TANJUNG SELOR – Hasil operasi gabungan Loka POM Kota Tarakan dan BBPOM Samarinda bersama Direktorat Reserse Narkoba Polda Kaltara berhasil melakukan penindakan obat dan makanan, berupa pengungkapan obat double L atau Triheksifenidil atau THP sebanyak 39.935 tablet.
“Hari ini kita bersama Loka POM Kota Tarakan melakukan rilis pengungkapan obat double L di Bulungan sebanyak 39.935 butir,” ungkap Kapolda Kaltara Irjen Pol Bambang Kristiyono melalui Kabid Humas Polda Kaltara Kombes Pol Budi Rachmat kepada benuanta.co.id, Rabu 28 April 2021.
Kepala Loka POM Kota Tarakan, Musthofa Anwari menjelaskan pengungkapan obat double L itu dilakukan pada Jumat, 23 April 2021 lalu di Jalan Manggis, Kelurahan Tanjung Selor Hilir. Dengan melakukan operasi di salah satu rumah yang telah ditargetkan sebagai pemilik barang ilegal itu.
“Petugas melakukan upaya paksa karena pemilik rumah tidak kooperatif saat petugas melakukan pemeriksaan. Saat dilakukan penggeledahan awalnya ditemukan 30 bungkus double L yang hendak dibuang pemilik setelah mengetahui petugas datang,” jelasnya.
Baca Juga :
Tak lama kemudian ditemukan 10 bungkus lagi yang masih dalam paket merupakan barang kiriman yang baru datang. Tak dapat mengelak, petugas pun meringkus pemilik obat ilegal itu. “Petugas pun menangkap pelaku bernama MS dan menahan 39.935 tablet obat dengan nilai ekonomis Rp 400 juta dan sebuah handphone merek Oppo,” sebut Musthofa.
Dia menuturkan pengakuan dari tersangka, sudah 4 kali menerima pengiriman barang tersebut yang diperoleh dari Jakarta melalui market place yaitu Lazada. Di mana pasarannya semua wilayah di Provinsi Kalimantan Utara.
“Dia merupakan pemain besar, terkadang diecer dengan harga 1 butir sebesar Rp10 ribu. Penggunanya itu kebanyakan anak muda, kami pantau saat penggerebekan banyak mau beli di situ,” bebernya.
“Jadi efeknya, untuk dunia medis penyakit Parkinson atau epilepsi tapi penggunaannya itu harus sesuai dengan resep dokter. Tapi ada untuk penyalahgunaan untuk halusinasi, efeknya kurang lebih dengan narkoba. Ini adalah obat keras, tidak bisa diperjualbelikan secara bebas namun harus ada resep dokter,” sambungnya.
Pasal yang disangkakan yaitu Pasal 197 junto Pasal 106 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan berbunyi bahwa setiap dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar.
“Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 Ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar,” pungkasnya. (*)
Reporter: Heri Muliadi
Editor : Nicky Saputra