Jangan Pertaruhkan Nasib Peserta Didik

Oleh:

Muhammad Rafi, S.Pd.I
Pemuda Sembakung Nunukan

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
1236 votes

PANDEMI Covid-19 berdampak di berbagai sektor. Pada sektor pendidikan, kegiatan belajar siswa berubah menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau pembelajaran daring. Hal ini ditempuh untuk mengurangi penyebaran virus Covid-19 di cluster pendidikan.

Namun sudah berjalan dua pekan terakhir ini Sekolah Tatap Muka (PTM ) kembali di buka hal ini karena Program vaksinasi menjadi salah satu alasan Mendikbud membuka kembali sekolah tatap muka. Sebab guru, dosen, dan tenaga kependidikan juga ikut vaksinasi.

Adapun dasar pertimbangannya yakni, kesehatan, evaluasi capaian belajar serta kesiapan di segala aspek pendidikan baik di pemerintah atau pemerintah daerah.

Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas dan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dapat dilaksanakan pada 63% satuan pendidikan yang berada situasi Covid-19 level 3,2 dan 1. Sementara satuan pendidikan yang berada di daerah level 4 sepenuhnya PJJ, sedangkan Kabupaten Nunukan khususnya dapil 3 Kecamatan sembakung berada di zona Atau level 3 dari penerapan PPKM.

Nah untuk kecamatan Sembakung sendiri PTM dimulai sejak tanggal 6 September 2021. Sejak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim sudah memberikan lampu hijau, sekolah tatap muka secara terbatas bisa dilakukan pada tahun ajaran baru bulan Juli 2021.

Kendatipun demikian tetap masih ada kendala dalam proses belajar-mengajar diantaranya adalah seperti tidak tercapainya target kurikulum dalam satu semester, dituntut untuk mengejar beberapa tema yang tertinggal, sedang PTM ini waktunya sangat-sangat terbatas, hanya 3 sampai 4 jam saja dalam sehari untuk dua mata pelajaran yang harus disampaikan “ujar salah seorang guru di SDN 001 saat kami menanyakan terkait proses belajar-mengajar di tengah pandemi ini.

Di tengah pandemi sekalipun, pemerintah tetap berkewajiban memenuhi hak anak untuk memperoleh pendidikan yang layak. Meski begitu, pemerintah tak boleh serampangan membuka lagi sekolah berdasarkan status wabah suatu wilayah.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, mengizinkan sekolah di zona kuning wabah untuk mengadakan pembelajaran tatap muka. Sebelumnya, Kementerian Pendidikan hanya mengizinkan sekolah di zona hijau untuk dibuka secara bertahap, dengan persyaratan ketat.

Bila tidak dilaksanakan dengan ekstra-hati-hati, izin pembelajaran tatap muka berdasarkan status wilayah bisa mendatangkan malapetaka. Sebab, zona hijau, kuning, oranye, atau merah sejatinya bukanlah wilayah dengan pemisahan yang ketat. Selama pergerakan penduduk antar-zona masih bebas, anak sekolah di semua zona tetap rawan tertular Covid-19.

Izin pembelajaran tatap muka seharusnya diberikan berdasarkan kesiapan masing-masing sekolah untuk menjalankan protokol kesehatan secara ketat. Ukurannya tak melulu soal ketersediaan fasilitas pencegah penularan virus. Sekolah juga perlu memastikan semua guru, pegawai, murid, bahkan orang tua siswa tak punya riwayat interaksi yang rawan terpapar virus. Ini sesuatu yang tidak mudah, memang.

Pengakuan Menteri Nadiem bahwa pembelajaran jarak jauh selama masa pandemi kurang efektif tidaklah mengada-ada. Di pelbagai wilayah, terutama di luar kota, banyak murid yang tak memiliki gadget dan akses Internet. Tak sedikit pula guru yang tidak siap mengajar dari jarak jauh.

Pandemi memang telah membuka betapa timpangnya infrastruktur pendidikan kita. Sebelumnya, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pernah melansir data bahwa baru 34 persen penduduk Indonesia yang memiliki akses Internet. Survei Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia pada 2018 menyingkap kesenjangan serupa. Di Jawa, lebih dari 55,7 persen penduduk bisa mengakses Internet. Adapun di Kalimantan, baru 6,6 persen penduduk yang mempunyai akses Internet. Tapi semua fakta itu tak boleh menjadi alasan untuk memperlonggar izin pembukaan sekolah.

Ketika pagebluk masih berkecamuk, pemerintah seharusnya tak bertaruh dengan memperluas wilayah yang boleh membuka kembali sekolah. Kebijakan membuka sekolah di zona kuning, tanpa menjamin keamanannya, hanya menimbulkan kesan bahwa pemerintah sudah putus asa.

Pemerintah seharusnya berusaha lebih keras mencari jalan keluar untuk mengatasi pelbagai hambatan dalam pembelajaran daring. Misalnya, dengan memberi tunjangan dan fasilitas yang memadai untuk para guru serta semua murid yang tidak mampu. Di tengah pandemi ini, peran guru dalam menyelamatkan masa depan siswa sama pentingnya dengan peran tenaga medis dalam menyelamatkan nyawa pasiennya.

Sembari mengoptimalkan pembelajaran jarak jauh, pemerintah hendaknya mendorong keluarga sebagai tempat pendidikan utama. Pandemi Covid-19 telah memaksa orang tua untuk lebih lama berada di rumah bersama anaknya. Pemerintah perlu lebih gencar mengajak orang tua agar intensif membimbing anaknya.

Setelah wabah berlalu, pemerintah seharusnya lebih serius membangun infrastruktur pendidikan yang merata. Hanya dengan pemerataan akses pendidikan, semua anak Indonesia bisa merawat harapan akan masa depan yang lebih baik.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *