TANJUNG SELOR – Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bulungan, Tasa Gung meminta Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Bulungan, menyelesaikan masalah penataan Pasar Induk. Di antaranya soal pembangunan kios swadaya masyarakat yang dibangun di belakang Ruko III Pasar Induk Tanjung Selor.
“DPRD meminta masalah pembangunan 45 kios (5 bangsal) itu segera diselesaikan dan ini sudah kita bahas bersama OPD dan stakeholder terkait lainnya dihadiri Plt. Bupati Bulungan beberapa waktu lalu,” ungkap Tasa Gung kepada benuanta.co.id, Ahad (17/1/2021).
Dijelaskannya, selain pembangunannya yang tidak diketahui kepala daerah, kios yang bangun untuk relokasi pedagang ayam dan parut kelapa itu, lokasinya tidak tepat sasaran. Apalagi dibangun di atas drainase, kondisi ini membuat kondisi pasar nampak kumuh.
“Bersama Plt. Bupati, kita beri waktu dalam satu tahun sudah harus diselesaikan oleh Disperindagkop bersama pihak ketiga yang membangun kios itu. Apalagi pembangunannya di atas lahan milik pemerintah daerah,” jelas politisi Hanura ini.
Ia menegaskan, proses pembangunannya pun telah dikaji secara hukum oleh Pemkab Bulungan. Hasilnya tidak ada pihak yang disalahkan. Namun, DPRD bersama Plt. Bulungan sepakat agar masalah seperti harga sewa yang dikeluhkan warga segera diselesaikan.
“Disperindagkop diharapkan mampu menata kondisi Pasar Induk dengan baik, termasuk lakukan pengawasan dan penertiban optimal, terutama bersihkan terjadinya jual beli lapak pasar secara ilegal,” tegasnya.
Ditambahkannya, Tanjung Selor sebagai ibukota provinsi Kaltara sudah semestinya punya pasar modern, namun kondisinya tidak menghilangkan model pasar induk yang sudah ada saat ini.
“Sudah selayaknya di kota Tanjung selor ini ada pasar modern seperti di Berau dan kota Tarakan,” pungkasnya.
Untuk diketahui, berdasarkan informasi yang dihimpun benuanta.co.id pada April 2020 silam, kepada UPT pasar Induk, Kepala Disperindagkop telah menerbitkan surat tentang pemindahan pasar subuh, pedagang ayam dan penataan pedagang parut kelapa serta pedagang kuliner. Ironisnya, pembangunan 45 kios yang biayanya secara swadaya itu justru menuai protes dari dari pedagang akibat harga kios yang dinilai tidak layak.(*)
Reporter: Victor
Editor : M. Yanudin