benuanta.co.id, SULSEL – Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet mendukung Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mengambil alih pengelolaan tambang nikel di Luwu Timur yang dikelola PT Vale Indonesia selama puluhan tahun.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini juga mendukung penolakan perpanjangan kontrak karya perusahaan pertambangan nikel itu menjadi izin usaha pertambahan khusus (IUPK) dari PT Vale Indonesia. Di mana kontrak karya PT Vale Indonesia berakhir pada Desember 2025 mendatang.

Adapun Izin eksploitasi pertambangannya berlangsung pada 1968, namun perusahaan ini tidak banyak berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat. Bahkan menimbulkan dampak sosial di masyarakat, termasuk lingkungan.

“Sudah saatnya lahan tambang nikel di Blok Sorowako, Luwu Timur, yang selama ini digarap PT Vale Indonesia dialihkan pengelolaannya ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi dan Kabupaten. Lahan kontrak karya yang tidak diperpanjang wajib menjadi milik pemerintah provinsi untuk mengatasi kemiskinan ekstrem di wilayah tersebut,” ujar Bamsoet dikutip dari Instagram @bambang.soesatyo, Senin, (14/11).

Dukungan ini dilontarkan Bamsoet, mengingat tiga Gubernur yang merupakan kewenangan wilayah tempat PT Vale Indonesia melakukan konsesi dengan tegas menolak perpanjangan kontrak karya. Yakni Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi dan Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura.

Bamsoet menegaskan perpanjangan kontrak karya ini ditolak karena sepanjang PT Vale Indonesia beroperasi di Sulawesi, masih minim kontribusi. PT Vale Indonesia dinilai kurang optimal dalam memberikan pemasukan daerah kepada Pemprov Sulsel, yaitu hanya sekitar 1,98 persen dari pendapatan atau dalam setahun hanya mencapai Rp 200 miliar.

Di sisi lain, PT Vale Indonesia dianggap belum pernah menempatkan warga Sulsel menjadi top level management di perusahaan pertambangan nikel tersebut.

“Selain itu, perusahaan daerah (Perusda) wilayah Sulsel juga tidak boleh melakukan penjualan bahan bakar minyak jenis solar untuk aktivitas pertambangan Vale,” terang Bamsoet.

Bamsoet menerangkan Sulsel memiliki kekayaan sumber daya alam yang seharusnya dapat dinikmati langsung oleh masyarakat. Sehingga jika konsesi lahan PT Vale Indonesia dapat dikelola oleh BUMD, secara otomatis bisa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Apalagi, kata dia lingkar tambang PT Vale masih ada lima daerah yang masuk dalam kategori kemiskinan ekstrem.

“Pemprov Sulsel harus bekerja keras agar target Presiden Jokowi mewujudkan angka kategori kemiskinan ekstrem di Indonesia nol persen pada tahun 2024 dapat tercapai,” pungkas Bamsoet

Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel per Maret 2022, ada lima daerah paling miskin di Sulsel. Kelima daerah tersebut antara lain Kabupaten Jeneponto dengan persentase 14,28 persen, Pangkep 14,28 persen, Luwu Utara dengan persentase 13,59 persen, Luwu 12,52 persen, dan Enrekang 12,47 persen.

Unhas Ikut Soroti Vale

Sebelumnya polemik perpanjangan Kontrak Karya PT Vale Indonesia menarik reaksi sejumlah pihak. Mengingat keberadaan PT Vale tidak diinginkan lagi setelah melakukan eksplorasi sumber daya alam selama 53 tahun lebih.

Bahkan dari kalangan akademisi pun turut memberikan reaksi yang keras kepada PT Vale. Terutama keberadaan perusahaan asing dianggap tidak memberikan kontribusi positif di masyarakat, baik segi sosial maupun lingkungan.

Universitas Hasanuddin Makassar pernah menggelar diskusi terbuka dengan tema ‘Kontroversi Perpanjangan Izin Tambang PT Vale Indonesia’. Isu utama dalam diskusi tersebut sekaitan ekonomi masyarakat sekitar lingkar tambang.

Diskusi ini turut hadir pihak PT Vale, Pemprov Sulsel, Ditjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, beberapa Guru Besar Unhas, pegiat lingkungan dan mahasiswa. Hasil diskusi tersebut melahirkan beberapa rekomendasi terkait polemik PT Vale.

Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa mengatakan, keberadaan PT Vale diperlukan kajian khusus mengenai proporsi ideal pembagian terkait penerimaan negara antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten dari sektor pertambangan.

“Berbagi kerusakan lingkungan, konflik sosial dan kultural yang dirasakan langsung oleh pemerintah di lingkar tambang, tetapi kontribusi yang diterima dari sektor pertambangan relatif kecil,” ujar Prof Jompa.

Kemudian, Rektor Unhas mendesak agar dilakukan kajian komprehensif mengenai dampak program pemberdayaan masyarakat di lingkar tambang oleh pihak yang independen.

“Perusahaan mengklaim telah melakukan upaya terbaiknya, tetapi faktanya masyarakat dan pemerintah kabupaten dan provinsi merasakan sebaliknya,” ucapnya.

Lalu Unhas juga merekomendasikan untuk dilakukan audit lingkungan oleh pihak yang independen agar isu-isu mengenai segala hal menyangkut tata kelola lingkungan di PT Vale Indonesia menjadi terang benderang.

“Direkomendasikan agar terdapat proporsi saham yang akan diberikan ke pemerintah kabupaten dan provinsi, apabila negara memutuskan untuk memperpanjang izin pertambangan PT Vale. Skema yang sama diberlakukan saat terjadi divestasi saham PT Freeport Indonesia,” sebutnya.

Tak hanya itu, Unhas juga mendesak dilakukan pemetaan konflik di lingkar tambang dengan melibatkan Universitas untuk menemukan persoalan rill di lapangan melalui riset aksi-kolaboratif.

Menurut Prof Jamaluddin Jompa diskusi publik tersebut berbasis pada sains, berdasarkan seusai fakta. “Kita harus berbasis pada ilmu pengetahuan, sains. Karena kalau kita menggunakan opini masing-masing tidak bisa. Jadi melihat begitu masifnya kontoversi ini, maka Unhas harus ikut berpartisipasi dengan bingkai akademik,” ucapnya.

Sementara itu, salah satu tokoh masyarakat adat di Luwu Timur, Andi Karman menyayangkan terkait diskusi digelar Universitas Hasanuddin tanpa melibatkan masyarakat yang terdampak langsung atas keberadaan PT Vale.

Sebab kata Andi Karman, masyarakat adat lah yang paling terdampak terkait pertambangan PT Vale di Luwu Timur. Kendati lahan konsesi yang dieksplorasi PT Vale sekarang ini merupakan tanah masyarakat .

“Ada dialog difasilitasi Unhas banyak masukan-masukan. Tapi pertanyaannya, kami korban lahan sawah, kebun tidak dilibatkan dalam dialog ini. Lahan – lahan kami diganti rugi hanya sebatas Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), oleh Vale,” kata Andi Karman.

Dia mengungkapkan, apabila PT Vale ingin dilakukan perpanjangan Kontrak Karya dan mendapat dukungan, seharusnya dibicarakan bersama Tokoh Masyarakat Adat di Luwu Timur.

“Jika kontrak Vale diperpanjang mari kita duduk bersama tokoh adat yang lahan – lahan mereka di atas Tambang Vale,” imbuhnya.

Reporter: Akbar

Editor: Yogi Wibawa

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *