INFEKSI jamur hitam atau mukormikosis menjadi salah satu penyakit yang patut diwaspadai di tengah wabah pandemi Covid-19. Pasalnya, infeksi jamur hitam tersebut telah menelan korban di India dan kini pesebarannya juga sudah masuk Malaysia, yang meruapakan negara terdekat Indonesia. Meski Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan jamur hitam belum terdeteksi di Indonesia, namun bukan tidak mungkin jamur hitam rentan menyerang penyakit bawaan seperti pasien pasca Covid-19, diabetes, dan HIV/AIDS ini juga terjadi di Indonesia.
Penyakit jamur hitam dari India perlu diwaspadai masuk ke Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara). Kabarnya penyakit ini sangat berbahaya dan mematikan. Diduga pasien yang baru sembuh dari Covid-19 sangat rentan diserang penyakit ini seperti temuan di India. Hal itu disinyalir karena daya tahan (imun) tubuh orang yang baru sembuh dari Covid-19 belum stabil atau normal.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), penyakit jamur hitam disebabkan oleh sejumlah jamur yang menjadi penyebab munculnya penyakit jamur hitam. Antara lain Rhizopus, Mucor, Rhizomucor, Syncephalastrum, Cunninghamella bertholletiae, Apophysomyces Lichtheimia dan Saksenaea.
Patut disyukuri di provinsi termuda ini belum terdeteksi adanya masyarakat yang terpapar penyakit jamur hitam. Dikatakan Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Agust Suwandy, SKM, MPH, penyakit jamur hitam ditemukan di Kaltara. Walaupun demikian, masyarakat juga diharapkan mengerti bagaimana ciri-ciri penyakit berbahaya yang diyakini berasal dari India tersebut.
Masyarakat dapat mengenali gelaja penyakit jamur hitam pasca yang dilaporkan di daerah yang terkena. Adapun penyakit ini mematikan bisa menyerang sejumlah bagian tubuh, di antaranya rhinocerebral (sinus dan otak), paru-paru, saluran pencernaan, dan kulit.
“Penyakit jamur hitam termasuk penyakit serius dan bisa menyerang seseorang yang baru terkena Covid-19,” ungkap Agust kepada Benuanta.
Lanjutnya, penyakit ini dipercaya karena pasien Covid-19 yang meminum obat steroid secara berlebihan. Rata-rata mereka yang berisiko terkena penyakit tersebut adalah penderita diabetes dan daya tahan tubuh lemah.
“Sampai saat ini belum ada laporan soal penyakit jemur hitam di Kaltara, karena itu dianjurkan bagi penderita Covid-19 agar menggunakan obat sesuai dengan resep dokter, tidak mengkonsumsi secara berlebihan di luar pengawasan dokter,” tukasnya.
Agust yang juga menjabat sebagai Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kaltara menambahkan, saat ini cukup diwaspadai juga orang yang memiliki komorbid (penyakit penyerta atau bawaan) pada orang yang tertular Covid-19 karena sangat membahayakan pasien tersebut.
“Jadi masyarakat hendaknya selalu memantau kesehatannya dengan melakukan pemeriksaan secara rutin seperti mengukur tensi, memeriksakan gula darah juga menerapkan prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),” jelasnya.
Komorbid yang dimaksudkan Agust, seperti diabetes mellitus, jantung coroner, hipertensi dan asma. Kendati begitu, selain Covid-19 penyakit menular lainnya yang menjadi momok di tengah masyarakat ada TBC, HIV & AIDS, malaria, hepatitis dan lainnya.
Dikatakan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengemukakan penyakit ‘mukormikosis’ atau “jamur hitam” yang berisiko menginfeksi pernapasan pasien Covid-19 hingga saat ini belum terdeteksi di Indonesia. “Itu adanya di India. Tapi di kita (Indonesia) belum ya,” kata Budi seperti dilansir Koran Benuanta dari Antara.
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Agus Dwi Susanto dalam keterangan tertulis kepada wartawan mengemukakan pandemi Covid-19 saat ini masih menjadi masalah kesehatan hampir di seluruh dunia termasuk Indonesia.
“Kabar terbaru, beberapa negara seperti di India dan Malaysia terjadi pelonjakan kasus yang sangat signifikan,” katanya.
Di India, kata Agus, banyak ditemukan kasus jamur hitam sebagai infeksi mematikan yang muncul pada pasien yang terjangkit virus corona. “Pasien yang terinfeksi jamur hitam menyebabkan perubahan warna pada mata dan hidung, penglihatan kabur, nyeri dada, dan kesulitan bernapas,” katanya.
Untuk itu Perhimpunan Dokter Paru Indonesia mengimbau masyarakat untuk mewaspadai potensi jamur hitam, khususnya pada kalangan penderita Covid-19.
Mengenai hal ini Ketua Pokja Bidang Mikosis Paru dan Pusat Mikosis Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Persahabatan Dr dr Anna Rozaliyani MBiomed SpP(K) mengatakan infeksi jamur akan memperburuk kondisi pasien Covid-19.
“Mukormikosis maupun infeksi jamur sistemik lain berpotensi menimbulkan komplikasi yang memperberat kondisi pasien Covid-19, serta meningkatkan risiko kematian,” ujar Anna.
Kondisi itu juga menyebabkan makin tingginya biaya perawatan di rumah sakit akibat infeksi jamur. Hal itu berkaitan dengan besarnya biaya pemeriksaan serta pengobatan yang harus diberikan, masa rawat di RS yang lebih lama, serta banyaknya SDM tenaga kesehatan yang harus tersedia untuk merawat pasien dengan kondisi sakit berat atau kritis.
Beberapa kasus mukormikosis atau infeksi jamur yang menyebabkan kelainan jaringan berwarna hitam tersebut dilaporkan terjadi di Indonesia sebelum pandemi Covid-19.
“Walaupun jumlahnya tidak banyak, tetapi angka kematian dan kesakitannya tinggi. Semasa pandemi juga telah ditemukan beberapa kasus yang diduga mukormikosis, hanya saja pembuktian diagnosis terkendala terbatasnya fasilitas pemeriksaan yang memadai,” tambah Anna.
Selain pasien Covid-19, kelompok yang paling berisiko mengalami mukormikosis antara lain pasien diabetes dengan kondisi ketoasidosis diabetikum, pasien kanker dan penerima transplantasi organ, kondisi neutropenia berkepanjangan, penderita hemokromatosis (mengalami kelebihan zat besi), cedera kulit akibat pembedahan, luka bakar, bencana alam, bayi berat badan lahir rendah atau prematur, pasien sakit berat atau kritis, pasien gagal ginjal kronis atau mengalami hemodialisis, pasien HIV, penggunaan narkoba jenis suntikan maupun kondisi imunokompromi lainnya.
Gejala dari mukormikosis tersebut diantaranya infeksi pada rongga sinus yang dapat menyebar ke otak seperti wajah bengkak satu sisi, sakit kepala, hidung tersumbat, demam, kelainan berwarna hitam pada hidung dan mulut. Kondisi itu terjadi pada mukormikosis rinoserebral.
Mukormikosis paru yang paling sering terjadi pada pasien kanker atau transplantasi. Gejalanya: demam disertai batuk, nyeri dada, sesak napas, yang tidak membaik dengan pengobatan standar. Mukormikosis gastrointestinal yakni infeksi saluran cerna yang lebih sering terjadi pada pasien anak, terutama bayi prematur yang menerima antibiotik sistemik, steroid, pembedahan, dan lainnya. Gejalanya dapat berupa sakit perut, mual, muntah, dan perdarahan gastrointestinal.
Mukormikosis kulit yakni terjadi melalui luka pada kulit (misalnya setelah operasi, luka bakar dan lainnya). Gejala dapat terlihat seperti lecet atau bisul, dan area yang terinfeksi menjadi hitam. Gejala lain termasuk nyeri, hangat, kemerahan berlebihan, atau bengkak di sekitar luka.
Mukormikosis diseminata yakni infeksi menyebar melalui aliran darah, dapat menyebar ke organ lain, termasuk otak, limpa, jantung, dan lainnya. Biasanya terjadi pada kondisi sakit berat, dan sulit mengetahui gejala khusus. Pasien dengan infeksi otak dapat mengalami perubahan status mental atau koma.
Anna menambahkan mukormikosis dapat dicegah khususnya pada pasien COVID-19 melalui peningkatan kewaspadaan klinis atau ketelitian dokter sebagai langkah awal diagnosis, membatasi dan melakukan seleksi penggunaan obat yang menurunkan imunitas seperti kortikosteroid, pengendalian kadar gula darah, menjaga kebersihan fasilitas rumah sakit, dan jika ada pekerjaan renovasi atau konstruksi di rumah sakit pastikan pemisahan dari pasien dengan risiko tinggi.
“Juga perlu dilakukan pengendalian faktor lingkungan seperti menghindari area dengan banyak debu, menghindari kontak langsung dengan bangunan rusak karena banjir atau bencana alam, menghindari aktivitas kontak dekat dengan tanah atau debu termasuk berkebun atau menggunakan alat pelindung diri yang baik pada saat berkebun,” imbuh dia. (ram/nik/ant)