Makna yang Terkandung dalam Kata “Anjay”

Oleh : Pangkuh Ajisoko, M.Hum

(Dosen Linguistik Universitas Borneo Tarakan)

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
1565 votes

 

KATA “anjay” saat ini menjadi viral setelah Komisi Nasional Perlindungan Anak secara resmi menyerukan melalui surat edaran untuk tidak lagi menggunakan kata “anjay”. Kata tersebut dipandang memiliki makna untuk merendahkan martabat seseorang dan merupakan kekerasan verbal yang dapat berujung pada pidana. Namun, apakah kata “anjay” selalu memiliki makna negatif?

Jika kita merujuk KBBI daring, kita tidak akan menemukan kata “anjay”, karena kata tersebut bukanlah kata yang baku dalam bahasa Indonesia. Kata “anjay” bisa ditafsirkan sebagai bentuk plesetan dari kata anjing. Kata anjing itu sendiri dalam budaya Indonesia sering dikonotasikan sebagai sesuatu yang kotor, najis, dan kasar.

Kata anjing ini kerap digunakan sebagai umpatan atau perundungan yang dapat melukai hati lawan bicaranya. Sehingga banyak orang yang memplesetkan kata anjing menjadi kata”anjay” dengan maksud untuk memperhalus dampak negatif dari kata anjing. Padahal kata anjing juga dapat digunakan untuk memuji atau menunjukkan kedekatan.

Penggunaan kata “anjay” harus melihat berbagai sudut pandang dan konteks. Jika kata “anjay” digunakan untuk menunjukkan kekaguman, memuji, atau sesuatu yang tidak mengandung umpatan atau perundungan, maka penggunaannya tidak menjadi masalah. Namun, jika penggunaan kata “anjay” digunakan sebagai ungkapan umpatan atau perundungan, maka hal ini menjadi masalah bagi menerimanya.

Akan tetapi dalam perspektif pragmatik, penggunaan kata “anjay” sebagai umpatan juga dapat dimaknai sebagai kedekatan seseorang. Karena semakin dekat hubungan seseorang, semisal teman dekat, maka semakin sering memberikan umpatan namun bukan dengan maksud menghina, tetapi mendekatkan jarak komunikasi dalam pertemanan; hal ini disebut negative politeness.

Dari segi sosial budaya, kata “anjay” merupakan kata slang yang mana hampir seluruh kebudayaan memiliki kata yang mengandung makna umpatan. Hal tersebut merupakan hal yang alami dalam bersosial dan berbahasa. Jika kata “anjay” dilarang karena penafsiran negatifnya maka kata umpatan lain seperti “bangsat” dan “kampret” misalnya juga harus dilarang karena sangat jelas mengandung makna makian.

Maka yang harus ditingkatkan untuk mengurangi perundungan atau umpatan adalah dengan literasi dan edukasi. Untuk itu penggunaan kata “anjay” harus melihat konteksnya secara detil. Penggunaannya dapat bermakna positif dan negatif. Umpatan dan Perundungan merupakan hal yang kerap terjadi hampir di seluruh kebudayaan. Edukasi dan literasi merupakan kunci pengurangan kasus perundungan.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *