Presiden LSM LIRA Pantau ASN Provinsi Kaltara yang Terlibat Politik Praktis

TARAKAN – LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) menilai berbagai potensi pelanggaran Pemilu belum berhasil mengurai benang kusut peta kerawanan pemilu dalam Pilkada Serentak 2020. Seperti politisasi dan mobilisasi Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk kepentingan politik elektoral yang akan dilaksanakan oleh 270 daerah dan diikuti 224 kabupaten, 37 kota, serta 9 provinisi di Indonesia pada 9 Desember 2020 mendatang, termasuk Provinsi Kalimantan Utara.

Terus tumbuhnya persoalan itu, turut membuat Presiden LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), HM. Jusuf Rizal, angkat bicara dan mengingatkan agar ASN yang menjadi pimpinan tinggi di pemerintahan daerah, paling rentan dipolitisasi. Sehingga berpotensi terjadi ketidaknetralan dalam kontestasi Pilkada Kaltara.

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
1545 votes

Padahal sejumlah aturan larangan ASN berpolitik juga telah ada dan siap menjerat abdi negara sekaligus abdi masyarakat tersebut. Yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (PNS), Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Selanjutnya aturan itu juga ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 dan PP Nomor 53 tahun 2010.

Baca Juga :  Target Pengmpulan Zakat Kaltara Capai Rp 3 Miliar

“Dalam aturannya, ASN dilarang ikut berpolitik praktis, apa lagi terlibat dalam kampanye kandidat-kandidat yang ada di Pilkada. Jika ditemukan ditambah dengan adanya bukti, maka dia bisa dikenakan sanksi dengan dinonjobkan dan kalau parah (pelanggaranya) bisa saja diberhentikan, itu tergantung ringan atau beratnya pelanggaran,” ujar Jusuf Rizal kepada benuanta.co.id, Kamis (17/9/2020).

Dalam ajang 5 tahunan, ASN juga kerap jadi primadona politisasi dan disasar untuk memberi efek elektoral bagi para oknum kandidat, terlebih gerakan masif untuk berpolitik praktis ASN ini umumnya disokong oleh petahana. Apalagi menurutnya, netralitas ASN di Pilkada Kaltara ini sangat erat dengan penyalahgunaan wewenang jabatan (Abuse Of Power), lantaran memiliki hak suara sekaligus juga akses pada fasilitas, serta pengaruh terkait dengan kewenangan yang melekat pada jabatannya itu dan menjadi salah satu persoalan krusial yang dapat mencoreng citra demokrasi lokal melalui praktik politik uang. Hingga berujung pemerintahan yang melekat terhadap Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Baca Juga :  Lima Angkutan Laut di Pelabuhan Malundung Sudah Uji Kelaikan  

“Bicara (ASN) terlibat kami sedang pantau, tetapi kami menengarai ada pergerakan politik praktis secara masif dari ASN. Bahkan di dalam sosialisasi penanganan Covid-19 pun itu terjadi. Kami memantau dan menyiapkan bukti-bukti yang cukup agar nanti bisa menjadi temuan. Tetapi kita sekarang ini memberikan warning, janganlah ASN itu melakukan ini (politik praktis secara masif),” terangnya.

“Kekuasaan itu lazimnya memang dilakukan oleh petahana, dan petahana sesungguhnya tidak boleh menggunakan kekuasaan untuk berkampanye. Jadi kita minta kepada masyarakat, kita gerakan Civil Society untuk ikut mengawasi pesta demokrasi di Kaltara. Kalau ada temuan begitu, LSM LIRA di Kaltara akan melaporkan kepada KPU, Bawaslu, bahkan ke MenPAN-RB,” tambahnya.

Meski begitu, ia juga menyadari dalam dunia politik keberpihakan selalu ada dari pribadi masing-masing untuk mendukung pasangan calon. Hanya saja, ruang gerak ASN hanya bisa memberikan dukungan suara ketika berada di bilik suara pencoblosan 9 Desember 2020.

Baca Juga :  IMI Kaltara Pilih Jatim Sebagai TC Atlet Sebelum Laga PON XXI Aceh-Sumut

Mengenai batas waktu yang diberikan LIRA terhadap petahana maupun ASN yang berpolitik praktis secara masif di Kaltara, untuk kembali mengangkat marwah demokrasi Pilkada yang baik. Ia menyebut hal tersebut akan bergantung pada hasil pemantauan tim LIRA berdasarkan temuan-temuan yang didapatkan di lapangan.

“LIRA ini kan menjadi pemantau terakreditasi di Bawaslu dan KPU, jadi bisa membentuk tim pemantau independen. Jika ditemukan dengan fakta yang jelas, akan langsung kita laporkan ke Mendagri juga supaya terjadi proses demokrasi yang transparan. Tetapi jika ada temuan penyalahgunaan jabatan dan berpotensi korupsi, di situ kami akan memproses ke Kepolisian, Kejaksaan maupun ke KPK. Itu yang akan kita lakukan,” tandasnya.(*)

 

Reporter : Yogi Wibawa

Editor: M. Yanudin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar