benuanta.co.id, NUNUKAN – Dua desa di Kabupaten Nunukan yakni Desa Atap dan Desa Setabu dipilih sebagai desa ekowisata oleh Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ). GIZ memiliki proyek konservasi kelestarian Mangrove dan lahan Gambut di Kalimantan Utara (Kaltara), khusunya di Kabupaten Nunukan. Tujuannya yaitu memperkuat kapasitas pemerintah desa dan pengelola hutan desa dalam upaya mendukung pengelolaan Gambut dan Mangrove yang berkelanjutan.
Dikatakan Co Founder dan Deputy Director Indonesia Desma, Dicky Mardyan
menyampaikan pihaknya sebagai konservasi pemanfaatan dan perlindungan lingkungan melalui pengelolaan Ekowisata yang berkelanjutan, maka dipilihlah lokasi percontohan GIZ Propeat antara lain Desa Atap dan Setabu, Kabupaten Nunukan. Hali itu bertujuan untuk mengembangkan ekowisata desa yang bertujuan untuk memberikan manfaat bagi kesejahteraan desa serta meningkatkan pendapatan desa juga masyarakat setempat.
Dalam kegiatan itu, Desma Center bersama dengan GIZ Propeat melakukan kegiatan yang studi ekowisata berbasis masyarakat di Desa Atap dan Setabu, untuk mengembangkan master plan Ekowisata berbasis masyarakat di desa percontohan terpilih di Kabupaten Nunukan.
“Kami juga akan memfasilitasi dan menerapkan konsep dan praktik terpadu pengembangan ekowisata desa berkelanjutan bersama Pokdarwis dan perangkat desa di Desa Atap dan Setabu,” kata Dicky Mardyan, benuanta.co.id, Selasa, (16/11/2021).
Lebih lanjut dia menjelaskan, Desma Center sebagai mitra pelaksana untuk pengembangan Ekowisata di dua desa tersebut bertujuan dalam melestarikan konservasi mangrove dan lahan gambut. Agar peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah dasa dan pengelolaan perhutanan sosial untuk membangun konsep ekowisata berbasis masyarakat. Maka dilakukan pelatihan terhadap kepala perangkat desa atau staf desa yang sudah ditunjuk.
Dipilihnya Desa atap sebagai proyek percontohan lantaran banyak potensi Sumber Daya Alam (SDA) seperti hutan, gambut dan danau yang saat ini belum dikembangkan. Namun saat ini terkendala akses jalan yang harus melalui jalur sungai.
“Jika ingin merasakan pengalaman di desa, bisa dirasakan di Desa Atap. Kita juga bisa memanen madu hutan, dan lainnya,” jelasnya.
Bahkan, sarang burung walet yang merupakan salah satu pendapatan asli masyarakat di Kecamatan Sembakung, diklaim bisa dikembangkan menjadi objek wisata. Sedangkan Desa Setabu, Kecamatan Sebatik Barat, yang memiliki objek wisata yang terletak di pinggir pulau yang sudah berjalan dan dikembangkan seperti Hutan Mangrove, Taman Bebatu Bais.
“Jadi perlu lagi homestay sehingga jika ada yang menginap bisa atau yang ingin bermalam di sana. Kedua desa ini sangat berpotensi,” tutupnya. (*)
Reporter : Darmawan
Editor : Yogi Wibawa/Nicky Saputra