Muncikari Lintas Nasional dan Lokal Berhasil Diungkap Polres Tarakan

 SAMPAI dengan April 2021, Kepolisian Resor (Polres) Tarakan telah mengungkap dua kasus muncikari. Kasus pertama Satreskrim Polres Tarakan berhasil meringkus dua tersangka yang merupakan warga Jakarta namun wilayah operasinya di Tarakan pada Februari lalu. Kasus kedua, melibatkan warga Tarakan yang diungkap awal April ini.

Tarakan belum aman dari kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Sehingga masih ditemukan pelaku yang menjalankan bisnis tersebut dengan memanfaatkan perempuan sebagai alat pemuas nafsu para lelaki hidung belang dengan tarif yang telah ditentukan sang muncikari atau germo.

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
1997 votes

Peran muncikari cukup strategis, karena melalui muncikari perempuan yang ditawarkannya bisa mendatangkan uang bagi muncikari sendiri maupun perempuan yang pelaku perdagangkan. Tugas muncikari hanya mencarikan laki-laki yang membutuhkan perempuan sebagai pemuas nafsu.

Dari dua kasus yang telah diungkap polisi, ada perbedaan modus para muncikari. Muncikari asal Jakarta menggunakan aplikasi di media sosial (Medsos) seperti MiChat untuk mencari pelanggan. Sementara kasus kedua yang melibatkan warga Tarakan hanya keluar masuk Tempat Hiburan Malam (THM) untuk mencari pelanggan.

“Jadi, kalau perkara yang kita ungkap di Jakarta itu, mereka menggunakan aplikasi online, dari situ mereka mendapatkan pelanggan,” jelas Kapolres Tarakan AKBP Fillol Praja Arthadira melalui Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Tarakan, IPTU Muhammad Aldi kepada Koran Benuanta.

Jasa yang ditawarkan muncikari ini pun beragam, dari melayani pelanggan laki-laki hidung belang dengan durasi lama (long time) hingga ada yang lebih cepat (short time). Tentu pelayanan perempuan yang dibayar ini tergantung pada harga yang dipatok ‘si muncikari’.

Dari dua kasus yang ada, muncikari di Jakarta menawarkan harga mulai Rp3 juta. Jika deal, maka perempuan yang dipesan bersama muncikari akan terbang ke Jakarta menemui pelanggan. Karena transportasi dari Jakarta ke Tarakan mesti menggunakan pesawat, menurut Aldi, hal itu tergantung kesepakatan pemesan dengan muncikari bisa saja lebih dari Rp3 juta. Sedang muncikari yang di lokal Tarakan harga yang ditawarkan dari Rp1,5 juta hingga turun ke Rp1 juta.

“Kalau ada yang pesan barulah ‘si muncikari’ di Jakarta itu bawa perempuannya dari sana, kalau muncikari yang di Tarakan dia pakai perempuan yang di sini saja,” jelasnya.

Para tersangka kasus perdagangan orang ini memanfaatkan perempuan muda dengan iming-iming akan mendapatkan penghasilan yang menjanjikan jika mau bekerjasama memuaskan nafsu pelanggan. Muncikari hanya mengambil persenan dalam satu kali orderan.

Upaya muncikari merekrut perempuan menjadi rekan kerjanya, selain mengimingi-imingi penghasilan yang lumayan besar memang si perempuan tidak memiliki pekerjaan lain sehingga untuk memenuhi kebutuhan ekonominya mereka mau menjalani profesi tersebut.

“Ya mereka ditawarkan bayaran yang cukup besar, kemudian perempuannya ini juga memang masih ada menjadi tanggungan orang tuanya, sehingga untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mau melakukan hal yang seperti itu,” ujar Aldi di ruang kerjanya.

Pengakuan muncikari asal Jakarta mereka mempekerjakan sekitar 15 orang perempuan untuk bisnis prostitusi online. Sementara muncikari yang di Tarakan mengaku baru 1 orang yang dia rekrut. “Dari pengakuan muncikari yang di Tarakan itu dia orang baru katanya, kalau yang di Jakarta memang sudah lama. Bahkan mereka itu tidak memiliki pekerjaan lain selain itu (bisnis prostitusi), ya kalau dipikirkan enakkan hanya menawarkan jasa itu muncikari bisa dapat uang, makanya mau pekerjaan seperti itu,” ucapnya.

Saat dikonfirmasi siapa saja orang yang menggunakan jasa prostitusi online di Tarakan, hasil pemeriksaan kepada para tersangka dari muncikari hanya masyarakat umum tidak menyebutkan profesinya misalnya seperti pejabat, pengusaha atau oknum aparat. “Masyarakat umum,” singkatnya.

Bagaimana upaya polisi dalam pengungkapan kasus prostitusi di Tarakan, dijelaskan Aldi, untuk muncikari asal Jakarta petunjuk pengungkapannya hasil patrol cyber yang dilancarkan Polda Kaltara. Modus operandi tersangka melalui aplikasi MiChat. Satreskrim Polres Tarakan melakukan serangkaian penyelidikan hingga terbang ke Jakarta untuk menangkap para muncikari sebanyak dua orang.

Adapun pengungkapan kasus prostitusi yang ada di Tarakan, polisi mendapatkan laporan dari masyarakat adanya praktik prostitusi dengan masyarakat. Alhasil, penelusuran polisi membuahkan hasil dengan tertangkapnya satu orang tersangka muncikari.

“Semuanya sudah kita tahan, ada tiga orang tersangka. Dua orang laki-laki kita tahan di Rutan Polres Tarakan satu lagi perempuan kita titipkan di Polsek Tarakan Barat tempat tahanan perempuan. Dulunya muncikari perempuan ini juga menjadi bagian dari bisnis prostitusi, dia melakukan juga ke pelanggan sebelum jadi muncikari,” jelasnya.

Wilayah operasi dua muncikari asal Jakarta sudah termasuk lintas provinsi sedangkan muncikari asal Tarakan masih mengaku hanya sekitar Tarakan saja mencari pelanggannya. Kepolisian menduga masih ada muncikari lain yang beroperasi di sekitar Tarakan bahkan Kaltara. “Tidak menutup kemungkinan masih ada muncikari lainnya di luar sana,” imbuh Aldi.

Perkembangan penyidikan dua perkara prostitusi yang ditangani Satreskrim Polres Tarakan masih pada tahap melengkap berkas berita acara pemeriksaan (BAP) sebelum dilimpahkan kepada jaksa.

“Prosesnya sampai saat ini kita melengkapi pemberkasan dulu, rencana di pekan depan kita sudah tahap satu kan (perkara pertama),” ujarnya.

Dua muncikari asal Jakarta dijerat dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dan Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Muncikari asal Tarakan dijerat dengan pasal 2 ayat 1, UUD nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO, atau pasal 296 KUHP atau 506 KUHP. (kik/ram)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *