benuanta.co.id, TARAKAN – Seorang ayah berinisial SM (48) tega memperkosa anak kandung perempuannya sendiri yang masih berumur 15 tahun selama berbulan-bulan tanpa sepengetahuan ibunya.
Satreskrim melalui unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Tarakan menerima laporan ini dari seorang gadis 15 tahun yang didampingi ibunya pada 13 Desember 2021 lalu.
Kasat Reskrim Polres Tarakan, IPTU Muhammad Aldi mengatakan korban terpaksa mengikuti nafsu bejat ayahnya karena diancam akan dibunuh.
Mirisnya, tidak hanya sang ayah yang menyutubuhi korban, bahkan kakak laki-laki korban yang berusia 17 tahun juga turut melakukan hal keji tersebut kepada korban.
“Ayah dan kakak kandung korban melakukan tindakan keji yang sama namun di tempat yang berbeda. Ayahnya di rumah di daerah Juwata, sedangkan kakaknya di daerah perikanan,” ujar Aldi, Rabu (22/12/2021).
Dalam keadaan terpaksa disetubuhi ayahnya, kejadian berlangsung mulai bulan Juli 2021 secara terus menerus hingga November 2021, sedangkan kakaknya sudah melakukannya dua kali kepada korban.
“Dua tersangka sudah diamankan dan ditahan di rutan Polres Tarakan,” sebutnya.
Untuk diketahui, korban baru saja tinggal dengan sang ayah, karena ayah dan ibu korban sudah pisah sejak korban masih berusia 2 bulan.
“Kakaknya tinggal dengan ayahnya. Sedangkan korban awalnya tinggal dengan ibunya dan baru saja tinggal dengan ayahnya selama 4 bulan terakhir,” terangnya.
Dari hasil interogasi, ayah dan kakaknya melakukan hal keji tersebut hanya untuk mengikuti nafsunya semata di waktu yang berbeda.
“Proses penanganannya kita libatkan psikolog untuk fokus penanganan mental ke korban. Dilaporkan ke kepolisian korban juga berubah sikap dan menjadi sering menutup diri,” kata Aldi.
Kedua tersangka disangkakan Pasal 81 ayat 3 junto Pasal 76 d subsider Pasal 82 ayat 2 junto Pasal 76 e UUD Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah mengganti UUD nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UUD nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda sejumlah Rp 5 miliar rupiah. (*)
Editor: Matthew Gregori Nusa