“Kail Pancing” Kemitraan Pertamina Untuk Disabilitas Tarakan

TARAKAN – Penyandang disabilitas bukan alasan untuk tidak mampu menghasilkan sebuah karya terbaik. Kemauan yang kuat disertai usaha dan dukungan pihak yang peduli untuk memberikan pelatihan keterampilan tentu akan merubah keadaan jauh lebih baik.

Berdasarkan data Dinas Sosial di Tarakan, tercatat 530 jumlah disabilitas yang kurang mendapatkan perhatian. Sehingga perlu adanya langkah konkret agar penyandang disabilitas ikut ambil bagian dalam pembangunan di daerahnya.

Pertamina EP Asset 5 Tarakan Field melihat kesenjangan pada kelompok disabilitas di Tarakan. Hal itu mendorong mereka untuk menjadikan kelompok disabilitas sebagai mitra binaan.

Selain kurangnya perhatian pada kelompok disabilitas di Tarakan, Tarakan Field mencermati minimnya pengrajin batik yang ada di Tarakan. Tak hanya itu, kurangnya pemahaman dan pemanfaatan potensi lokal seperti kayu bakau sebagai pewarna alami batik dan minimnya pengetahuan masyarakat terhadap seni budaya batik khas Tarakan, menggerakkan Tarakan Field menjadikan Kelompok Usaha Bersama Disabilitas Batik (Kubedistik) mitra binaannya.

Sebanyak 22 orang penyandang disabilitas yang tergabung dalam Kubedistik Kota Tarakan. 22 orang ini terdiri dari tuna rungu sebanyak 18 orang, tuna daksa 2 orang, dan tuna grahita 2 orang. 22 anggota Kubedistik ini didampingi seorang fasilitator yang berpengalaman di bidang batik pewarna alam dan 4 akademisi pendamping program.

Ketua Kubedistik Kota Tarakan, Sonny Lolong mengatakan, 22 anggota Kubedistik ini berasal dari Kota Tarakan dan alamatnya menyebar di beberapa kelurahan. Setiap harinya anggota Kubedistik belajar membatik bersama Sonny Lolong di Rumah Batik Disabilitas yang berada di Kelurahan Kampung Satu/Skip.

“Mereka peserta didik disini, belajar sampai mahir. Rumah disabilitas sudah berjalan seumuran dengan corona, Maret sampai sekarang,” ungkap kang Sonny.

Ia berharap dari Rumah Batik Disabilitas mitra binaan Tarakan Field ini akan melahirkan para pembatik kelompok disabilitas yang mampu berwirausaha secara mandiri dan berkembang karena melalui suatu kelompok disabilitas yang berkebutuhan khusus sudah menemukan kecocokan (chemistry).

“Mereka bisa belajar membatik sambil belajar berwirausaha pada akhirnya mereka bisa mandiri membatik. Tujuan akhirnya itu bukan individu tapi berkelompok,” ujar Sonny.

Menurut Sonny, motif batik yang diajarkan pada anggota Kubedistik Kota Tarakan adalah batik cap dengan motif kearifan lokal seperti motif adat Tidung. Sebagai contoh motif pakis, karena filosofi pakis itu banyak di sekitar Kota Tarakan dan tanaman pucuk pakis dapat dikonsumsi masyarakat yang lebih dikenal oleh warga lokal Kalimantan Utara (Kaltara) dengan sebutan tanaman paku.

Jumlah batik yang dapat dihasilkan dari anggota Kubedistik tergantung pada warna. Semakin banyak batik yang dipakai maka akan menelan cukup banyak waktu. Dalam sehari dikatakan Sonny, anggotanya bisa menghasilkan 2 batik cap per kelompok. Semakin banyak warna tentu akan mempengaruhi pangsa pasar.

Baca Juga :  Seorang Terpidana Mati Lapas Tarakan Meninggal Dunia

“Kualitas sama tapi kurang memenuhi pangsa pasar untuk satu warna, minimal 3 warna, karena 3 warna maka prosesnya cukup makan waktu. Ini batik cap sehari dapat 2 per kelompok,” imbuhnya.

Bahan pewarna batik ini tidak sulit diperoleh, kata Sonny, kecuali warna biru indigo harus didatangkan dari Pulau Jawa, sedangkan warna lainnya berbahan baku dari sekitar rumah diantaranya daun mangga, daun rambutan, daun ketapang, kulit jengkol, kulit buah rambutan, kulit kayu merah (bakau), bisa dimanfaatkan sebagai pewarna alami. “Kecuali biru belum ada di Tarakan karena memang bukan daerah tenun, jadi didatangkan dari jawa,” singkat Sonny.

Dijelaskan Sonny, Kubedistik Kota Tarakan menjadi mitra binaan Tarakan Field pada Maret 2020 tetapi sejak Nopember 2019 sudah ada terjalin kerjasama. Bicara soal harga batik yang dihasilkan kelompok disabilitas ini berkisar pada harga Rp 300-600 ribu per lembar batik. Bahan baku kain yang digunakan primissima dan katun.

Pemasaran batik karya Kubedistik ini memanfaatkan media sosial dan dititipkan di UMKM Center milik Pemerintah Kota Tarakan. Dikatakan Sonny, pemasaran belum masuk pada market place karena terkendala pada kapasitas. Bila dimaksimalkan dalam satu bulan batik yang dihasilkan bisa mencapai 200 potong.

“Kebanyakan pangsa pasar luar Tarakan, hampir 80 persen. Kalau di Tarakan mungkin karena harga dan mungkin kurang mencintai produk lokal, karena dibandingkan harga batik dari jawa di sini agak lebih murah batik jawa. Seandainya bahan baku ada disini mungkin harga bisa sama dengan di jawa. Lilin dan kain dari jawa, ada ongkir, terjadi varietas harga agak tinggi,” jelasnya.

Lebih jauh dikatakan Sonny, ia menargetkan pada tahun ketiga Kubedistik sudah bisa mandiri walaupun pendampingan Tarakan Field berlangsung selama 5 tahun. Strategi yang Sonny terapkan, setiap penjualan satu potong kain batik ia menyisihkan Rp 25 ribu untuk uang kas yang pada akhirnya akan dimanfaatkan kembali untuk membeli bahan baku lalu diolah lagi oleh kelompok disabilitas.

“Kemitraan pendampingan dari Pertamina 5 tahun, target saya dalam tahun ketiga mereka sudah mandiri di bawah pertamina. Tetap kita gandeng sampai bisa berusaha dengan sendirinya, syukur-syukur kita mandiri bisa merekrut orang-orang yang sama dengan mereka, dan masyarakat sekitarnya,” harap Sonny.

“Untuk uang kas tidak boleh diganggu gugat, kita ada organisasinya, apakah yang terjual itu APD, face shield, batik dan lainnya, potongan untuk uang kas. Ketika uang kasnya sudah banyak, untuk modal beli bahan baku, akhirnya mereka mandiri dan saya sebagai quality kontrolnya akan menjadi mitra mereka. Itukan butuh proses, minimal ada jiwa kewirausahaan mereka,” lanjutnya.

Baca Juga :  Eksepsi Ami Tak Disertai Bukti, JPU Keberatan

Selain batik, selama pandemi Covid-19, Kubedistik mampu menghasilkan Alat Pelindung Diri (APD) berupa baju hazmat motif batik, face shield, masker kain, sabun pewarna alam. Adapun bantuan dari Pertamina mencakup sarana dan prasarana diantaranya Rumah Batik Disabilitas, tempat jemuran, bak, alas, bahan-bahan batik termasuk bantuan dalam hal pemasaran.

APD jenis baju hazmat dengan motif batik.

Salah seorang dari anggota Kubedistik Kota Tarakan, Armelina mengaku sangat senang bisa belajar membatik baik yang diajarkan kang Sonny maupun dari pelatihan dari pemateri yang telah berpengalaman dalam hal membatik yang digelar Pertamina. Ia mengatakan pelatihan dapat menambah pengetahuan dan keterampilannya.

“Senang bisa belajar. Kita diajarkan berbagai metode. Manfaatnya menambah pengetahuan, keterampilan, terus bisa ke depannya untuk usaha,” kata Armelina di Rumah Batik Disabilitas.

Sementara Walikota Tarakan dr. Khairul, M.Kes menuturkan, jangan sampai disabilitas merasa tidak berguna, menjadi beban keluarga dan masyarakat. Dengan segala keterbatasan secara fisik, disabilitas memiliki harapan dan mampu berkarya sama seperti manusia pada umumnya.

“Adanya program dari Pertamina EP Tarakan Field ini, tentunya Disabilitas punya harapan. Walaupun mereka secara fisik dengan segala keterbatasan, mereka tidak menjadi beban di rumah tangga dan masyarakat,” ungkap dr. Khairul sembari berharap berharap Kubedistik terus berkesinambungan.

Manajer Tarakan Field, Agung Wibowo mengatakan rumah batik Kubedistik ini sebagai awal yang baik, programnya sudah dimulai sejak 2019 lalu. Program rumah batik Kubedistik berkaitan dengan program PEP Tarakan Field yakni proper emas, yakni pemberdayaan masyarakat menjadi salah satu bentuk kewajiban perusahaan kepada masyarakat sekitar.

“Masyarakat nantinya bisa punya usaha sendiri bisa hidup berdikari. Dari disabilitas cukup antusias ya, memang awalnya cukup susah, dengan pendekatan dan pendampingan dari kami dengan pak Sonny dan pemerintah secara perlahan mereka menjadi tertarik,” terang Agung.

Kubedistik disini yakni batik dengan pewarna alam, warna-warna yang ada di alam diambil, diolah, didaur ulang dan ramah lingkungan. “Produksi kain batik Kubedistik sudah digunakan oleh manajemen Pertamina EP Asset 5 Tarakan Field dan saat ini sudah ada pesanan untuk ASN Pemkot Tarakan,” jelasnya.

Relations dan Formalities Staff PT Pertamina EP Asset 5 Tarakan Field, Kikie Muhammat Rijkie menyampaikan capaian program CSR Pertamina untuk Kubedistik Kota Tarakan, telah mengurangi 10 persen jumlah pengangguran disabilitas di Tarakan. Kelompok disabilitas sudah bisa mandiri dengan cara membatik. Bahkan, Kubedistik bisa menciptakan 3 motif khas Tarakan.

Baca Juga :  Manfaatkan Pintu Rumah Terbuka, AI Curi Handphone Korbannya

“Kami berhasil membangun satu rumah batik untuk wadah disabilitas berkreasi, ada tempatnya sebagai sarana menyalurkan hobi dan minat mereka. Kami juga satu-satunya pengrajin batik yang menggunakan pewarna alami kayu bakau atau kayu merah sebagai bahan pewarna alam,” jelasnya.

Dari sisi ekonomi, pendapatan Kubedistik juga cukup besar. Pemerintah Kota Tarakan telah mengorder 300 lembar batik lokal jika dirupiahkan sekitar Rp 143 juta pendapatan kelompok Kubedistik per tahun. “Lumayan dari yang sebelumnya belum menghasilkan sama sekali. Kemudian ari penjualan hazmat, masker, face shield dapat pendapatan 10 juta per tahun. Sekarang sudah 22 anggota disabilitas yang bergabung mudahan bisa bertambah ke depannya,” imbuhnya.

Lebih jauh dikatakan Kikie, dari sisi lingkungan, karena batik ini memanfaatkan pewarna alami yakni limbah batang bakau, bila diakumulasikan per tahun 570 kg limbah bakau dimanfaatkan sebagai bahan pewarna alami, sehingga tidak ada limbah yang dibuang ke alam. Limbah sisa kayu pun malah ditambahkan mikroorganisme lokal untuk dijadikan pupuk. Jadi, tidak ada yang tidak termanfaatkan.

“Harapannya kami melihat disabilitas kelompok marjinal yang banyak orang lupakan, sebenarnya mereka punya semangat juang yang sama dengan kita yang normal, kenapa tidak kita coba libatkan mereka, berikan mereka keterampilan supaya bisa survive. Harapan kami Kubedistik long less (lebih lama), pada tahun 2023 tetap mandiri dan pemasarannya lebih dikenal khalayak umum, dan tidak menjual empati dan memang kualitas produk,” tutur Kikie.

Secara terpisah, pengamat ekonomi dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Tarakan, Dr. Ana Sriekaningsih, SE, MM menuturkan, hak dan kewajiban setiap warga negara menjadi bagian dalam peran pembangunan bangsa atau daerahnya. Setiap orang memiliki cara-cara tersendiri dalam mengekspresikan perannya dalam pembangunan.

Sama halnya dengan penyandang disabilitas yang juga memiliki hak dalam mengekspresikan kemampuannya dalam peran serta kontribusi pada perekonomian. Difabel yang berada di rumah batik merupakan wujud keterlibatan mereka menyokong pertumbuhan ekonomi di daerah melalui mitra yang membinanya.

“Sudah banyak penyandang disabilitas yang mampu melakukan peran yang jauh lebih hebat daripada orang normal pada umumnya. Maka, wajar jika kita harus memberikan ruang ekspresi yang sama kepada penyandang disabilitas karena mereka juga memiliki hak yang sama dan memiliki potensi yang bisa dikontribusikan dalam pembangunan serta menyokong perekonomian daerah,” pungkas Dr. Ana.(*)

Penulis: Ramli

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *