TANJUNG SELOR – Aksi meracun masih kerap dilakukan oleh beberapa oknum masyarakat, terutama perairan Sungai Kayan. Tindakan yang merusak habitat dan ekosistem sungai ini telah dilaporkan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kaltara untuk diberikan tindakan.
“Jadi memang beberapa waktu lalu ada masyarakat yang melapor tentang adanya masyarakat atau nelayan yang menggunakan racun,” ucap Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kaltara, Syahrullah Mursalin kepada benuanta.co.id, Selasa 4 Mei 2021.
Dia melihat aksi ini cukup merugikan nelayan lainnya yang menggunakan alat tangkap sederhana seperti jala, bubu maupun pancing. Kata dia, meracun ini pun bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
“Berdasarkan Undang-Undang 31 Tahun 2004 tentang Perikanan kan itu tidak diperbolehkan menggunakan Destructive Fishing karena tidak ramah lingkungan,” ujarnya.
“Pertama secara undang-undang memang bertentangan yang kedua secara biologi kan merusak lingkungan. Ekosistem air dan perkembangbiakan benih ikan dan udang sungai jadi mati,” tambahnya.
Untuk mengantisipasi ancaman Destructive Fishing ini, ada beberapa langkah yang ditempuh DKP. Di antaranya bekerjasama dengan aparat penegak hukum. Kedua melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya racun dan bom ikan, karena menghilangkan habitatnya.
“Kita kerja sama dengan Satpolair Polres Bulungan untuk pengawasan di perairan, jika ditemukan adanya tindakan ilegal agar diproses,” jelasnya.
Syahrullah mengatakan, langkah lanjutan yang diambil membentuk Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas). Tim ini nantinya yang bertugas mengawasi dan melakukan pencegahan terhadap tindakan ilegal di perairan, terutama penangkapan ikan.
“Setelah lebaran kita deklarasikan Pokmaswas ini. Jadi para pelaku ini bisa dipidana, menurut Undang-Undang itu hukumannya 6 tahun dendanya sampai Rp 2 miliar,” paparnya.
Dia menambahkan, DKP Kaltara ini punya tim khusus lagi yakni Tim Pengawas Perikanan, beranggotakan semua intansi terkait dilibatkan dalam pengawasan kelautan dan perikanan. (*)
Reporter: Heri Muliadi
Editor: M. Yanudin