GeNose Mendapat Izin Edar dari Kementerian Kesehatan

Jakarta – Alat skrining COVID-19, GeNose, buatan Universitas Gadjah Mada, mendapat izin edar dari Kementerian Kesehatan dengan nomor AKD 20401022883 sehingga bisa diproduksi massal dan didistribusikan ke masyarakat.

“Jadi artinya mulai saat ini GeNose sudah bisa diproduksi massal dan didistribusikan atau dipakai untuk kepentingan masyarakat terutama dalam tentunya skrining COVID-19,” kata Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang PS Brodjonegoro dalam konferensi pers virtual Perkembangan GeNose dan Rapid Test Antigen CePAD, Jakarta, Senin.

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
1544 votes

Izin edar tersebut diperoleh pada 24 Desember 2020. Keberadaan alat itu penting untuk menjawab kebutuhan skrining COVID-19 dalam waktu cepat.

Baca Juga :  Setelah Melahirkan, Penting Cek Kekuatan Otot Dasar Panggul

“Alat ini bisa dianggap sebagai alat yang akurat, cepat, aman dan terjangkau dengan teknologi dan desain lokal serta yang masih impor adalah komponen elektroniknya,” tutur Menristek Bambang.

GeNose memiliki sensitifitas 92 persen dan spesifitas 95 persen.

Kapasitas produksi pada Februari 2021 diharapkan lebih dari 5.000 unit.

Menristek Bambang menuturkan kelebihan GeNsoe adalah bersifat non invasif sehingga yang dibutuhkan hanya mengembuskan nafas untuk mendeteksi COVID-19.

Baca Juga :  Dokter: Tidur yang Baik Hanya Memerlukan Waktu Awal 5-15 Menit

Hasil deteksi cepat diketahui tidak lebih dari lima menit.

Alat itu juga tidak memerlukan reagen dan bahan kimia lain.

Biaya tes dengan alat itu juga terjangkau dan hanya butuh NRM (non-rebreathing masker) dan hepa filter sekali pakai.

Alat tersebut memiliki realibilitas tinggi karena menggunakan sensor yang dapat dipakai hingga puluhan ribu pasien dalam jangka lama.

Data analisis GeNose telah terhubung ke sistem Cloud untuk diakses dalam jaringan (online).

Baca Juga :  Benarkah Kolesterol Tinggi Dapat Menimbulkan Rasa Lelah?

Pada sistem kerja GeNose, nafas pasien diambil samplenya dengan meniup balon atau plastik. Sample nafas tersebut dimasukkan ke “sensing unit” yang terdiri dari beberapa puluh sensor udara.

Sensor tersebut menggunakan pendekatan kecerdasan buatan yang akan mendeteksi partikel atau volatile organic compound (VOC) yang dikeluarkan spesifik pengidap COVID-19.

“Yang dideteksi di sini bukan virus penyebab COVID-19, tetapi yang dideteksi di sini adalah partikel atau senyawa yang memang secara spesifik akan berbeda kalau dia dikeluarkan oleh yang mengidap COVID-19,” ujarnya.(ant)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *