TARAKAN – Seorang guru di Sukabumi, Jawa Barat mengalami kebutaan usai menjalani vaksinasi tahap dua pada 31 Maret lalu.
Mengenai hal itu, dijelaskan Juru bicara Gugus Tugas Penanganan Covid -19 Kota Tarakan, dr. Devi Ika Indriarti screening secara mendetail sebelum melakukan vaksinasi sangat perlu dilakukan, ditambah dengan keterbukaan calon penerima vaksin.
Sebelumnya, Susan sempat mengeluhkan pusing, mual, hingga pandangan buram. Susan lalu dibawa ke Rumah Sakit Palabuhanratu dan diagnosa dokter menyebut Susan memiliki autoimun.
“Makanya screening itu sangat penting ditanyakan apakah mereka (penerima vaksin) punya penyakit apa, keluhan-keluhan apa gitu. Takutnya itu, setelah terjadinya keluhan setelah disuntik timbul gejalanya. Padahal mungkin akibat penyakit sebelumnya, itu yang kita takutkan. Makanya kita lakukan screening dan ditanya-tanyanya secara mendetail,” ujar dr. Devi Ika Indriarti kepada benuanta.co.id, Ahad (9/5/2021).
“Harus jujur, kadang-kadang kan gitu. Apalagi masalahnya kan yang kontak erat nih, biasanya ada yang terkonfirmasi positif nggak selama ini, gitu kan ditanyain secara berulang-ulang. Takutnya kalau dia ada kontak erat dengan yang terkonfirmasi positif, istilahnya OTG. Kemudian dia disuntik efeknya pasti lebih berat daripada yang tidak terkonfirmasi,” tambahnya.
Kendati demikian, Devi mengatakan bahwa di Tarakan sendiri belum ada kasus serupa seperti yang dialami guru Susan di Sukabumi. Namun, ia mengakui adanya keluhan dari para penerima usai disuntikan vaksin.
“Memang ada Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) namanya, tapi tidak sampai dia begitu sampai di rumah tidak mendapatkan pertolongan. Selama kita melakukan vaksinasi massal, Alhamdulillah tidak ada yang sampai (efek) serius gitu,” tandasnya. (*)
Reporter : Yogi Wibawa
Editor : Nicky Saputra