Peternak Belum Mengetahui Dampak Flu Babi Afrika

SEBAGIAN besar peternak babi di Kalimantan Utara (Kaltara) belum mengetahui bahaya Flu Babi Afrika yang sedang melanda negara tetangga Sandakan Sabah, Malaysia. Terlebih cara pencegahan dari gejala Flu Babi Afrika, yang disebut-sebut bisa berdampak langsung ke sektor ekonomi para peternak.

Irfan seorang peternak babi di Kota Tarakan mengakui belum mengetahui soal Flu Babi Afrika. Bahkan, selama ia beternak babi belum ada petugas penyuluh yang datang mensosialisasikan soal virus babi asal Afrika tersebut.

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
1570 votes

Babi yang ia ternak, biasanya sakit yang muncul Irfan sebutkan seperti batuk-batuk. Ia pun tak mengetahui pasti apa penyebabnya. Kemudian, sakit pada babi yang masih anakan. Jika dipisah dari induknya maka mengalami sakit seperti diare. Hanya saja obatnya dari daun pepaya bisa menyembuhkan sakit diare pada anak babi ternaknya.

Makanan babi yang diternak Irfan pun dari ampas tahu. Tidak memanfaatkan bekas makanan yang menjadi sampah seperti biasanya ternak babi lainnya. “Kalau masih kecil belum dipisah dengan mamanya dia diare bisa mati juga kalau tidak dikasi daun pepaya, dia bisa sembuh pakai itu. Baru tahu juga ini, belum pernah ada dari pemerintah yang datang sosialisasi ke kami,” jelasnya.

Babi yang diternak Irfan bukan babi hutan. Melainkan babi yang ternak yang sudah turun temurun dari keturunan babi yang ia pelihara sebelumnya. Ia pun berharap tidak ada penyakit virus babi menyerang ternak di wilayah Kaltara.

“Semoga saja tidak sampai ke sini ya tempat kita. Mudah-mudahan pemerintah melakukan pengawasan dan pencegahan dini terhadap bahaya virus babi itu,” tukasnya.

Padahal Flu Babi Afrika dikabarkan telah menjangkit peternakan babi di Sabah, Malaysia pada bulan Februari 2021. Mengenai hal itu, Balai Karantina Pertanian (BKP) Kelas II Tarakan bakal meningkatkan pengawasan di perbatasan Indoneisa – Malaysia.

Untuk diketahui, Flu Babi Afrika merupakan virus yang tidak berbahaya bagi manusia dan bukan masalah kesehatan masyarakat. Namun dapat menyebabkan kematian pada babi hingga 100 persen, dan dapat sangat berdampak pada perdagangan serta mengancam ketahanan pangan.

Kepala Balai Karantina pertanian Tarakan, Drh. Ahmad Alfaraby mengatakan Flu Babi Afrika masuk ke Indonesia pertama kali di Sumatera Utara pada tahun 2019, dan lebih dari 40.000 babi terinfeksi virus tersebut.

Ahmad menjelaskan, lalu lintas media pembawa virus ASF dapat dicegah dengan cara tidak menjual babi atau karkas yang terjangkit virus penyakit ASF serta tidak mengkonsumsinya, isolasi babi yang terkena penyakit ASF dan peralatannya serta dilakukan pengosongan kandang selama 2 bulan

“Babi yang mati karena penyakit ASF dimasukkan ke dalam kantong dan harus segera dikubur untuk mencegah penularan yang lebih luas, karena dampaknya sangat berbahaya bagi ternak,” terangnya.

“Tingkat kematian ASF sangat tinggi, bila sudah masuk ke peternakan babi, nilai kerugian ekonominya sangat luar biasa bagi peternak babi, jadi kita antisipasi untuk tidak masuk ke wilayah kita,” sebut Ahmad.

Peternak babi di Kaltara, khususnya di Tarakan juga diminta untuk mewaspadai tanda-tanda virus ASF, dan tetap mengikuti protokol peternakan babi, sehingga ternak tidak terjangkit. (met/ram/kik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *