Refleksi Semangat Pemuda di Tengah Momentum Kemerdekaan dan Tahun Baru Hijriah

Oleh: M. Rizky Radhiyya S.M

(Wakil Ketua Generasi Muda Nahdlatul Ulama Kaltara)

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
1590 votes

 

BULAN Agustus tahun 2020 menjadi momentum yang spesial bagi rakyat Indonesia dan umat Islam. Pasalnya pada bulan ini terdapat dua momentum besar, yakni peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-75 dan peringatan tahun baru Islam 1442 Hijriah.

Kedua persitiwa ini merupakan peristiwa yang sangat bersejarah dan sangat kaya akan hikmah. Sudah semestinya seluruh rakyat Indonesia merefleksikan kedua persitiwa besar ini dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Sehingga benar kiranya apa yang dikatakan Bung Karno pada peringatan HUT RI 54 tahun silam dalam pidato terkenalnya “’Jasmerah’ Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”. Terutama bagi para kaum muda yang merupakan generasi penerus perjuangan bangsa dan agama.

Secara historis, peristiwa kemerdekaan bangsa Indonesia dan hijrahnya Nabi Muhammad SAW tidak bisa dilepaskan dari peran para pemuda. Dengan jiwa muda yang menggelora dan semangat yang membara, sejatinya para pemuda memang sejak dahulu dikenal memiliki Idealisme sebagai agen perubahan.

Sejarah mencatat bahwa faktor utama terjadinya proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah berkat gagasan dari para pemuda. Kala itu para golongan muda seperti Soekarni, Wikana, Aidit, Chairul Shaleh dan sebagainya berpandangan bahwa kemerdekaan yang diraih harus bersifat independen dan diwujudkan secepat mungkin. Sedangkan para golongan tua berpendapat bahwa proklamasi harus melalui PPKI yang merupakan badan bentukan Jepang.

Melihat hal tersebut, pada tangal 16 Agustus 1945 para golongan muda berinistaif menculik Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok agar terhindar dari pengaruh Jepang dan mendesak kedua tokoh tersebut agar segera memproklamirkan kemerdekaan. Alhasil, setelah berdiskusi dan berkompromi, kedua pihak pun sepakat untuk segera memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 di kediaman Soekarni, Jalan Pegangsaan Timur.

Begitu pun dalam kisah hijrahnya Nabi Muhammad saw menuju Kota Madinah, ada peran penting yang dimainkan oleh sosok pemuda. Ali bin Abi Thalib yang saat itu masih berusia belasan tahun merelakan diri untuk menggantikan posisi Nabi di tempat tidur yang mana ketika itu para kaum kafir Quraisy telah mengepung rumah Nabi dan bersiap untuk menangkapnya hidup atau mati.

Tentu menarik melihat sikap yang ditunjukkan oleh Ali bin Abi Thalib pada peristiwa tersebut, karena hal itu merupakan bentuk perwujudan keimanan dan keihlasan diri seorang pemuda demi menjaga keberlangsungan syiar Islam.

Di era modern seperti saat ini, tantangan yang dihadapi oleh para kaum muda tentu berbeda dengan apa yang dihadapi oleh pemuda terdahulu. Tantangan hari ini bisa dikatakan jauh lebih berat dan lebih kompleks, karena musuh yang dihadapi tidak nampak di depan mata, mereka bergerak secara massif dan begitu dinamis. Penjajahan tidak lagi dilakukan dengan menggunakan senjata, melainkan melalui pemikiran dan budaya. Jika tidak disikapi secara bijak, maka hal ini akan sangat berbahaya bagi para generasi muda bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *