benuanta.co.id, TANA TIDUNG – Kontrol harga minyak goreng yang ada di Kabupaten Tana Tidung (KTT), Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kabupaten Tana Tidung, melakukan inpeksi lapangan ke sejumlah toko yang ada di KTT, Ahad 27 Februari 2022.
Melalui inpeksi itu, diketahui sejumlah toko yang ada belum bisa menjual harga minyak goreng sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yakni Rp14 ribu per liter.
Kepala Disperindagkop KTT, Hardani Yusri mengatakan, rata-rata harga minyak goreng di KTT masih dijual dengan harga lama yakni kisaran Rp 20 ribu per liternya. Masih melambungnya harga jual minyak itu disebabkan oleh beberapa faktor dan salah satunya kurangnya minat masyarakat untuk membeli minyak goreng di KTT.
“Rata-rata yang dijual ini berupa stok lama yang belum habis terjual, makanya harga minyak goreng juga belum berubah. Ditambah lagi para pedagang di sini juga tidak memesan minyak goreng dari produsen atau retailnya secara langsung,” kata Yusri.
Yusri menjelaskan, hingga saat ini KTT belum memiliki produsen atau agen retail skala besar seperti di daerah lain yang membuat harga minyak goreng di KTT.
“Harga minyak serentak ini kan hanya berlaku kepada produsen dan agen retail seperti Alfamart, sedangkan kita di KTT tidak memiliki keduanya,” ujarnya.
“Makanya harga minyak di sini lebih mahal, karena para pedagang merupakan tangan kesekian dalam perpurtaran penjualan minyak goreng ini,” tambahnya.
Sebelumnya, pihak Disperindagkop sempat mencurigai adanya aktivitas penimbunan minyak goreng yang dilakukan oleh para pedagang di KTT. Namun saat dilakukan inpeksi langsung, hingga ke gudang penyimpanan pedagang, hal itu tidak terbukti.
“Inikan sidak yang ke 3 yang kita lakukan dan kondisinya memang belum berubah. Artinya faktor-faktor yang saya sebutkan tadi itu, memang sangat mempengaruhi harga HET minyak goreng,” terangnya.
Terpisah, Lilis yang merupakan salah satu pemilik toko sembako mengaku tidak dapat menjual harga minyak goreng seperti aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Lantaran dirinya membeli minyak goreng dengan harga yang memang sudah lebih mahal dan hal itu diperburuk dengan adanya biaya operasional dalam setiap pemesanan.
“Kita pesannya kan bukan langsung ke produsen tapi ke sesama pendagang dan harganya memang mahal. Ditambah kita pesannya di daerah lain, jadi ada biaya lebih yang kita keluarkan. Makanya berat bagi kita untuk menyesuaikan harga minyak goreng dengan ketetapan pemerintah,” pungkas Lilis. (*)
Reporter : Osarade
Editor : Yogi Wibawa