CINTA RUPIAH

Oleh :
Dr. Ana Sriekaningsih.,S.E.,M.M
Dosen STIE Bulungan Tarakan
Anggota Forum Komunikasi Akademisi Penulis Populer Kebijakan Bank Indonesia

 

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
1590 votes

INDONESIA merupakan Negara yang terdiri dari kepulauan sehingga banyak daerah perbatasan dengan Negara lain, dan hal ini sangat menggiurkan Negara tetangga untuk jalur perdagangan, bahkan transaksi pun banyak dipengaruhi mata uang Negara lain dan alat tukar di perbatasan tersebut turut mempengaruhi ekonomi Negara Indonesia.

Contoh di daerah perbatasan Kalimantan Utara, daerah Sebatik Kabupaten Nunukan, daerah tersebut perbatasan dengan Negara Malaysia, Tawau, mata uang Ringgit Malaysia masih digunakan sebagai alat tukar perdagangan di daerah perbatasan tersebut. Rupiah seakan bersaing di rumah sendiri dan masyarakat di daerah perbatasan tersebut kemungkinan lebih memilih menggunakan mata uang Ringgit Malaysia sebagai alat transaksi dari pada mata uang sendiri, Rupiah. Bisa saja ini dikarenakan Ringgit lebih menguntungkan dari pada Rupiah sebagai alat transaksi perdagangan. Karena Ringgit memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan Rupiah, sebaliknya jika membeli dengan Rupiah harga barang akan cenderung lebih mahal dibandingkan menggunakan mata uang Negara perbatasan tersebut.

Begitu pula di daerah perbatasan Pontianak dengan Kucing Serawak juga masih terdapat transaksi menggunakan Ringgit Malaysia, mungkin daerah perbatasan lainnya yang ada di Negara Indonesia juga menggunakan mata uang Negara lain, seperti Peso philipina, Gina Papua Nugini dan lain sebagainya. Hampir semua daerah perbatasan akses perdagangan lebih mudah ke Negara lain atau tetangga sehingga mempengaruhi alat tukar atau mata uang yang digunakan dan hal ini sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia. Di wilayah perbatasan Indonesia, aktifitas perdagangan sangatlah tinggi sehingga hal ini menyebabkan arus alat tukar lebih berpengaruh pada perekonomian di Indonesia. Padahal sudah jelas di dalam Undang-Undang tentang mata uang, bahwa Rupiah adalah mata uang resmi yang wajib digunakan di wilayah perekonomian Indonesia.

Apakah penyuplai uang Rupiah sudah baik atau sebaliknya?

Crescenzi dan Pose (2012) (dalam Iswardhana 2017 ) menjelaskan bahwa dalam teori pertumbuhan ekonomi bahwa infrastruktur memiliki peranan penting dalam pembangunan karena masuk dalam modal publik yang masuk dalam faktor produksi yang dapat mendorong secara langsung meningkatkan produktivitas hingga pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan individu.

Luasnya wilayah Indonesia sebagai Negara kepulauan yang memiliki tantangan dalam distribusi uang. Pulau-pulau 3T ( Terdepan, Terluar, dan Tertinggal ) cenderung masih menghadapi kendala tersebut karena keterbatasan alat dan infrastruktur transportasi menuju wilayah tersebut, sehingga menyulitkan penyuplaian Rupiah ke daerah pelosok – pelosok dan perbatasan.

Namun pemerintah dan Bank Indonesia tidak tinggal diam untuk mengatasi permasalahan di daerah perbatasan tersebut dalam menggunakan mata uang sebagai alat tukar transaksi perdagangan. Bank Indonesia mempertegas penggunaan Rupiah di daerah perbatasan, dengan menggelar “gerakan cinta Rupiah” dan Bank Indonesia juga melakukan satu langkah agar rupiah tetap beredar di daerah perbatasan dengan membuat kas – kas di banyak bank umum. Kemudian kas – kas tersebut bisa menjadi tempat penukaran Rupiah sehingga wilayah yang menjadi tempat atau jalur perdagangan di perbatasan masih bisa menggunakan mata uang Rupiah. Upaya lain yang dilakukan Pemerintah melalui Bank Indonesia adalah dengan cara berupaya menjangkau peredaran uang Rupiah di kecamatan dan pedesaan melalui jaringan distribusi yang dimiliki oleh perbankan dan instasi lainnya guna menyebarluaskan ketersediaan dan penggunaan Rupiah di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di daerah 3T atau perbatasan.

Dan diharapkan Bank Indonesia terus meningkatkan penyediaan dan peredaran uang Rupiah di perbatasan secara baik dan berjalan baik sehingga Rupiah pun dapat tersebar dengan baik di wilayah perbatasan Negara Indonesia. Pembangunan perbatasan tidak hanya memerlukan satu pendekatan saja, seperti keamanan dan pertahanan melainkan juga perlu ditinjau melalui pendekatan kesejahteraan.(*)

Editor: Ramli

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar