benuanta.co.id, NUNUKAN – Dalam suasana pandemi covid-19, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Nunukan mencatat ada beberapa jenis kasus yang ditangani sejak tahun 2019 hingga Agustus 2021 sebanyak 586 Kasus.
Dikatakan Kepala DP3AP2KB kabupaten Nunukan, Faridah Aryani. SE.,MAP, dari 586 kasus terdiri dari kasus pernikahan anak 72 orang, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebanyak 28 orang, perceraian ada 472 orang, dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sebanyak 14 orang.
“Tahun 2019 kami mencatat ada 33 perlawanan anak dibawah umur, dan meningkat di tahun 2020 sebanyak 39 orang, sedangkan di tahun 2021 kasus perlawanan anak Alhamdulillah sudah tidak ada hingga Agustus ini,” kata Faridah Aryani, Rabu 1 September 2021.
Lanjut dia, KDRT juga terjadi pada tahun 2019 sebanyak 10 kasus, dan meningkat pada 2020 sebanyak 14, namun menurun pada tahun 2021, hanya ada 4 Kasus. Kasus perceraian yang paling dominan yakni tercatat dari tahun 2019 sebanyak 221 orang, ini juga meningkatkan pada tahun 2020 sebanyak 251 kasus.
Untuk TPPO dari tahun 2019 ada 9 kasus yang ditangani oleh DP3AP2KB kabupaten Nunukan, di tahun 2020 tidak ditemukan kasus, namun di tahun 2021 hingga Agustus ada 5 orang ditemukan.
Melihat permasalahan itu sehingga muncullah inovasi dari DP3AP2KB seperti peraturan Bupati Nunukan Nomor 20 tahun 2021 tentang pelayanan perlindungan perempuan dan anak melalui konseling keluarga (PAPAKOE).
Dikatakan Faridah Aryani, maksud pelayanan perlindungan perempuan dan anak melalui konseling adalah memberikan solusi dalam mengatasi permasalahan psikologis yang sedang dihadapi agar, menjadi manusia dewasa yang sehat secara pribadi dan sosial, mandiri secara fisik dan, produktif, mampu menjalin kerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan-tujuan hidup.
“Memahami kesulitannya yang disebabkan oleh logika dan gaya hidup yang keliru. Mengubah pola pikir awal dalam rangka menangani inferioritas, ketergantungan, kegagalan, dan mengembangkan rasa
percaya diri dan minat sosial,” jelasnya.
Ada pun tujuan yang dialkukan ini adalah untuk mewujudkan perlindungan anak dan menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan
berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan.
Mewujudkan peran serta pemerintah, masyarakat, orang tua, anak dan pihak yang berkepentingan dalam mencegah perkawinan pada usia anak, agar dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup ibu dan anak, serta dapat mencegah terjadi tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk perdagangan orang, dan mencegah terjadinya tindakan KDR. (*)
Reporter: Darmawan
Editor: Ramli