PB IDI: 109 Dokter Meninggal Akibat COVID-19

Jakarta – Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengungkapkan bahwa sebanyak 109 orang dokter sejak Maret hingga 10 September 2020, telah dinyatakan meninggal dunia akibat terpapar COVID-19.

Data tersebut dikatakan oleh Ketua Tim Mitigasi PB IDI, dr Adib Khumaidi, SpOT, didapat setelah melakukan survei di berbagai faskes yang tersebar di seluruh Indonesia.

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
1590 votes

“Terpaparnya para dokter bisa terjadi saat menjalankan pelayanan baik itu pelayanan yang langsung menangani pasien COVID-19 di ruang-ruang perawatan (isolasi maupun ICU), atau dari tindakan medis yang ternyata belakangan diketahui kalau pasiennya mengalami COVID-19, ataupun pelayanan non medis seperti dari keluarga dan komunitas,” kata Adib melalui pernyataan pers yang dikutip di Jakarta, pada Jumat.

Baca Juga :  Dokter: Tidur yang Baik Hanya Memerlukan Waktu Awal 5-15 Menit

Adib menjelaskan bahwa gambaran tersebut menunjukkan bahwa pekerjaan dokter saat ini memiliki risiko yang sangat tinggi untuk terpapar COVID-19, disamping angka OTG (orang tanpa gejala atau asimptomatik carier) yang tinggi dan kian meningkat.

Lebih lanjut Adib berharap supaya pemerintah dapat lebih bersikap tegas dengan menindak masyarakat yang tidak menerapkan protokol kesehatan.

Baca Juga :  Setelah Melahirkan, Penting Cek Kekuatan Otot Dasar Panggul

“Diikuti juga para aparat pemerintah juga memberikan contoh dengan melakukan protokol kesehatan dalam aktivitas mereka sehari-hari,” kata Adib.

Selain itu, upaya yang perlu dilakukan menurut Adib adalah proteksi di semua layanan dengan penerapan 3T yang lebih tegas lagi. Upaya itu termasuk peningkatan upaya preventif dengan penerapan protokol kesehatan dengan melibatkan kelompok sosial masyarakat sebagai kontrol menjadi satu prioritas untuk menekan laju penyebaran virus.

Baca Juga :  Dokter: Tidur yang Baik Hanya Memerlukan Waktu Awal 5-15 Menit

“Sedangkan untuk penguatan treatment atau perawatan dilakukan dengan mapping atau pemetaan kemampuan faskes, menata dan meningkatkan kapasitas rawat dengan screening atau penapisan yang ketat terhadap pasien, zonasi di fasilitas kesehatan, serta clustering atau pengkhususan rumah sakit rujukan atau yang menangani Covid),” tegas Adib.(ant)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *