KPK Beberkan Tujuh Fenomena Kasus Korupsi Yang Ditangani Selama 2020

Jakarta – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron membeberkan tujuh fenomena tindak pidana korupsi yang ditangani lembaganya selama 2020.

“Pertama, bahwa kejahatan tindak pidana korupsi itu hampir merata dari Sabang sampai Merauke, tidak membedakan partai, tidak kemudian partai A suci sementara partai lain yang khilaf, tidak. Ternyata hampir sama, tidak membedakan suku bangsa dan agama pelakunya itu,” ucap Ghufron.

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
1590 votes

Hal tersebut dikatakannya saat menjadi pembicara dalam acara Anti-Corruption Summit (ACS) ke-4 Tahun 2020 yang bertemakan “Quo Vadis Pemberantasan Korupsi” digelar secara virtual melalui akun Youtube KPK, Rabu.

Baca Juga :  Halangi Petugas saat Cek Produk Pangan, Tukang Ojek Wajib Lapor di Kantor Polisi 

Fenomena kedua, ia mengungkapkan bahwa pelakunya relatif sama, yaitu dari unsur swasta, kepala daerah, anggota dewan, dan pejabat pusat maupun daerah.

“Kemudian dari “locus”-nya, “locus” yang terjadi hampir sama, yaitu suap di pengadaan barang/jasa, suap di perizinan dan sumber daya manusia. Fokus pada tiga hal ini, lainnya tersebar merata,” ujar Ghufron.

Fenomena keempat, kata dia, terkait modus dalam tindak pidana korupsi, yakni suap sebanyak 66 persen dan pemerasan dan gratifikasi 22 persen.

Baca Juga :  Marak PMI Kabur Gaji Tak Sesuai, Faktanya Memang Tak Prosedur

“Metodenya juga hampir sama, yaitu pakai “cash”, transfer rekening ataupun bisa juga dengan mata uang asing. Ada yang bahkan kemudian untuk suap tingkat tinggi itu bisa dilaksanakan di luar negeri tidak di Indonesia supaya tidak terendus oleh KPK ataupun aparat penegak hukum lain di Indonesia,” tuturnya.

Kemudian fenomena kelima, ucap Ghufron, bahwa dari tingkat pendidikan pelakunya 64 persen adalah sarjana.

“Ternyata harapannya berpendidikan itu kian berkarakter kian berintegritas, ternyata pelakunya 64 persen adalah sarjana “graduate” bukan tidak berpendidikan,” ungkap dia.

Baca Juga :  386 PMI Bermasalah Dipulangkan dari Malaysia ke Nunukan 

Kemudian fenomena keenam, ia mengatakan pelaku korupsi mulai merambah kaum muda.

“Tidak hanya kaum pejabat tua tetapi juga ternyata kaum milenial ada yang masih 29 (tahun), 32 (tahun), dan lain-lain,” kata Ghufron.

Fenomena terakhir, ia menyatakan tingkat demokrasi Indonesia relatif baik, namun yang terjadi tingkat korupsinya juga masih tinggi.

“Ini yang menjadi fenomena anomali, mestinya kian demokratis kian transparan maka korupsinya harapannya rendah, Indonesia dinobatkan sebagai negara kelima terbaik demokrasinya tetapi ternyata tingkat korupsinya masih tinggi,” katanya. (ant)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *