Seriusi Kasus Dwi Kewarganegaraan HDI, Ketua LNP-PAN Akan Bawa ke Ranah Hukum

TARAKAN – Pemberhentian dengan hormat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar Senin (15/8/2016) silam oleh presiden, diduga berkaitan dengan permasalahan dwi kewarganegaraan yang dimiliki.

Sebelumnya, kasus serupa juga dialami Gloria Natapradja Hamel, perempuan keturunan Indonesia-Prancis yang dicoret dari daftar pasukan pengibar bendera pusaka (Paskibraka) di Istana Negara saat peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus, tahun 2016 silam. Gloria Natapradja Hamel wakil dari Jawa Barat. Gloria batal dikukuhkan menjadi anggota Paskibraka karena berkewarganegaraan Perancis.

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
2010 votes

Berangkat dari kedua kasus ini, jelas mempertegas bahwa negara Indonesia menolak keras dan tidak membenarkan adanya dwi kewarganegaraan. Kini kasus serupa juga terjadi di Kalimantan Utara. Polemik dwi kewarganegaraan milik H. Danni Iskandar (HDI) kembali mendapat sorotan.

Guru Besar Hukum Tata Negara UGM, Denny Indrayana pernah menyebutkan, Indonesia tidak mengenal dwi kewarganegaraan, yaitu setiap WNI hanya dapat memiliki paspor Indonesia. Paspor Indonesia merupakan dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia kepada warga negara Indonesia untuk melakukan perjalanan antarnegara yang berlaku selama jangka waktu tertentu.

Baca Juga :  Bawa Penumpang Dua Long Boat Tabrakan di Laut Sebatik 

Artinya, dalam melakukan perjalan antarnegara, paspor sebagai identitas WNI selama berada di negara asing, itu menjadi tanggung jawab negara Indonesia. Paspor dapat dicabut dan dinyatakan tidak sah pemegangnya jika melakukan tindak pidana atau melanggar peraturan perundang-undangan. Nah, berkaitan dengan hal ini, WNI yang memiliki dwi kewarganegaraan jelas telah melanggar peraturan perundang-undangan. Tak terkecuali identitas milik HDI yang diduga berkewarganegaraan Indonesia dan Malaysia.

Aturan yang melarang WNI memakai dwi kewarganegaraan adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Pasal 23 huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan menyatakan, WNI kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri.

Pasal yang sama huruf f menegaskan, WNI kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut. Pasal 23 huruf h juga memastikan, WNI kehilangan kewarganegaraan jika mempunya paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing. Dengan demikan, artinya HDI tidak lagi bicara soal kewarganegaraan ganda, melainkan bahkan dapat dinyatakan berkewarganegaraan asing, sebab status WNI-nya dianggap batal demi hukum berdasarkan apa yang telah diatur dalam UU dimaksud di atas.

Baca Juga :  Imigrasi Masih Periksa Intensif WNA Pembawa Kosmetik Ilegal dari Malaysia

Dengan dicabutnya paspor Indonesia yang dimiliki WNI setelah memiliki paspor dari negara asing, maka paspor Indonesia tidak berlaku untuk kegiatan ke antarnegara mengatasnamakan warga negara Indonesia dan kewajiban negara Indonesia yang warga negaranya memiliki paspor negara asing. Apabila warga negara yang telah memiliki paspor tetapi dalam kegiatan antarnegara masih menggunakan paspor Indonesia, maka sanksi dapat diterapkan. Adapun ketentuan hukum yang dapat diterapkan berdasarkan Pasal 26 Huruf (a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang menyatakan bahwa:

Menggunakan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia orang lain atau yang sudah dicabut atau yang dinyatakan batal untuk masuk atau keluar wilayah Indonesia atau menyerahkan kepada orang lain Dokumen Perjalanan Republik Indonesia yang diberikan kepadanya atau milik orang lain dengan maksud digunakan tanpa hak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Menanggapi kasus itu, Ketua Lembaga Nasional Pemantau dan Pemberdayaan Aset Negara (LNP-PAN), Fajar Mentari S.Pd mengatakan, pelepasan hak kewarganegaraan Malaysia-nya itu di tahun 2018. Beliau menjabat sebagai Ketua DPRD di tahun 2014 sampai lepas hak kewarganegaraanya tersebut. Artinya secara administrasi, pendaftaran Calegnya saja sudah gugur. Salah satu syaratnya kan harus WNI, bukan WNI dan/atau WNA.

Baca Juga :  Pj Wali Kota Tarakan Lakukan Prosesi Penerimaan Secara Adat

“Jika syaratnya saja sudah tidak memenuhi syarat, maka segala kebijakan yang diambil itu jelas cacat hukum/batal demi hukum. Dan akibat perbuatannya itu berimplikasi luas. Beliau tidak kooperatif saat mendaftar Caleg, tidak ada keterbukaan saat mendaftar, beliau dengan sadarnya telah melakukan upaya melawan hukum dengan menutupi identitasnya itu. Dengan kata lain bahwa beliau telah melakukan pemalsuan identitas dan pembohongan publik, dan pastinya itu merugikan negara, termasuk gajinya,” jelas pria akrab disapa FM ini

Untuk menindaklanjuti persoalan ini, Fajar pun berencana melaporkan kasus HDI ini ke pihak berwajib. Saat ini pihaknya masih dalam proses melengkapi bukti-bukti untuk disegerakan di antar ke meja hukum. “Segera mungkin kami akan bawa ini ke ranah hukum. Tunggu saja tanggal mainnya,” tegasnya.(*)

 

Reporter : M. Yanudin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *