Mengenal Tarian Daerah Kancet Pepatai Suku Dayak Kenyah

benuanta.co.id, NUNUKAN – Tari kancet pepatai merupakan kesenian tradisional dalam bentuk tari-tarian perang dan dibawakan oleh dua kaum laki-laki dayak kenyah. Tarian khas kalimantan tersebut bercerita tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah yang sedang berperang melawan musuh.

Tarian ini juga mengambarkan tentang keberanian para pria suku Dayak Kenyah dalam berperang dan menunjukan keperkasaan kaum lelaki Dayak Kenyah dalam medan perang di masa lampau. Mulai perang sampai dengan upacara pemberian gelar bagi pria yang sudah berhasil mengalahkan musuhnya.

Stephenson, pelatih tarian mengatakan gerakan tari ini sangat lincah, gesit penuh semangat kadang-kadang diikuti oleh pekikan para penari, kencet pepatai diiringi menggunaan alat musik yang dinamakan sampe.

Musuh dapat dikalahkan dan permusuhan antar suku dapat didamaikan kemudian diiring-iring dengan membawa seekor burung enggang. Burung Enggang ini adalah tanda kebesaran dan kemulian suku dayak yang melambangkan perdamaian dan kesatuan, sayapnya yang tebal melambangkan pemimpin yang selalu melindungi rakyatnya Sedangkan ekor panjangnya dianggap sebagai tanda kemakmuran dayak.

Baca Juga :  Listrik di Nunukan Padam Sejak Pagi, PLN Katakan Masih Identifikasi Penyebabnya

“Selain itu burung enggang juga dijadikan sebagai contoh kehidupan keluarga di masyarakat agar senantiasa dapat selalu mencintai, mengasihi pasangan hidupnya dan mengasuh anak mereka hingga menjadi seorang Dayak yang mandiri dan dewasa,” kata Stephenson, Sabtu (2/7/2022).

Iringan membawa seekor burung enggang dikuti oleh para gadis atau wanita dayak sebanyak 8 orang, tarian ini dinamakan tarian kancat pebeka tawai. Tarian ini merupakan simbol persaudaraan, karena arti dari pebeka towai yaitu persaudaraan dan persatuan.

Baca Juga :  Bupati Laura Salurkan Bantuan Sembako ke Masyarakat Kurang Mampu

“Kemudian tarian ini berkembang ke segenap daerah suku dayak kenyah dan menjadi tari tradisional yang bermakna persatuan,” jelasnya. (*)

Reporter: Darmawan
Editor: Matthew Gregori Nusa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *