Akibat Banjir, Ratusan Hektar Sawah dan Kebun Lenyap

benuanta.co.id, NUNUKAN – Banjir yang melanda sejumlah daerah di Kabupaten Nunukan sejak beberapa pekan lalu memberikan dampak buruk bagi lingkungan serta penghasilan pangan masyarakat setempat.

Pasalnya, banjir melebar luas hingga ke persawahan dan perkebunan dan membuat tanaman padi, sayur, cabai seluas ratusan hektar mati dan gagal produksi.

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
2018 votes

Sekretaris Kepala Desa Atap Kecamatan Sembakung, Sahrin mengatakan banjir pekan lalu yang terjadi pada 5 Januari 2022 silam, berdampak buruk bagi pemukiman warga dan komoditas tanaman mulai dari sawah, ladang, kebun cabai dan beberapa komoditi lainnya.

Baca Juga :  Terindikasi CPMI Non Prosedural, Imigrasi Tunda Keberangkatan Tiga Calon Penumpang ke Tawau

“Sekitar 114 Hektar (Ha) perkebunan sawah terendam banjir, kebun cabai seluas 2,5 Ha, ubi kayu seluas 9,5 Ha, kebun pisang seluas 7 Ha, kebun semangka 4 Ha dan masih banyak lagi turut terdampak,” sebut Sahrin, Ahad (30/1/2022).

Akeh Hasan, salah satu korban banjir di Desa Atap mengatakan kebun miliknya sekitar setengah hektar yang terdiri dari cabai, kacang tanah, timun dan beberapa sayur lainnya lenyap terendam banjir, menjadi mati dan tertimbun lumpur.

Baca Juga :  Tabrakan di Perairan Sebatik, Tim Gabungan Masih Lakukan Evakuasi Perahu 

“Semua sayur, cabai, kacang dan tanaman lainnya yang tergenang air kemarin habis mati semua tanpa menyisihkan sedikit pun,” jelas Akeh Hasan.

Akeh menjelaskam, saat ini belum bisa bercocok tanam dan harus menunggu satu bulan agar bisa kembali menanam sayuran. Semua diulang dari mencari bibit.

“Kita mulai penanaman kembali  dengan cara membeli atau bantuan bibit dari pemerintah. Tapi jika tidak ada mau di apa,” terangnya.

Kata Akeh Hasan, Kecamatan Sembakung sering kali kebanjiran dan mereka tidak mengeluh dan patah semangat untuk tetep berusaha melakukan bercocok tanam sayur mayur walaupun tanaman mereka mati.

Baca Juga :  121 CJH Nunukan Disuntik Vaksin Meningitis

“Kami juga tidak mau pindah dari sini, ini adalah tempat kelahiran kami. di sinilah tempat kami mencari kehidupan sehari-hari dengan cara berkebun. mudah-mudahan ke depannya mendapatkan perubahan dan kami tetap berdoa agar tetap dilindungi oleh yang mahakuasa dan tidak banjir lagi,” harapnya. (*) 

Reporter: Darmawan

Editor: Matthew Gregori Nusa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *