Mafia di Lahan Subur (1)

Catatan:

H. Rachmat Rolau

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
2084 votes

APAKAH Anda pernah membeli barang-barang elektronik dengan harga yang super murah, jauh dari dasar hati? Sedang Anda sendiri tahu, barang-barang itu “terjatuh dari belakang truk.  Atau apakah Anda pernah menerima titipan uang dari orang lain yang Anda sendiri tidak pernah bekerja di perusahaan mereka?

Kalau Anda menjawab “ya” pada salah satu pertanyaan di atas, maka Anda (mungkin) sudah termasuk bagian dari Mafia. Demikian sebuah pendahuluan dalam buku: “The Everything Mafia” – memahami segalanya tentang mafia.

Belalai-belalai mafia itu, telah menjulur hingga ke setiap lapisan masyarakat: dari kalangan oknum penegak hukum, eksekutif, legislative. Bahkan di tempat-tempat hiburan. Dalam keluarga mafia ada kata yang sangat popular:  La Cosa Nostra (barang kami).

Dalam sandi Mafia, “barang kami” maksudnya “tutup mulut”. Artinya, semua kegiatan mereka tidak boleh diketahui orang lain. Tidak boleh ditelusuri legalitasnya dan sebagainya.  Kerahasiaan aktivitas mafia dipertegas oleh Michael Corleone. Ia katakan, “jangan pernah membiarkan siapa pun (di luar keluarga mafia) mengetahui jalan pikiranmu”.

Apa yang dikatakan Corleone di atas merupakan suatu kredo, di mana, mafia benar-benar bekerja secara massif sehingga sangat sulit disentuh oleh penegak hukum atau kekuatan lain yang ingin masuk ke dalam.

Mafia selalu melibatkan pribadi-pribadi dari berbagai institusi atau lembaga penting. Mulai dari oknum penegak hukum, aparat keamanan, dan pemerintah. Mafia tidak jalan sendiri-sendiri. Mereka sadar pekerjaannya melanggar hukum.

Keterlibatan orang penting di sejumlah lembaga, membuat oknum aparatur negara sulit bergerak menghentikan aksi mafia yang merugikan banyak pihak.  Sejarah Sisilia adalah bukti. Sebuah pulau berpenghuni. Masyarakatnya miskin.

Tetapi, oknum pejabat dan penegak hukum yang berafiliasi dengan mafia justru hidup dalam kemewahan. Dengan bantuan orang-orang penting, para mafia menguasai lahan-lahan subur: mulai dari pelabuhan, perpajakan, pertambangan, hingga tempat-tempat dan hiburan.

Di Philadelphia, misalnya.  Pelabuhan dikuasai bos alkohol: Maxie Boo Boo Hoff. Perahu-perahu kecil merapat ke “bootlegging” (kapal penyelundup minuman keras) untuk mengambil muatan yang akan dipasok ke sejumlah tempat hiburan malam. Maxie memugut bayaran dari kapal-kapal itu.

Di tempat hiburan, Howard Hughes menguasai Las Vegas. Ia dikenal sebagai mega-jutawan. Ia membeli 17 kasino. Namun kejayaan Hughes tidak berlangsung lama. Penghianatan orang-orang terdekatnya membuatnya bangkrut. Sejumlah aset miliknya dijual. Ia lalu menjadi orang sinting, sebelum akhirnya meninggal.

Di pemerintahan, mafia juga tumbuh. Mereka memengaruhi legislatif dalam pengesahan undang-undang. Pada tahun 1916, Amerika meng-amandemen undang-undang larangan mengonsumsi alkohol.

Tiga tahun kemudian, tepatnya tahun 1919, amandeman itu diratifikasi. Isinya: melarang pembuatan, penyimpanan, dan mengekspor minuman keras ke mana pun. Ironisnya, minuman keras nyaris tidak pernah berhenti pasca amandemen itu.

Kegagalan undang-undang tersebut disebabkan adanya hubungan ‘persahabatan’ antara bos-bos mafia dengan oknum-oknum pejabat. “Banyak pejabat yang senang minum, dan tidak bersemangat menolak kesenangan itu,” kata Corleone.

Undang-undang larangan minuman keras tersebut justru meningkatkan kejahatan terorganisasi. Sosok Owney Madden  merupakan penyelundup bersar minuman keras ke New York (waktu itu).

Kapten polisi, David Hennessey, gagal membujuk stafnya melawan para geng mafia lantaran mendapat ancaman. Hennessey, oleh banyak geng mafia dikenal pemberani. Ia tidak bisa disuap. Bahkan tidak takut ancaman pembunuhan. Meski akhirnya ia gugur di tangan Matranga – mafia  bersaudara.

Perjalanan sejarah mafia di atas, telah membuka sedikit pikiran kita bahwa mafia akan selalu hadir di lahan-lahan subur, seperti, pertambangan, pelabuhan laut dan tempat hiburan. Mafia hadir bersama oknum dari berbagai institusi penting. Inilah yang membuat aparat penegak hukum sulit menyentuh kejahatan itu meski perbuatan itu jelas-jelas sudah melanggar hukum. Penulis adalah wartawan senior dan Ketua DK-PWI Kaltara (bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *