Apa Saja Pengaruh Gangguan Jiwa? Ini Penjelasan Dokter Spesialis RSUD dr. H Jusuf SK

benuanta.co.id, TARAKAN – Penyakit gangguan kejiwaan kerap kali ditemukan di lingkungan masyarakat. Tak jarang, penderitanya pun terlihat depresi, berbicara sendiri bahkan mengamuk jika kondisi jiwanya sudah terlalu sakit.

Dokter Spesialis Jiwa RSUD dr. H Jusuf SK, dr. Rahmawati Nurindah Sp. KJ., menjelaskan penyebab manusia dapat dikategorikan pada tingkat sakit jiwa. Dalam hal ini gangguan kejiwaan terbagi menjadi dua jenis psikotik dan non psikotik. Gangguan kejiwaan non psikotik tidak disertai dengan halusinasi sementara psikotik disertai dengan halusinasi.

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
2116 votes

“Kalau dia masuk gangguan yang non psikotik itu seperti pasien yang cemas, depresi dan gangguan mood itu salah satunya dan masih banyak lagi jenisnya. Gangguan mood juga bisa dengan psikotik depresi atau bisa juga dengan tidak dengan psikotik,” jelasnya.

Sementara untuk ganguan mood psikotik terdapat halusinasi dan gelisah seperti gangguan mental organik yang disebabkan penyakit fisik yang dahulu menyertai. Terdapat pula psikotik yang disebut dengan gangguan penyalahgunaan karena zat adiktif dari narkotika. Biasanya, karena narkotika inilah yang menyebabkan manusia dapat berhalusinasi.

Lebih jauh ia menerangkan, terdapat poin-poin tertentu sehingga pasien dapat dikategorikan mengidap skizofrenia. Skizofrenia merupakan kategori tertinggi pada penyakit gangguan kejiwaan. Dalam hal ini, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terdiagnosanya pasien skizofrenia seperti faktor lingkungan dan penggunaan zat adiktif yang bertahun-tahun.

“Kalau misalnya dia baru kena gangguan jiwa, atau belum pernah sebelumnya terus tidak ada riwayat genetiknya kita tanya lagi baru berapa hari kalau dia tidak cukup 1 bulan dia bisa dikategorikan psikotik atau gangguan sementara, kalau sebulanan terus ada kriteria khas skizofrenia kalau masuk disitu kita masukin ke skizofrenia,” terangnya.

Dalam pemeriksaan penyakti gangguan jiwa, awalnya keluarga memang tidak menyadari ketika pasien sudah mulai cemas dan gelisah. Biasanya pasien akan lebih menyendiri dan menjauhi aktivitas keramaian serta lebih banyak diam di rumah. Hal itu ternyata dianggap baik-baik saja oleh keluarga.

“Jadi bisa saja, dari cemas berkembang jadi depresi ke psikotik ke paranoid dan skizofrenia. Itupun kejadian tidak hanya tiba-tiba, kecuali dia (pasien) ada riwayat pakai narkotika. Itupun awalnya dari cemas dan gelisah dulu. Tapi tidak semua cemas akan berlanjut, itu tergantung masing-masing orang,” paparnya.

Untuk penangannya sendiri, ketika pasien sudah dalam kondisi cemas yang mempengaruhi aktivitas hingga jam tidurnya pasien membutuhkan terapi. Agar ketika gejala berkelanjutan tidak sampai ke fase depresi.

Sementara untuk pasien yang masih dalam kategori cemas yang wajar atau tidak sampai mengganggu aktivitas dan jam tidur dapat ke psikolog untuk mengatasi hal tersebut.

“Biasanya pasien mengabaikan, kalau nanti sudah tidak bisa tidur atau mengganggu pekerjaannya baru nanti mencari pertolongan, jadi kadang-kadang kami bisa terapi dan kami kondisi dengan psikoterapi kita juga kerjasama dengan psikolog,” tandasnya. (adv)

Reporter : Endah Agustina

Editor : Yogi Wibawa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *