benuanta.co.id, TARAKAN – Buntut panjang dugaan pencemaran laut dari limbah pengolahan ubur-ubur milik CV. Mitra Nelayan Abadi (MNA) di pesisir Tanjung Pasir, berujung hasil pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Kota Tarakan, Kamis (2/9/2021).
Forum resmi tersebut menetapkan rekomendasi penutupan produksi kepada CV. MNA yang nantinya bakal ditindaklanjuti Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Utara.
Wakil Ketua II DPRD Tarakan, Yulius Dinandus selaku pemimpin rapat menyampaikan, hasil yang diperoleh dari tinjauan beberapa instansi terkait menyatakan CV.MNA untuk ditutup sementara.
“Pertama, CV. MNA dinyatakan tidak mampu menuntaskan rekomendasi dan kesepakatan bersama yang dilakukan sejak bulan April 2021 dan masih cenderung terdapat hal-hal yang merugikan masyarakat. Sehingga kami rekomendasikan kepada pemerintah agar CV.MNA dapat ditutup sementara produksinya,” ujar Yulius saat menutup rapat.
Pada RDP tersebut juga dihadiri oleh Komisi III DPRD Kaltara, DPRD Tarakan, DLH Kaltara, Dinas Perikanan Tarakan, Camat Tarakan Timur dan masyarakat Tanjung Pasir.
Kepala Seksi Pengaduan Pembinaan dan Pengawasan Lingkungan Hidup DLH Tarakan, Endy Kurniawan mengatakan, selama melakukan proses pendampingan terhadap CV.MNA, sejauh ini perusahaan tersebut memang telah meninjau pengelolaan air limbahnya.
“Awalnya CV.MNA memang tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), mereka menggabungkan limbahnya dengan IPAL PT. SKA. Namun karena penuh muatan dan berbagai faktor lainnya, akhirnya tidak efektif dan seringkali terbuang ke laut,” kata Endy kepada benuanta.co.id.
Setelah mendapat dorongan dan penekanan dari DPRD Kaltara, DPRD Tarakan, DLH Kaltara, dan Dinas Perikanan Tarakan atas keluhan warga sekitar yang merasakan dampak tercemarnya perairan tersebut. Sehingga CV. MNA diwajibkan untuk membuat IPAL sesuai prosedur yang berlaku.
“Mereka dapat sanksi dari DLH Kaltara tapi sanksi itu sudah dicabut karena IPALnya sudah jadi. Saat kami lakukan uji coba pada IPALnya, terdapat baku mutu air yang melampaui standar sehingga kami rekomendasikan untuk diperbaiki,” terangnya.
Meski begitu, hingga hari ini DLH Tarakan belum mengetahui secara rinci apakah masih terdapat limbah yang dibuang secara langsung ke laut.
“Sebenarnya kami belum tahu bagaimana progres IPAL itu sampai hari ini, setelah kami rekomendasikan untuk perbaikan. Pada tanggal 12 Agustus 2021 kemarin sewaktu kami jumpai, semua perangkat IPAL terpasang lengkap. Namun yang menjadi perhatian kami yaitu terdapat kerentanan pipa penyaluran limbah itu lepas. Selain itu posisinya di bawah dan bangunannya terbuat dari kayu, itu yang selalu kami sampaikan kepada CV. MNA,” jelasnya.
Pun demikian, pihaknya juga tak bisa pungkiri bila terdapat kesengajaan atau kelalaian dalam pengolahan limbah tersebut. “Kalau memang mereka sengaja membuang limbah berarti lain lagi prosesnya,”tutur Endy.
Pengakuan dari warga Tanjung Pasir, Sudirman yang berprofesi sebagai petani rumput laut mendesak agar CV.MNA ditutup permanen lantaran perusahaan ubur-ubur tersebut masih membuang limbah ke laut.
“Ada ratusan petani rumput laut yang dirugikan akibat pembuangan limbah, tidak sebanding dengan jumlah karyawan yang bekerja di CV. MNA,” ujar Sudirman.
Kata dia, dalam kurun waktu 2 tahun hal tersebut tak dapat terselesaikan dan telah mencemari budidaya rumput laut serta aktifitas nelayan untuk mencari ikan.
Sementara itu, perwakilan manajemen CV.MNA yakni Hendrik, memastikan bahwa perusahaan produksi ubur-ubur yang dikelolanya telah melakukan prosedur-prosedur sesuai aturan dan rekomendasi pemerintah.
“Kami direkomendasikan untuk membuat IPAL dan itu sudah kami buat dengan volume di atas kapasitas produksi. Prosesnya juga diawasi oleh dinas-dinas terkait. Kami berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga kelestarian lingkungan,” tutupnya. (*)
Reporter : Kristianto Triwibowo
Editor : Yogi Wibawa