benuanta.co.id, TARAKAN – Persoalan stunting atau yang disebabkan kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama pada balita menyebabkan gangguan pertumbuhan tinggi badan anak lebih pendek dari standar usianya.
Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting Tarakan Effendhi Djuprianto, menilai persoalan demikian harus diketahui dari sejauh mana pemahaman kesiapan para calon pengantin.
“Hal ini untuk memberi pemahaman lebih lanjut, supaya nanti kalau para calon pengantin baru sudah memasuki usia siap, tentu baru boleh menikah, tapi kalau belum waktunya siap nikah ya harus ikuti program penggunaan Keluarga Berencana (KB),” ungkapnya kepada benuanta.co.id, Sabtu (15/10/2022).
Tak hanya itu, pihaknya menilai selama pandemi Covid-19 pada tahun 2020 hingga 2021 lalu ternyata angka pertumbuhan stunting di Bumi Paguntaka terjadi peningkatan.
“Ini dikarenakan tidak adanya pemeriksaan dan sosialisasi kepada ibu hamil, bayi dan balita di Posyandu sehingga tahun 2021 hingga bulan Oktober 2022 ini Tarakan mengalami angka stunting 25,6 persen melebihi standar nasional 14 persen,” ujarnya.
Dalam kondisi saat ini pihaknya baru memiliki pemetaan data terkait kondisi stunting di tahun 2022 ini.
“Di 2022 ini kami menargetkan agar angka stunting Tarakan dapat berkurang menjadi 15 persen dan harapannya di tahun 2023, dengan adanya intervensi target berdasarkan rencana pembangunan jangka menengah Tarakan tahun ini sekitar 8 persen lalu pada 2024 itu target kita sekitar 6 persen,” ungkapnya.
Effendhi pun berharap penanganan stunting di Kota Tarakan bisa menjadi yang terdepan dalam mencapai target penurunan angka stunting se-Nasional.
“Namanya juga target, tapi soal pelaksanaannya nanti kalau tidak tercapai 8 persen, kita sudah di bawah target nasional. Makanya kita ikut program RPJMD Tarakan,” pungkasnya. (*)
Reporter: Georgie Silalahi
Editor: Yogi Wibawa